"Jangan pakai kemeja yang itu," cegah Naura langsung ketika membuka pintu kamar dan melihat Aldi akan memakai kemaja berwarna biru muda dengan setelan celana hitam.
Aldi membalikkan tubuhnya dan melihat Naura yang sudah melangkahkan kaki menuju kearahnya dengan senyum tipis serta kemeja yang masih tergenggam ditangannya.
"Kan sudah aku beri tahu, semua warna baju yang akan kamu pakai setiap harinya. Jangan bilang kamu lupa atau kamu kemarin sama sekali tidak mendengar ucapanku."
Seperti biasa Naura akan sedikit cerewet jika Aldi bertindak ceroboh.
Mengambil satu kaos pendek berwarna hitam di dalam lemari dan memberikannya kepada Aldi.
Tanpa berkata Aldi mengambil alih kaos hitam pendek pemberian Naura dan dengan cepat pula mengambil kemeja yang ada ditangan Aldi.
"Hanya saja sedikit lupa," sahut Aldi memamerkan cengiran khas kudanya setelah berhasil memakai kaos hitam pemberian Naura tadi.
Sungguh Aldi sekarang tidak dapat menghapal semua warna baju yang kemarin sudah Naura jelaskan untuk digunakan setiap harinya ketika berada di rumah ini. Aldi hanya berpikir jika tidak apa-apa menggunakan baju bebas yang terpenting dirinya sudah memakai baju.
"Ini untuk acara besok mas, semua baju yang sudah aku siapkan dan juga sudah aku beritahu kamu j warna baju apa yang harus kamu pakai beberapa hari disini karena memang semua baju sudah mendapat fungsinya masing-masing." Naura kembali mengomel dan menggantung kemeja kembali pada lemari.
Aldi menghela napas, perasaan bersalah kembali membalutnya.
"Maaf aku lupa," lirih Aldi.
"Kamu selalu lupa jika aku yang memberi tahu tetapi selalu ingat dengan pekerjaan yang sangat sepele," ucap Naura sudah membalikkan tubuhnya yang berhadapan dengan Aldi dengan kedua tangan menyilang didepan dada.
Aldi melangkah menuju Naura yang masih berdiri ditempatnya, tidak menampilkan wajah cemberut melainkan menampilkan raut wajah yang sangat datar.
"Janji deh, mas akan ingat semua ucapan kamu. Jangan marah ya," ucap Aldi dan ketika ingin memeluk Naura tidak sampai karena sudah keduluan Naura yang menghindar.
Aldi diam ditempat.
"Besok mas pakai baju yang warna apa?" tanya Naura.
Aldi meneguk ludah dengan susah payah, apa yang dikatakan Naura memang benar. Aldi selalu lupa dengan ucapan Naura dan selalu ingat dengan pekerjaan yang sangat kecil.
Aldi memandang isi lemari yang terbuka dengan menampilkan deretan baju yang tergantung dan beberapa baju yang terlipat rapi dan beralih kepada Naura.
Lalu kembali meneguk ludahnya dengan susah payah, Aldi benar-benar lupa.
"Warna putih," sahut Aldi bebas.
"Mas," ucap Naura dan menghela napas, "Lupa lagi?"
Aldi menerbitkan senyum bersalahnya dan juga menangkupkan kedua tangan kedepan dada, gerekan memohon.
"Maaf," lirih Aldi.
Naura menghela napas.
"Sudah ayo makan malam, papa dan mas Fadil sudah menunggu kita dimeja makan." Naura memilih untuk tidak memperpanjang masalah yang sangat sepele seperti ini.
Masalah ini adalah masalah yang selalu muncul dalam rumah tangga mereka dan ini bukan masalah besar. Tidak berdosa juga Aldi melupakan ucapan Naura perihal pakaian dan ini sudah tanggung jawab Naura untuk melayani suaminya.
Hanya saja Naura ingin Aldi mengurus dirinya sendiri ketika dirinya sedang tidak bersamanya seperti tadi. Naura harus menyiapkan makan malam dan tidak berada disamping Aldi ketika memilih baju. Bukan apa, karena memang baju-baju yang dibawa Naura kesini dan sudah tertata didalam lemari kamar ini sudah mendapat jadwal pakai masing-masing sesuai kegiatan.
Ketika hendak membuka pintu kamar dengan cepat sosok laki-laki tinggi menutup pintu kamar dengan tubuhnya yang menyebabkan Naura terkurung kedalam pelukan hangatnya.
"Mas sudah di tunggu papa," ucap Naura yang berada dalam pelukan Aldi.
"Mas minta maaf dan mas janji, mas akan ingat jika kamu mengulang pemakain baju sekali lagi," ucap Aldi meloggarkan pelukannya dan menatap kedua bola mata cantik milik wanita yang sangat disayanginya serta tangan yang bergerak untuk membenarkan beberapa anak rambut yang terlihat berantakan akibat pelukan tiba-tiba Aldi tadi.
"Janji akan berujung dosa jika tidak bisa ditepati dan aku tidak akan membiarkan suamiku berdosa. Lain kali akan aku sediakan dulu pakaianmu sebelum mengerjakan pekerjaan lain," sahut Naura menerbitkan senyum lebarnya dan mengusak kepala Aldi dengan penuh kasih sayang.
Aldi rasa dirinya sudah melayang tinggi dilangit dengan ucapan Naura barusan dan senyuman lebar juga menghiasi wajah tampannya.
"Ayo, kasian papa dan mas Fadil."
Aldi membuka pintu, membungkukkan setengah badannya lalu mempersilakan Naura untuk keluar dari sana. Memperlakukan Naura seperti ratu adalah kebiasaan Aldi yang paling dia suka.
Naura melangkah dengan langkah yang paling ringan serta senyuman yang belum juga menghilang.
***
"Bosan tapi malas kalau pulang," gumam Gisel yang seharian penuh berbaring pada ranjang sumper empuknya dan juga membiarkan ponselnya berdering terus menerus tanpa ada keinginan untuk mengangakatnya atau menghubungi balik orang yang sedang menghubunginya itu.
Gisel hari ini hanya ingin sendiri dan hanya ingin memikirkan sosok laki-laki yang beberapa hari belakangan ini sedang senang berada dipikirannya serta sering membuat senyuman tiba-tiba pada bibir Naura.
Sungguh, ketika sosok laki-laki itu memenuhi pikiran Gisel itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Gisel rasa apa yang selama ini dicarinya berada pada sosok laki-laki tersebut.
Laki-laki yang dengan mudah mematahkan cara berpikir Gisel tentang suatu ikatan pernikahan dan sekarang Gisel ingin segera menikah. Memenuhi hari-harinya dengan kasih sayang dan dengan seseorang tersayang. Memikirkan itu membuat Gisel sangat berharap jika itu semua bisa segera terwujud.
"Tapi sayang hari ini aku tidak bisa membayangkan wajahmu dengan sebuah senyuman yang lama karena suara brisik dari ponsel."
Gisel tidak tahan lagi dengan suara dering ponsel yang sama sekali tidak berhenti itu sehingga bangkit dari ranjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di meja dekat ranjang dan langsung mematikannya.
Gisel tersenyum puas lalu tangannya mengambil ponsel lain yang aktif dan menghubungi seseorang menggunakan ponsel cadangannya.
"Dia memang selalu lambat," cicit Gisel merebahkan kembali tubuhnya, menatap langit-langit kamar dan memainkan jarinya untuk menunggu seseorang mengangkat sambungan telponnya.
'Hallo'
Akhirnya penantian yang berujung keberhasilan dan seperti biasa sapaan yang tidak langsung mendapat jawaban.
Gisel sudah tahu kebiasaan sahabatnya itu ketika seperti ini selalu menjauhkan ponselnya dan menghela napas beberapa kali.
Tidak mudah memang menghadapi seseorang seperti dirinya dan Gisel menyadari itu. Itulah sebabnya Gisel sangat sayang kepada sahabatnya itu karena bisa memaafkan semua kesalahan dan kecerobohan dirinya.
Naura yang sangat malang memiliki sahabat seperti Gisel.
'Apa?'
'Kebiasaan, lama kalau ngangkat telpon'
Naura hanya bergumam.
'Kapan mau nyusul kesini? Bosen aku kalau jalan-jalan sendiri'
Gisel merubah posisi tubuhnya dengan tengkurep.
'Sibuk aku'
'Sombong'
'Kalau orang tuamu nelpon tolong ya Gisel diangkat, orang tuamu sudah lima puluh kali menelpon aku dalam waktu satu hari'
Gisel hanya tersenyum begitu lebar, bukan sebuah kejadian baru.
'Males enggak penting'
'Terserah'
'Jangan ditutup dulu aku mau curhat'
'Aku enggak ada waktu'
Bau-bau orang marah, jelas Naura marah karena memang Gisel selalu saja bisa membebaninya dengan banyak masalah seperti hari-hari biasanya.
Mendapat telpon puluhan kali dalam satu hari membuat Naura sangat terbebani apalagi menyangkut tentang Gisel orang yang sangat abstrak. Itu akan sangat membuatnya pusing.
Bukan hanya orang tua Gisel yang meneror ponsel Gisel tadi melainkan juga Naura yang tidak henti-hentinya menelponya dan dengan entengnya Gisel mematikan salah satu ponselnya lalu menelpon Naura dengan ponsel yang lain serta seperti tidak ada yang terjadi.
'Cepet deh kamu pulang Gisel, kasian uang orang tua kamu yang kamu bawa lari'
'Dijaga ya mulutnya' serga Gisel tidak terima.
Ingin sekali Gisel sedikit memberi pelajaran dengan memukul Naura agar mendapat pelajaran yang berharga.
'Kapan pulang?'
'Nanti kalau Roy mau pulang bareng aku, SUMPAH NAURA, ROY SANGAT TAMP…'
'HALLO'