Chereads / Kenangan yang Mengikuti / Chapter 21 - Keadaan Dua Orang

Chapter 21 - Keadaan Dua Orang

Pasangan suami istri tersebut sudah sampai di salah satu rumah sakit yang selalu dikunjunginya seperti biasa dan mereka bertiga sudah berada di dalam satu ruangan.

Membicarakan banyak hal, pertemuan ini memang selalu dilakukan selama tiga tahun. Bertanya dan terus mencari solusi juga selalu berdo'a serta berusaha.

Harapan besar selalu menjadi penguat untuk pasangan suami istri tersebut.

"Bagiaman Dok hasilnya?" kembali Aldi bertanya setelah beberapa menit yang lalu Aldi maupun Naura menjalani beberapa tes.

Seorang dokter menyerahkan hasil USG kepada Aldi.

"Semua terlihat baik," jawab seorang dokter yang selalu menampilkan pembawaan yang santai juga pasti.

Naura mengambil hasil USG itu dari Aldi dan memperhatikan dengan detail, hasilnya selalu seperti ini.

Semua terlihat baik-baik saja dan juga Naura selalu datang kesini mengikuti anjuran dokter tersebut.

Naura menghembuskan napas yang sangat pelan serta mengalihkan pandangan pada dokter yang duduk dihadapannya. Usaha masih terus Naura lakukan dan Naura percaya jika suatu saat nanti usahanya akan berbuah manis untuk dirinya juga Aldi.

"Kemampuan seseorang dibidang medis hanya bisa membantu, mengarahkan serta mencari solusi tetapi tidak ada batasan untuk selalu berdo'a dan meminta yang diatas," ucap Dokter itu yang bersuara dengan intonasi yang selalu bersahabat.

Memang belum terlalu menenangkan tetapi tidak ada kata menyerah untuk hal ini.

"Baik Dokter, terima kasih dan permisi." Aldi memohon diri dan juga menggiring Naura keluar dari ruangan itu.

Dokter tersenyum tipis dan juga bangkit dari kursinya, membiarkan dau orang yang sudah sangat dihapal itu keluar dari ruangannya. Apa yang mereka berdua rasakan sangat dirasakan juga oleh dokter tersebut. Bagaimanapun juga dokter itu menekan dirinya untuk terus berusaha mencari solusi dan juga memberi pengarahan yang terbaik untuk pasiennya itu.

Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah penantian, itu bisa dikatakan lama dengan perasaan yang selalu harap-harap cemas.

Dokter itu menghela napas lalu duduk kembali pada kursinya, bersiap untuk kembali bertemu pasiennya yang lain hari ini.

Masih banyak yang harus dikerjakan hari ini dan semoga pasangan yang baru saja keluar dari ruangannya segera mendapat jawaban atas do'a-do'a yang selalu dilangitkan.

Suatu saat nanti pasti semua itu akan berbuah manis lalu dokter tersebut bisa tersenyum lebar melihat pasangan itu keluar dari ruangannya dengan membawa hasil yang memuaskan.

Iya, suatu hari nanti. Selalu ada harapan dalam setiap langkah kehidupan.

***

Sampai setelah mereka berdua duduk di dalam mobil keadaan masih tetap diam, Naura hanya memandangi hasil USG yang ada ditangannya. Beberapa kali sampai harus menyipitkan kedua mata dan menghela napas sangat pelan.

Tiba-tiba saja Aldi mengambil alih benda itu dan meletakkan di jok belakang dan dengan pelan menggiring kepala Naura untuk menetap kearahnya. Aldi harus bisa membagi fokusnya dalam banyak hal terutama pada laju kendaraan saat ini.

"Kita ke rumah papa sekarang."

Naura tidak langsung menjawab dan ingin sekali kembali mengalihkan pandangan pada jok belakang dimana benda itu diletakkan. Naura ingin lebih mencermatinya dan berharap jika ada sesuatu yang dokter lewatkan.

Akan tetapi, tangan Aldi yang memegang samping kepala Naura berhasil menahannya agar tetap menatap kearah suaminya tersebut.

Memang Naura selalu suka ketika menatap suaminya tetapi kali ini rasanya seluruh tubuh Naura terasa lemas. Tidak seperti biasanya yang selalu terseyum ketika ditatap Aldi seperti ini. Kedua bola mata yang selalu menyiraminya dengan perasaan kasih sayang yang sama sekali tidak kurang justru bertambah setiap harinya.

Iya, itu yang Naura rasakan jika menatap kedua bola mata suaminya tersebut. Perasaan yang selalu menghangat dan juga damai serta tenang, selalu didekat Aldi adalah pilihan tempat yang paling baik.

"Kamu lapar?" tanya balik Naura dengan nada yang lemah tetapi masih bisa didengar oleh Aldi.

Tangan Aldi masih berada disamping kepala Naura serta kini beralih untuk mengusak disana. Tatapan yang harus bergantian antara jalan dan juga kedua mata istrinya.

"Kita bahkan melewatkan sarapan, hanya memakan roti bakar itu pun hanya sedikit," jawab Aldi yang tidak memberi jawaban yang pasti tetapi mengingatkan Naura jika mereka berdua memang hanya berhasil mengisi perutnya dengan roti dan juga susu.

Naura terlalu cemas sehingga nafsu makannya menghilang sedangkan Aldi juga hilang nafsu makannya karena melihat istrinya yang sama sekali tidak tetang dan itu sangat menguras pikiran.

Naura mengangkat tangan Aldi dari samping kepalanya dan meletakkanya pada pengemudi dan kini gantian Naura yang memberi kenyamanan untuk Aldi dengan mengelus lengan atas Aldi.

Sangat tenang dan juga damai, tangan mungil yang mampuh menyalurkan efek yang luar biasa besar untuk Aldi.

Aldi masih terus membagi fokusnya, melihat raut wajah Naura yang seperti ini membuat Aldi semakin tertekan.

Wanita cantiknya tidak seceria seperti hari biasanya.

"Kita makan di rumah makan favorit kamu," sahut Naura yang kini lebih fokus untuk memandang Aldi yang bisa mengalihkan pandangannya untuk melihat benda itu.

Bukan hanya dirinya yang sedih tetapi juga Aldi-suaminya. Keduanya mempunyai perasaan yang sama tetapi memang Aldi lebih bisa menahan semua perasannya dan selalu bersikap biasa saja jika dihapanan Naura. Mulut suaminya selalu tertutup rapat dan hanya terbuka untuk terus melontarkan kata-kata indah dan selalu menangkan Naura.

Tidak adil rasanya jika Naura terus mengabaikan suaminya.

Aldi tidak menjawab akan tetapi merespon dengan anggukan kepala serta tanganya kembali terangkat untuk mengusak pelan kepala Naura singkat lalu kembali fokus mengemudi.

Naura tersenyum singkat lalu mengangkat tangannya dari lengan Aldi, menyandarkan kepala pada jok lalu memilih untuk mengalihkan pandangan pada luar jendela.

Berharap jika pemandangan yang terpampang dihadapannya bisa membuat Naura kembali menyemangati hidupnya juga Aldi. Wanita yang selalu ceria juga memamerkan senyuman lebar.

***

"Apa kamu pikir semua yang kamu lakukan sekarang kepadaku bisa mengembalikan mamamu. Kamu terlahir di dunia saja sudah salah jadi jangan terlalu berharap mendapat balasan baik setiap kebaikan yang kamu berikan. Kehidupanmu adalah hutang, sebagai penebus nyawa seseorang. Syukur-syukur kamu masih bisa tinggal disini, itu sudah bagus. Hidupmu itu sangat tidak berguna Fadil, Naura yang selalu memberi kehidupan yang layak untuk kamu. Kamu itu lemah," ucap Ilham yang langsung membanting sendok dan garbunya dan menetralkan napasnya ketika melihat Fadil muncul dihapannya.

Keadaan rumah ini memang semakin tidak terkontrol setelah Naura keluar dari sini. Sama sekali tidak ada kenyamanan dan selalu menebar banyak tekanan disetiap sudut rumahnya.

Naura adalah sebuah kebaikan yang hilang dari rumah ini.

Fadil memegang erat kepala kursi makan serta masih berdiri di tempatnya. Keinginan untuk duduk bersanding disamping kursi Ilham hilang tidak tersisa.

Hanya duduk disamping serta berdua, menghabiskan hari tanpa adanya perkataan yang kasar terlontar dari mulut Ilham tetapi itu adalah sebuah kemustahilan ketika Naura tidak ada di rumah ini.

Seharusnya Fadil sudah paham hanya saja Fadil tidak bisa menahan perasannya yang ingin dekat dengan ayah kandungnya sendiri.

Melihat laki-laki yang kini sudah berumur separuh baya itu membuat Fadil ingin melayaninya sebagai seorang anak.

Ilham bangkit dari kursinya dengan sangat kasar sampai membuat kursi yang didudukinya hampir saja terjatuh.

"Jangan harap aku sudi satu meja dengan kamu," cetus Ilham sampai harus menunjukkan jari telunjuknya kepada Fadil.

Memamerkan kedua bola mata merah yang hampir saja keluar lalu melangkah pergi dari sana.

"Apa Fadil akan menanggung ini semua seumur hidup," ucap Fadil membuka mulut ketika Ilham melangkah belum terlalu jauh.

Menghentikan langkahnya sedangkan Fadil masih menunggu jawabannya.

Ilham membalikkan tubuhnya dan menatap tajam laki-laki muda dihadapannya.

"Kamu mati adalah pilihan yang bagus."