NIAR: Beda Kamar
Berlari mas Vian menghampiri ku. Dengan segala emosi yang bertumpuk di dadanya. Ia lantas memeluk ku dan tanpa memikirkan apapun lagi. Di ciumnya bibir ku ini dengan sekali hembusan napas. Erat sekali pelukan mas Vian bahkan nyaris membuat ku tak bisa bernapas.
Selesai mas Vian melumat bibir ku. Ia lantas berganti dengan mencium seluruh leher dan rambut ku. Sementara kedua tangannya pun semakin memberiku banyak tekanan.
Seolah ia ingin melampiaskan kelegaan. Diluapkannya semua hasrat dalam dirinya. Hingga membuat ku pun tak mampu menolak atau pun melawan.
"Kemana saja dirimu? Kenapa handphone mu tidak aktif?" Katanya usai melumat diriku.
"Daya handphone saya habis, Mas. Setelah itu langsung ada pemberitahuan pesawat saya akan berangkat. Karena terlalu senang, saya tidak memikirkan apa lagi. Langsung saja ke pesawat. Mas Vian khawatir ya. Maaf ya, Mas!"
"Hagh! Ya Tuhan! Ku Kira aku akan kehilangan mu, Niar!"
