Aaron mengepalkan jari-jari tangannya. Ia emosi betul. Di saat dirinya bisa merasakan kesenangan, justru ada halangan.
Savita mengerti betul apa yang Aaron tengah rasakan. Maka dari itu dirinya harus bisa jadi sosok penyejuk dan mampu mengarahkan, memberi tahu yang benar.
"Angkat dulu sana! Pasti penting itu. Aku menunggu di sini."
Aaron menatap Savita. Ia lalu melihat tanda merah di leher Savita, seolah tidak rela jika harus meninggalkan itu sekarang.
"Baiklah."
Aaron malas betul. Ia mengangkat telepon lebih dulu dan membiarkan smartphonenya tetap berdering selama beberapa kali.
"Halo!"
"Halo, Pak! Maaf mengganggu. Saya tahu ini hari spesial Bapak, tapi ada hal urgent yang perlu penanganan dari Bapak langsung."
Aarav mencoba tenang. Ya, ini karena dirinya adalah sosok yang bijak, dewasa, dan punya kemampuan memimpin yang mumpuni.
"Ya. Katakan! Apa itu?"
"Investor berencana menarik dana besar-besaran, Pak. Mereka merasa lebih tertarik dengan tawaran baru rival kita."