Foto yang dikirim Mbak Puji jelas memperlihatkan sosok orang yang sangat kukenal, Mas Rivan dengan perempuan simpanannya. Allah, betapa sesak dada ini, tanpa bisa dicegah air mata meluncur begitu saja. Tak ingin kerapuhan diri ini dlihat oleh Lana aku pindah ke kamar. Kutumpahkan segala sesak yang mendera di balik bantal. Telepon dari Mbak Puji membuatku sejenak harus menenangkan irama nafas.
"Halo, Mbak--"
"Lan, kamu enggak apa-apa 'kan di rumah? Maaf banget tadi Mbak refleks, kaget soalnya lihat Beni sama perempuan lain. Aduh, gimana ya, Mbak jadi enggak enak sama kamu. Maaf ya, Lan."
"Aku enggak pa-pa, ko Mbak. Tadi itu memang Mas Beni dengan ... selingkuhannya." Saliva kuteguk, getir yang terasa. Mengakui perempuan lain sebagai selingkuhan suami sendiri ternyata lebih menyakitkan bila dibanding sakit saat melahirkan.
"Maksudmu perempuan yang tadi itu--"