NIAR: Bertaruh!
Namun faktanya, aku tidak benar-benar melihat kata tidak apa dari raut wajah mas Vian. Yang ada, aku hanya menangkap makna terpaksa ia mengizinkan aku untuk tetap bekerja. Wajahnya mas Vian pun terus terlipat usai perbincangan kami beberapa menit yang lalu. Tidak juga ia banyak bicara padaku. Jelas sekali ia menahan satu hal yang mengganjal dalam dirinya. Tapi ia memaksa dirinya untuk menerima keadaan. Yaitu keputusan ku untuk tetap bekerja.
"Mas!"
"Hemp?" Jawabnya yang sibuk dengan laptopnya.
Lihat! Panggilan ku pun tak ia indahkan. Bahkan sedikitpun dia tidak menengok atau melirik ke arah ku.
"Mas!" Panggil ku lagi.
"Hemp?"
Dan masih dia bertindak seolah tidak peduli.
Hagh!
"Saya ingin bicara!" Tambah ku.
"Apa lagi?" Jawabnya dengan balik bertanya.
Masih dengan posisi dan kesibukannya.
Ya Tuhan!
"Saya ingin bicara, Mas!" Kataku mengulang kalimat dengan sedikit aku memaksa ia mau melihat ku.
