"Oh. Kalau begitu sampaikan salamku untuknya nanti! Semoga kita bisa hangout bersama setelah aku sembuh."
"Pasti, Savita. Oh, ya, mana Liam?"
"Entahlah. Terakhir kali dia marah. Mungkin karena aku tidak menghubunginya sudah lama. Ya sudah, biarlah. Nanti juga baik-baik sendiri."
"Ya, Savita. Kupikir kamu benar. Dia pasti akan luluh, apalagi kalau kita sebagai kekasihnya mau mengalah, mengerti, juga selalu baik."
"Ya, Alice. Terima kasih sudah memberi dukungan."
"Ya. Sudah seharusnya begitu sebagai sesama perempuan. Lagipula aku lihat Liam sangat mencintaimu."
Savita tersipu. Alice memang biasa saja melihat ini, tapi dalam hatinya ia tertawa atas kebodohan yang tengah Savita perlihatkan.
"Wah! Kamu bisa berpendapat seperti itu. Sungguh. Aku senang mendengarnya."
Alice menampakkan ekspresi palsu. Ya, ekspresi ikut senang.