Terlihat banyak mobil ambulance yang mendekat ke tempat itu.
suara yang terdengar sangat nyaring, perlahan memenuhi tempat yang menjadi saksi bisu, kematian seorang gadis SMA.
"Hey, cepat lihat dia!"
"Oh tidak, dia berlumuran darah. Bagaimana ini? Kita harus cepat membawanya ke rumah sakit!"
Saat itu, semua yang Annchi rasakan begitu cepat. Rasa sakit di sekujur tubuhnya karena tertabrak oleh mobil pada malam pergantian tahun baru, membuatnya tak bisa bergerak. Pandangannya buram oleh cahaya lampu mobil ambulance yang mendatanginya.
"Sakit, sakit sekali. Apa yang..."
Terlihat seorang pria tengah menangis kala itu.
"Fengying? Kenapa kau menangis? Semua ini karena-"
"Uhuk, uhuk, wueekk!" Darah kental perlahan keluar dari mulut Annchi dibarengi dengan rasa sakit yang amat menusuk di dadanya.
"Nafasku.. aku sudah tak bisa lagi, andaikan aku bisa mendapatkan kesempatan kedua."
"Oh, tidak. Dia sudah tak lagi bernafas."
Annchi akhinya menutup matanya dan dinyatakan meninggal dunia kala itu.
***
"Ugh~ kepalaku. Di mana aku sekarang? Kenapa semuanya terlihat bercahaya? Apakah aku sudah mati sekarang?"
"Ya, kau sudah mati tapi, bisa dibilang kau juga belum mati. Sekarang, aku akan menawarkan padamu sesuatu yang akan mengubah masa depanmu."
Annchi benar-benar terkejut mendengarkan apa yang dikatakan oleh suara tanpa wujud yang entah ada di mana kala itu.
"Apa yang kau inginkan? Apakah aku ini bisa hidup kembali? Sebenarnya apa maksudmu?"
Annchi ragu setelah itu, dia tak bisa percaya begitu saja dengan suara aneh yang dia dengarkan itu.
"Kau, kau ingin membalaskan dendam pada orang yang sudah membuatmu seperti saat ini?"
Deg. Deg. Deg.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh suara tanpa wujud itu, langsung tertanam jauh di dalam lubuk hati Annchi. Seketika dia terngiang-ngiang wajah dari Fengying-pria yang sudah mengatakan hal buruk padanya. Padahal mereka itu adalah kekasih yang saling mencintai.
Dalam hati Annchi, saat dia mendengarkan pengakuan cinta dari Fengying, semua itu bagaikan mimpi baginya.
Perlakuan baik Fengying, kasih sayang, perhatian, semua yang Fengying lakukan untuk Annchi itu hanyalah sekedar sandiwara sebagai bahan taruhan dengan teman-temannya.
Annchi pun memantapkan hatinya kala itu. Dengan segala rasa sakit karena merasa dipermainkan bahkan oleh pria yang dia anggap tak akan pernah membuatnya menangis itu, wanita yang sudah mati itu kemudian melihat lurus ke depan.
Tatapan yang tajam, dengan keyakinan hati yang tak bisa digoyahkan oleh apapun lagi. Itulah ketika Annchi memantapkan hatinya untuk membalas dendam pada semua yang sudah membuatnya menangis, terlebih pada Fengying.
"Baiklah, aku terima semua yang kau tawarkan."
"Hahaha, bagus, bagus sekali. Kau tak akan menyesal, kan? Karena aku akan mengambil sesuatu darimu suatu saat nanti sebagai gantinya," ujar suara tanpa wujud itu sambil tertawa dengan nyaringnya.
Tanpa berpikir panjang, Annchi langsung mengiayakan apa yang ditawarkan oleh suara itu.
"Baiklah, dalam hitungan ke tiga, kau akan hidup kembali."
"1."
"2."
"3."
***
Tap. Tap. Tap.
Suara langkah kaki terdengar jelas di telinga Annchi kala itu.
Saat dia membuka matanya, terlihat pria tinggi dengan tubuh yang kekar yang masih menggunakan pakaian seragam SMA-nya.
Pria itu tersenyum manis sambil membelai rambut Annchi yang masih mengumpulkan nyawa setelah bangkit dari kematiannya itu.
"Annchi, hei, kau jangan tidur di sini! Apa yang harus kulakukan kalau sampai guru datang dan menghukummu? Kau tahu kan, aku tak akan pernah membiarkan siapapun membuatmu bersedih."
Wajah Fengying kala itu sangat dekat dengan Annchi.
Tak lama kemudian, kesadaran Annchi pun kembali.
Dia langsung berdiri dari tempat duduknya dan langsung menangis dengan kerasnya.
"Huaaa, hic, hic."
Fengying benar-benar bingung saat dia melihat Annchi yang seketika menangis setelah bangun dari tidurnya itu.
"Hei, Annchi, ada apa? Jangan begini, aku sama sekali tak tahu kalau kau tak mengatakan sesuatu padaku."
Hati Annchi benar-benar sakit kala itu, dia kemudian kembali kenyataan di mana dia telah mendengar semua yang dikatakan Fengying pada teman-teman yang biasa membullynya itu.
Rasa marah bercampurkan kecewa yang meluap dalam hati Annchi sudah tak bisa dia tahan lagi.
Padahal, selama ini dia selalu bisa menahan semua hinaan yang ditujukan padanya. Akan tetapi, saat Fengying-pria yang selalu membelanya dan bahkan menyatakan cintanya pada Annchi tanpa melihat fisik yang dia miliki itu, membuat Annchi seakan-akan berhenti bernafas.
"Hei, kau-"
Tangan Fengying pun ditepis oleh Annchi. Fengying tak pernah melihat ekspresi yang kala itu ditunjukkan oleh Annchi di wajahnya.
Tatapan sedih dan kecewa yang sangat jelas di wajah Annchi, membuat hati Fengying sakit saat melihatnya.
"Ada apa dengan Annchi?" Fengying sangat bingung dengan apa yang terjadi kala itu.
Tak lama kemudian, Annchi pun bertanya pada Fengying dengan pertanyaan yang sontak membuatnya amat bahagia.
"Fenying, apakah benar kau mencintaiku?" Annchi menatap Fengying dengan mata sembabnya karena menangis kala itu.
"Tentu saja, aku sangat mencintaimu," jawab Fengying dengan senyuman yang merekah di wajahnya.
"Pembohong!" gumam Annchi sambil tersenyum pahit ke arah Fengying.
Setelah menanyakan semua itu Annchi pun langsung berpamitan pulang saat itu juga.
Fengying dengan wajah khawatirnya kemudian mengejar Annchi ke depan gerbang sekolah karena dia yang pergi tanpa sepatah kata pun padanya.
"Annchi, tunggu!" teriak Fengying sambil berlari menghampirinya.
Annchi pun berbalik dengan tatapan kosongnya.
"Ada apa, Fengying? Aku akan pulang."
"Anu, jadi begini. Aku akan mengatakan sesuatu sebentar malam. Apakah kau ada waktu untuk bertemu denganku? A-aku ingin memberikan sesuatu padamu!"
Fengying terlihat gugup kala itu. Dengan wajah yang memerah karena malu itu, membuatnya terlihat seperti anak kucing yang imut.
Annchi menatap wajahnya dalam.
"Apakah harus sampai seperti itu dia merencanakan semua ini? Aku sangat muak dengan ekspresi palsu yang dia tunjukkan itu."
"Baiklah, sebentar malam. Kita harus bertemu di mana?"
"Di taman bermain, aku akan menunggu di sana. Kita akan melihat kembang api pergantian tahun bersama," ucap Fengying sambil tersenyum dengan manisnya.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi!"
Annchi pun pergi melewati gerbang sekolah kala itu.
Fengying masih dalam posisi malunya sambil melihat Annchi-wanita yang dia sukai itu pulang ke rumah, tanpa tahu bahwa hari itu menjadi hari terakhir dia melihat Annchi manis dan imut itu.
***
"Apakah yang kamu katakan itu benar, Nak? Kamu ingin sekolah ke luar negeri?"
"Iya, Ibu. Aku akan pergi ke luar negeri sampai aku mendapatkan pekerjaan nantinya," jawab Annchi yang kala itu tengah memasukan pakaiannya ke dalam koper.
"Baiklah, Sayang. Ibu akan selalu mendukung apapun yang kamu inginkan. Asal kamu bahagia," balas Ibu Annchi sambil menepuk bahunya.
Sekarang, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Itu adalah waktu pertemuan Fengying dan juga Annchi.
Kala itu, Fengying di rumahnya tengah bersiap dengan penampilan yang sangat berbeda.
Baju baru yang dia pakai dan riasan yang membuatnya terlihat seperti artis.
"Baiklah, sudah semua. Aku harus pergi sekarang. Malu rasanya jika wanita yang harus menunggu pria, hehe," ucap Fengying sambil menatap cermin.
Setelah itu, Fengying pun pergi bersama dengan Annchi yang juga berangkat ke airport.
Ting-nong!
"Pesawat dengan tujuan Paris, akan segera berangkat, harapa para penumpang..."
Suara pemberitahuan yang kala itu didengar Annchi berubah menjadi samar saat dia mendengarkan suara ponsel yang tertulis di layarnya Fengying.
Fengying yang sudah menunggu selama setengah jam itu, merasa bahwa ada sesuatu yang aneh, maka dari itu dia pun menelepon Annchi. Akan tetapi, Annchi sama sekali tak mengangkat teleponnya.
"Sudah cukup!"
Annchi langsung mematikan ponselnya dan membuangnya ke tempat sampah.
Itulah saat terakhir pertemuan mereka. Fengying merasa ditinggalkan oleh Annchi dan Annchi yang merasa telah dikhianati oleh Fengying.