Seperti pemutaran berulang-ulang suara yang di edit di internet. Kalimatnya seolah-olah terus terngiang di telinganya. Serangan mulut kakaknya seperti pukulan yang sangat telak menembus ulu hatinya!
Kakak ketiga memproses ucapan kakaknya itu dengan terdiam. Beberapa saat tubuhnya juga masih terdiam.
Mata dengan bulu mata panjang yang bahkan lebih lentik daripada gadis-gadis itu sudah semerah darah dan ingin menangis, "Kakak, kau tidak pernah membenciku seperti ini ..."
Tapi nyatanya hati Si Kakak tak tersentuh sama sekali. Lu Boran masih setia dengan memasang wajah poker face nya. Seolah mengatakan 'aku memang tidak menyukaimu'.
Kakak ketiga jadi sedih bukan kepalang. Bagaimana bisa cara jitunya yang sudah dilakukannya dari zaman purba sudah tidak mempan lagi. Setelah itu Lu An akhirnya keluar rumah.
Hari ini Lu An berpenampilan lebih sederhana dari sebelumnya. Ia mengenakan kaos putih yang dipadukan dengan celana kulot warna merah.