Aku bercerita, tanpa ada yang aku tutupi.
"Jadi kamu melihat dengan mata kepalamu sendiri, saat mereka sedang berbuat begitu?"
Mama menatapku dengan tatapan penuh belas kasihan. Aku hanya mengangguk kecil. Sebisa mungkin, kusunggingkan sebuah senyuman. Senyuman yang teramat pahit.
"Apakah sebenarnya kamu juga mengetahui, jika mereka memang berselingkuh?" tanya Papa.
Lagi-lagi, aku hanya menangguk.
"Kenapa kamu tidak bilang kepada kami?" tanya Mama.
"Mas Aksa melarang saya," jawabku.
"Jadi benar, bahwa Aksa sudah menikahi perempuan itu?"
"Iya. Mas Aksa dipaksa menikahi perempuan itu, karena konon perempuan itu sudah hamil anaknya Mas Aksa ...."
Suaraku kian parau. Tenggorokanku rasanya sangat sakit. Aku tidak bisa meneruskan ucapanku. Betapa aku merasa, seolah hidup ini sangat tidak adil. Aku yang menemaninya selama dua tahun, belum bisa memberinya anak. Sementara, dia yang justru hadir menjadi orang ke tiga di antara kami, langsung bisa mengandung anak suamiku.