Chereads / Friendship With Forbidden Love / Chapter 16 - Dari Ghea Untuk Suci

Chapter 16 - Dari Ghea Untuk Suci

Pernah merasakan tenangnya dipeluk, walaupun pada akhirnya harus diremuk.

***

"Ibu Suci bisa kita mulai sidangnya?" tanya hakim ketua pada Suci karena dia tak kunjung membawa dirinya di kursi tergugat mendampingi clientnya yang telah duduk di sana sedari tadi. 

Suci yang merasa panggilan itu ditujukan padanya hanya bisa mengerjapkan kedua manik matanya. 

"Maaf Yang Mulia," kata Suci sambil menunduk tanda hormat dan juga senyum tipis setipis benang dia sunggingkan di bibir ranumnya. 

Sedangkan Firman dia bingung harus berbuat apa, wanita yang selalu dia lihat lewat mimpi itu kini ada di hadapannya dan itu adalah kenyataan bukan lagi mimpi seperti yang dulu-dulu.

"Suci," gumam Firman. Dia harus berjuang sekuat tenaga untuk menahan air matanya yang kini akan luruh membasahi pipinya. 

Suci Indah Lestari akan selalu menjadi titik lemah seorang Firmansyah Satria Utama. 

Untungnya agenda sidang kali ini hanya pembacaan ikrar talak sehingga Suci dan Firman tidak harus terlibat adu argumen lagi seperti sidang-sidang yang terdahulu. 

15 menit berlalu, kini rangkaian sidang telah selesai sepenuhnya. Client yang mereka bela, telah resmi berpisah secara hukum negara dan juga negara. 

Ada gejolak aneh dalam diri Suci saat ini, hatinya gamang. Haruskah dia bersalaman dengan pria yang telah menorehkan luka yang sangat dalam di hatinya. Lelaki yang datang dengan manis di hidupnya, tapi cara dia meninggalkannya sungguhlah tragis.

"Hai," kata Firman sambil mengulurkan tangan kanannya untuk saling berjabat tangan dengan Suci. 

Suci semakin gamang atas apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Di persimpangan jalan, mungkin itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana posisi Suci saat ini. 

Tapi pada akhirnya Suci memutuskan untuk membalas uluran tangan dari lelaki yang telah mengajarkan dia apa itu sebenarnya patah hati. 

"Hai," balas Suci dengan ucapan yang sama seperti yang dikatakan oleh Firman padanya. 

"Kabar kamu bagaimana sekarang?" Suci tahu itu adalah pertanyaan basa-basi yang dikatakan oleh Firman. Tapi untuk saat ini Suci lebih memilih untuk mengikuti aturan main yang telah ditetapkan oleh pria itu. 

"Aku pernah berada di titik  yang aku sendiri tidak tahu apa namanya itu. Seharusnya semesta menciptakan satu kata lagi di bawah kata hancur, karena hancur saja tidak cukup untuk mendeskripsikan perasaanku kala itu, Man." 

JLEB!

Mendengar apa yang dikatakan oleh Suci, Firman seperti merasa kalau perkataan yang dilontarkan wanita itu secara tidak langsung telah memberitahu dia bagaimana sakitnya dikuliti hidup-hidup. 

Terlihat baik secara fisik, terbunuh secara mental, dihakimi oleh ekspektasi, dihajar realita, mungkin kata demi kata itulah pas untuk seorang Firmansyah Satria Utama saat ini. Dari pertemuan dia dan Suci saat ini Firman jadi tahu sekarang kalau wanita yang masih bertahta di hatinya sampai saat ini tidak lagi selemah yang dulu. Semesta telah melakukan tugasnya dengan sangat baik, sekarang Suci sudah jauh lebih kuat dari yang dulu. 

"Maaf aku sudah jadi orang yang paling jahat di dalam hidupmu saat dulu, sekarang, dan mungkin saja selamanya," kata Firman dengan penuh penyesalan. 

"Tanpa kamu sadari, kita semua jahat di cerita orang lain, Man? Apa yang perlu dimaafkan lagi?" Menghadapi Suci yang seperti ini benar-benar membuat Firman merasa kehabisan kata-kata dengan sangat mudahnya. 

"Tidak ada lagi 'kan yang perlu kita bicarakan? Kalau tidak ada aku pergi sekarang." 

Baru dua langkah Suci hendak beranjak pergi dari hadapan Firman, tapi panggilan sekali lagi dari pria itu mau tidak mau akhirnya mengurungkan niat Suci untuk itu. 

"Ci …." 

"Iya?!" kata Suci dengan singkat padat dan juga jelas.

"Firma Hukum Bagaskara dan Rekan 'kan?" tanya Firman dengan menatap Suci penuh harap. 

"Nggak perlu merencanakan pertemuan, biarlah itu berjalan dengan normal seperti saat ini." Firman benar-benar tidak bisa lagi menimpali apa yang dikatakan oleh Suci. Wanita itu memang telah berubah 180 derajat sekarang. 

"Aku pernah memintamu untuk mencintaiku, Ci. Tapi aku lupa untuk memintamu selamanya denganku," gumam Firman sambil menatap Suci yang terus melangkah menjauhi dirinya. 

"Kamu kembali Ci, tapi dengan rasa yang telah berbeda." Tanpa Firman sadari air bening kini mengalir dengan sangat deras dari kedua pelupuk matanya.

Suci kini telah berada dalam mobilnya kembali, rasanya dia tak memiliki lagi kekuatan untuk melanjutkan harinya. Sayangnya, Suci tidak memiliki kekuatan apa pun untuk menskip bagian tersakit ini. 

Kedua manik mata Suci secara tidak langsung menangkap sosok Firman yang juga hendak meninggalkan gedung Pengadilan Agama. 

"Man … kita pernah berjanji untuk terus bersama, tapi tidak dengan Tuhan." 

Saat Firman tidak lagi terjangkau oleh kedua manik mata matanya, Suci lalu menyalakan mesin mobilnya menuju Firma Hukum Bagaskara dan Rekan. Dia masih ada satu janji dengan clientnya sebelum hari-harinya memang harus diselesaikan untuk saat ini. 

Tak butuh waktu lama kini kereta besi yang dikemudikan oleh Suci telah terparkir dengan sangat rapi di parkiran khusus para firm hukum ini. 

Tak ada satu pun senyum yang digubris oleh Suci saat ini, dan karena hal tersebutlah semua orang yang melemparkan senyum padanya menjadi bertanya apakah yang terjadi pada wanita cantik ini? Kenapa hidupnya seperti sedang dijungkir balikkan kali ini?

"Hei … kamu kenapa, Ci?" tanya Ghea yang secara tidak langsung berpapasan dengan ibu satu anak itu. 

"I'm okay," kilah Suci. Tapi tentu saja apa yang dikatakan oleh Suci itu tidaklah mudah untuk dilakukan oleh Ghea. Yang bisa Ghea tangkap saat ini hanya satu hal yaitu, mata dan mulut Suci sedang tidak menunjukkan kekompakannya. 

"Ci … kita ini memang tidak dekat, tapi siapa pun itu bisa melihat dengan jelas kalau kamu memang tidak baik-baik saja. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kamu sekarang, tapi aku hanya minta satu hal dengan kamu." 

Ghea sedikit menjeda apa yang ingin dikatakannya, tapi Suci tidak sedikit pun memiliki niat untuk mendesak apa yang ingin dikatakan Ghea, sesiapnya Ghea saja. 

"Tuhan tidak menciptakan sedih tanpa menciptakan bahagia untuk langkah selanjutnya. Tugasmu hanya mengangkat tangan, sisanya biar Tuhan yang turun tangan," kata Ghea dengan senyum yang mampu untuk menyejukkan kembali hati seorang Suci Indah Lestari. 

Bersambung ….