Acara meriah malam itu selesai pukul 03:30 lantaran besok pagi sebagian dari mereka masih harus bekerja. Kana berjalan menuju kamarnya sambil merangkul Damian, gadis itu tampak sedikit mabuk lantaran mengonsumsi alkohol.
" Aku gendong saja ya?" tawar Damian untuk kesekian kalinya.
Kana menggelengkan kepalanya, " gak, aku mau jalan sambil rangkul kamu aja. "
" Iya sayang iya. " jawab Damian dengan nada rendah dan lembut.
Malam ini Kana bertingkah menggemaskan, mungkin karena mabuk? pikir Damian.
" Sayang?" panggil Damian disela-sela perjalanan mereka.
"hm?" sahut Kana.
" Do you love me?" tanya Damian pelan, pria itu takut mendengarkan fakta yang tak sesuai dengan ekspektasinya.
*Apakah kamu mencintaiku?
" Of course, Damian. I love you soooooooo much " jawab gadis itu dengan nada riang.
*Tentu saja, Damian. Aku saaaaaaangat mencintaimu.
" Dami love me too? " tanya Kana balik.
*Dami mencintaiku juga?
" I fall for you so deeply, don't u know it, Kana?"
*Aku jatuh cinta padamu sedalam itu, tidakkah kamu tau itu, Kana?
" Tentu, aku tau. Bodoh kalau aku gak tau. Dami kan selalu jadi orang yang beda tiap sama aku, jadi lebih lembut, perhatian, peduli, dan selalu bertingkah seolah-olah Dami bakal ikut mati kalau aku mati. " gumam Kana.
Damian menatap Kana, memang itu yang akan ia lakukan jika Kana menghilang dari dunia ini. Kana memang segalanya bagi Damian, sejak dulu.
*****
Setibanya di kamar, Kana langsung menjatuhkan dirinya di kasur dan memejamkan mata. Ternyata, gadis itu tertidur dengan cepat. Damian menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya, ia memutuskan untuk menggantikan baju Kana dan menyusul tidur setelah itu.
Namun ternyata, takdir berkata lain. Raven mengetuk pintu kamar suami istri itu pukul 4 lewat, saat Damian baru saja mau terlelap.
" Ada yang mengedarkan obat secara diam-diam dipulau ini. " ujar Raven dengan suara pelan begitu Damian membuka pintu dengan wajah masam.
" Siapa?" tanya Damian menyenderkan tubuhnya didinding dekat kamar.
" Baru tertangkap satu, namanya Oreo. Dia belum mau membuka mulutnya tentang temannya yang lain meskipun sudah disiksa dan digantung diatas laut. " jelas Raven.
" Tutup dermaga sekarang juga, panggil Tyron dan 5 orang lainnya untuk menjaga Kana. Aku akan menginterogasi orang itu langsung. " perintah Damian. Raven mengangguk dan segera menjalankan perintah sesuai keinginan Tuannya sementara Damian mengganti pakaiannya.
" Tuan" panggil Tyron dengan langkah terburu-buru diikuti oleh 5 orang lainnya.
" Pelankan suaramu, Kana sedang tidur. " tegur Damian.
"Ah, maaf Tuan. "
" Kau atur beberapa orang untuk menjaga jendela dan pintu kamar ini, tetap ikuti kemanapun Kana pergi. Bisa jadi aku akan mengurus masalah ini sampai besok pagi, jangan beritahu Kana tentang apa yang sedang terjadi. " ucap Damian dengan cepat dan melangkah pergi bersama Raven.
*****
Kana melenguh pelan dan mengucek matanya perlahan, dilihatnya sekeliling kamar untuk mencari Damian. Namun hasilnya nihil, suami tampannya itu tak terlihat dimanapun. Hanya ada Lily yang menyeruput teh disofa kamarnya.
" Pagi, Kana." sapa Lily. Wanita paruh baya itu melangkah menuju kasur Kana dan mengelus pipi gadis itu dengan lembut, " tidurnya nyenyak, nak?"
" Nyenyak Ma, tapi Damian kemana Ma?"
" Ada pekerjaan sebentar. "
" Ayo sarapan dan setelah itu kita berjalan-jalan. " ajak Lily mengalihkan perhatian Kana agar tak bertanya lebih jauh.
Kana bersiap-siap dibantu oleh pelayan seperti biasa dan menyelesaikan sarapannya dengan cepat lantaran tidak sabar untuk berjalan-jalan di pulau ini.
Tyron, Lily, dan beberapa pengawal lainnya menemani Kana yang berkeliling, tak jarang gadis itu mencoba makanan yang dijual oleh toko-toko dipulau itu. Hingga tiba-tiba muncul seekor kelinci menaiki mobil mainan mendekati Kana, membuat semua pengawal bersikap waspada.
" Gak apa-apa, aku gak akan dekat-dekat sama kelincinya kok. Tapi kita coba ikutin si kelinci mau kemana ya. " ujar Kana dengan langkah pelan mengikuti mobil yang membonceng kelinci putih.
Mobil mainan itu terus berjalan hingga berhenti pada sebuah bar yang cukup besar terdiri dari 3 lantai. Kana memasukinya bersama para pengawal dan beberapa anak buah Loah yang kebetulan berada disana, si kelinci terus bergerak menuju pintu belakang Bar itu. Kana memicingkan mata melihat tempat yang dituju oleh si kelinci, ternyata didalam bar itu masih ada ruangan tersembunyi dibelakang dapur.
Terdapat beberapa pengawal yang menjaga pintu ruangan itu, dan Kana cukup mengenali mereka karena mereka adalah orang yang sering bersama Tyron untuk mengawal Damian.
" Nyonya." Sapa mereka ketika Kana mendekati ruangan itu.
" Damian didalam?" tanya Kana. Mereka tidak menjawab,
" Nyonya, meskipun jika Tuan ada didalam Anda tetap tidak boleh masuk. " cegah Tyron dengan cepat. Lily pun melakukan hal yang sama, " Kana, ayo kita kembali berjalan-jalan. "
" Buka pintunya." pinta Kana tidak menghiraukan larangan mereka.
" Maaf, Nyonya. Kami tidak bisa membukakan pintu ini untuk Anda" ujar Leo, salah satu ketua pengawal selain Tyron. Para pengawal menutupi pintu kayu itu dengan tubuh mereka.
"Kalian malah buat aku semakin curiga karena bertingkah seperti itu, Leo." kata Kana. Rasa curiganya semakin besar karena terdengar suara teriakan penuh rasa sakit dari dalam ruangan itu.
" Minggir. " desis Kana kesal. Namun tak membuahkan hasil, para pengawal tetap diam tak merubah posisinya sedikitpun.
Kana maju, para pengawal mundur. Membuat kana yakin, mereka tidak akan berani menyentuh tubuhnya jika tidak dalam keadaan darurat. Dengan tekad kuat, Kana mundur sedikit jauh dan berlari maju dengan cepat membuat pengawal berhamburan memisahkan diri. Kana menabrak pintu ruangan aneh itu dan pintu yang terbuat dari kayu itu pun terbuka, namun pemandangan yang ada didalamnya cukup membuat Kana terdiam membeku.
" Nyonya!" teriak Tyron ketika melihat Kana menabrak pintu kayu dengan kuat.
Kana tetap bergeming, menatap pemandangan didepannya dalam diam.
" Ka-kana?" panggil Damian pelan. Pria itu sama sekali tak menyangka istrinya bisa tau bahkan sampai datang ke tempat ini.
" Nyonya?" panggil Raven ketika menyadari kehadiran Kana.
Mata Kana bergulir perlahan pada pria didepan Damian yang terlihat sekarat, rambut yang sebagian botak, kening yang penuh darah, mata yang membengkak sebelah, hidung yang terlihat patah dan meneteskan darah banyak, bibir yang pecah dan juga mengeluarkan banyak darah, mulut yang sulit tertutup, bahkan Kana dapat melihat beberapa gigi pria itu tidak ada. Tubuh pria itu diikat ke kursi yang didudukinya, beberapa bagian tubuhnya pun terdapat sundutan rokok dan beberapa bekas luka bakar baru.
" A-apa ini, Damian?" bisik Kana pelan. Matanya menatap Damian menuntut penjelasan.
Damian bergerak maju mendekati Kana, namun gadis itu mundur dengan langkah lemas membuat pria itu menghentikan langkahnya.
Pria sekarat yang masih sadar itu tertawa sinis, " ah, tampaknya penjinak sang monster sudah tiba ya?"
" Monster?" ulang Kana. Matanya melihat tangan Damian yang penuh darah dan kaos putih polos pria itu yang terciprat darah.
" Halo, penjinak monster." sapa seorang pria berkepala botak dengan bekas luka diseparuh wajahnya dari belakang Kana.
Pria botak itu datang bersama puluhan orang dan memblokir pintu keluar ruangan itu, Kana bersama Tyron, Lily, serta beberapa pengawal terapit diantara pria botak itu dan Damian.
" Apakah kalian siap untuk menggoreskan pisau ke tubuh mulus istri Monster itu, Teman-temanku? " tanya Pria itu dengan lantang pada teman-teman dibelakangnya.
Wajah Kana memucat.