Plak!
Sebuah tamparan melesat kemukaku.
"Dasar wanita murahan!" Pekiknya kencang.
Apa-apaan ini? Kenapa ada skenario seperti ini.
Aku memegang pipiku yang terasa panas.
"Ini apa? Ha?" Teriaknya sambil menunjukkan sebuah foto dilayar ponselnya.
"Maafkan Fery, Nak. Dia sedang khilaf." isak Ibu mertuaku.
Khilaf memang begitu laku saat seorang laki-laki melakukan kesalahan.
Aku terus menyeka air mata yang mengalir deras, meski menangis tanpa suara. Sakit! itu yang aku rasakan. Bertahun-tahun aku bertahan dengan kehidupan seperti ini.
Merawat Ibu suamiku yang menderita diabetes, sementara dia jauh di negeri orang. Berharap bisa merubah nasib kami sehingga bisa kembali berkumpul bersama.