VIAN: Jangan Pergi!
Tiba-tiba ku dengar kegaduhan dan suara benda jatuh yang berasal dari ruang istirahat. Detik itu juga lantas Dwi muncul lalu memanggilku dengan suara paniknya.
"Dokter!"
Ku palingkan pandanganku dari Risa. Berlari aku memasuki ruang istirahat. Dan...
"Hagh?"
Ku lihat sebagian tubuh Niar telah dipenuhi oleh darahnya. Baju dinas putihnya kini berubah warna menjadi merah terang. Nyaris tertutup dengan warna merah darah dan gumpalan anak ku.
Ya Tuhan!
Niar?
Panik? Tidak!
Aku leboh dari panik!
Khawatir?
Sangat!
Kacau?
Tentu saja aku sangat, sangat, sangat, sangat, sangat, sangat kacau.
Gemetar sudah seluruh tubuh ku mendekapnya yang kini tak lagi sadarkan diri.
"Niar! Niar! Niar! Niar! Niar buka mata mu, Niar. Niar!"
Bahkan setelah aku menepuk keras wajahnya. Juga bahkan setelah aku menekan sebagian dirinya. Kedua bola mata Niar terap terpejam.