Chereads / Unrequited Love (Saka-Citra) / Chapter 7 - Kemarahan Saka

Chapter 7 - Kemarahan Saka

Saka berlari menelusuri lorong Rumah Sakit. Dadanya berdebar memikirkan nasib seseorang yang tengah mendapatkan penanganan medis di dalam sana. Entah kenapa, ada kekhawatiran besar menusuk hati. Sebelum dia bisa melihat orang tersebut, akan susah menenangkan hatinya.

"Bagaimana keadaannya? Kenapa bisa sampai kejadian seperti ini?" Taksa diberondong pertanyaan oleh Saka.

"Tenang, Bro. Jangan terlalu khawatir begitu. Alhamdulillah, keadaan Citra tidak terlalu parah. Sepertinya dia hanya terluka kecil saja. Saat ini Citra sedang diperiksa, sepertinya dia masih terkejut dengan kejadian barusan," papar Taksa.

"Jelaskan dari awal, kenapa Citra bisa sampai di sini?" Tekan Saka lagi.

"Jadi… tadi dia ingin mengirim paket ke orang yang pesan baju online padanya sendirian ke tempat ekspedisi. Saat dia ingin menyeberang jalan, seorang anak muda mengendarai motornya cukup kencang. Anak itu langsung mengerem mendadak ketika melihat Citra sudah berada di tengah jalan. Pemuda tersebut langsung banting stir ke kiri. Akan tetapi terlambat karena ban depan sudah lebih dulu menabrak kursi roda milik Citra, sehingga Citra pun terjatuh dan tangannya tertindih oleh kursi rodanya sendiri. Aku yakin, mungkin hanya luka kecil yang dialami oleh Citra. Jadi tenanglah, kamu sudah seperti suaminya saja—khawatir berlebih. Tapi bagus sih, Citra memang pantas mendapatkan perhatian yang besar darimu."

Mendengar penjelasan dari Taksa, membuat Saka bernafas lega. Semoga saja Citra tidak kenapa-kenapa. Namun rasa bersalah kembali muncul. Andai saja setahun yang lalu tidak menyelamatkan dirinya, mungkin Citra bisa dengan mudah melakukan aktifitas secara normal tanpa susah-susah menggunakan kursi roda. Hidupnya juga pasti lebih baik karena Citra pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai kualitas dirinya.

Taksa dan Saka terdiam beberapa saat, hingga suara pintu membuatnya bangun dari kursi dan mendekat kearah orang yang baru saja keluar dari ruangan Citra. "Bagaimana keadaannya, Dok?" Sakalah yang pertama kali bertanya kepada laki-laki berseragam putih itu.

"Alhamdulillah, lukanya tidak parah. Tetapi, tangannya yang tertindih kursi sedikit mengalami keretakan pada tulang siku. Oleh karenanya, kami memanggil dokter ortopedi dan memberi gips. Selain itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja, pasien masih syok. Saya sudah memberinya obat penenang," jelas sang Dokter.

"Apakah saya boleh melihatnya, Dok?" Tanya Saka.

"Oh, tentu saja. Silahkan." Saka langsung menerobos pintu setelah sang Dokter memberi jalan.

Terlihat di atas brankar, seorang gadis tengah menahan sakit. Saat pintu terbuka, Citra langsung mengalihkan netranya kearah orang yang masuk. "Kak! Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Citra heran. Secepat itukah Taksa memberi tahu Saka berita dirinya terserempet motor?

Kebetulan memang di tempat kejadian ada Taksa lewat tak lama setelah Citra terjatuh dari kursi rodanya akibat senggolan dari besi berjalan yang menabraknya. Hanya saja, Citra tidak menyangka jika Taksa akan memberi tahu Saka. Dia hanya meminta tolong pada Taksa untuk mengabari Neneknya saja agar tidak khawatir karena terlalu lama berada di luar. Itu pun tanpa memberitahu kecelakaan yang dialaminya dulu.

Kedatangan Saka membuat Citra bersorak bahagia. Tapi kebahagiaan itu langsung lenyap oleh pemikirannya sendiri bahwa Saka hanya bersimpati padanya saja. Ya, tidak mungkin pria tampan itu akan mau membuka hati untuknya. Atau mungkin rasa bersalah karena sudah mengetahui fakta yang sebenarnya? Bisa saja 'kan, Taksa sudah pasti memberitahu tentang kejadian setahun yang lalu.

"Hai, Kak," sapa Citra pelan.

"Bagaimana bisa terjadi? Apa gunanya matamu kalau kamu tidak bisa melihat jalan sekitar? Jika kamu tidak bisa melakukan apa pun, jangan bertingkah seolah bisa melakukan semuanya!" Citra semakin terkejut dan tidak karuan mendengar amarah dari Saka.

Apa hak dia memarahi Citra sedemikian? Dia bukan siapa-siapanya Citra. Lalu untuk apa dia semarah itu melihat Citra seperti ini? Pertanyaan demi pertanyaan hanya bisa berputar di otaknya, tidak ada keberanian untuk menyuarakannya. Citra semakin menunduk kala sentakan dan bentakan Saka layangkan untuknya.

"Kamu punya akal di atas rata-rata, lalu kenapa tidak kamu pakai sih? Senang ya mencari simpati orang lain? Biar di perhatikan sama orang lain? Mencari kesempatan agar semua orang mengasihani kamu dan cuma mikirin kamu begitu? Dasar tidak tahu malu. Enyah saja sekalian kamu dari muka bumi ini. kamu pikir dengan bersikap maupun bertingkah seperti sekarang, kamu bisa mengambil hatiku dan menerima cintamu begitu?" Masih dengan mata melotot, Saka memindai seluruh tubuh Citra yang sudah bergetar karena menangis.

"Dengar, ya! Air mata buayamu itu tidak akan bisa meluluhkanku. Aku pikir kamu benar-benar tulus membantuku waktu itu dengan mengorbankan dirimu sendiri, tapi aku rasa—apa yang kamu lakukan hanya pencitraan semata untuk mencari simpatiku. Benarkan?" Bentak Saka membuat Citra berjingkat kaget.

Citra tidak menyangka, ternyata kedatangan Saka ke Rumah Sakit hanya ingin mengumpat dan mengatakan hal yang begitu menyakitkan bagi dirinya. Entah dosa apa yang pernah dia lakukan di kehidupan sebelumnya, sehingga dihukum dengan mencintai pria jahat seperti Saka. Ya, menurut Citra sekarang, Saka adalah orang yang jahat.

"Siapa yang meminta Kakak datang kemari? Aku tidak menyuruh Kak Taksa untuk memberitahumu. Aku harap Kakak tidak salah paham. Sebaiknya Kakak keluar. Aku tidak ingin difitnah oleh Kakak lagi." Dengan sangat pelan dan menahan sakit, Citra mencoba merebahkan diri lalu memejamkan matanya, berharap Saka segera pergi dari kamar inapnya.

Saka menghela nafas kasar. Apa yang baru saja dia lakukan? Sungguh tuduhan yang sangat tidak pantas Citra terima. Sudah jelas bahwa itu bukan kesalahan Citra maupun seperti yang dia lontarkan barusan. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Kenapa ada sesuatu yang membuat dia marah saat mengetahui kondisi gadis di depannya ini, seolah gadis itu tidak bisa menjaga diri dengan baik dan membuatnya khawatir. Amarahnya sebagai penutup kekhawatiran yang sejak tadi merajai hatinya.

Dia butuh ketenangan. Saka harus menyendiri lebih dahulu agar bisa berpikir jernih. Sejak tadi, pikiran lelaki itu sangat kacau sehingga berbicara asal sebagai luapan emosinya sesaat. "Jangan pernah bertindak bodoh lagi. Jika itu sampai terjadi, sekalian aku akan membuat perhitungan denganmu." Usai mengatakan kalimat terakhir, Saka keluar ruangan namun tidak meninggalkan Citra sendirian. Saka memilih menunggu di luar dengan segala hal yang berkecamuk memenuhi rongga dada.

"Kenapa kamu ada di luar?" Tanya Taksa yang sedang membawa beberapa buah juga roti untuk Citra. Sepeninggalnya Saka tadi saat memasuki kamar tempat dimana Citra di rawat, Taksa segera meninggalkan Rumah Sakit dan mencari beberapa makanan untuk Citra selama berada di Rumah Sakit.

"Masuklah, aku akan menunggu di sini," perintah Saka.

"Apa kalian bertengkar?" Tanya Taksa lagi yang tidak percaya bahwa keduanya baik-baik saja. Taksa terllau sering mendengar Saka mengucapkan kata-kata tajam untuk Citra. Apakah hari ini juga terjadi hal sama seperti dulu-dulu ketika Saka bertemu dengan Citra? Jika iya, sungguh keterlaluan sekali Saka. Dalam keadaan yang lemah, Saka akan memarahi Citra. Semoga saja tidak.

"Kamu tidak bertengkar dengan Citra, kan?" Hening, tidak ada jawaban dari pria di depannya. Taksa mengambil nafas berat. Dia duga bahwa Saka baru saja pria itu membuat kacau di dalam sana selama tidak ada dirinya.