Chapter 3 - DAFFA

" Assalamu'alaikum soleh solehanya Ummi!" sapa Fatma pada kedua anaknya yang sedang dipakaikan pakaian oleh babysitter mereka. Sejak hamil lagi, Brian menyuruh Fatma memakai jasa babysitter agar Fatma tidak kelelahan.

" Ayaikumcalam, mi!" jawab mereka berdua.

" Alhamdulillah! Apa anak-anak Ummi siap sekolah?" tanya Fatma.

" Ciap, Mi!" jawab Zabran.

" Ja gak au, Mi!" rengek Briza.

" Lho, kenapa solehanya Ummi nggak mau sekolah?" tanya Fatma yang mendudukkan dirinya di sofa lalu mengangkat Briza untuk dipangkunya.

" Ja au kelja ma Abi!" jawab Briza. Fatma menghela nafasnya, memang Brian sering mengajak Briza ke kantornya jika mereka mengajak Briza mengantar Fatma memeriksakan kandungannya.

" Iza mau seperti Abi?" tanya Fatma memakaikan hijab di kepala Briza.

" Au, Mi!" jawab Iza semangat.

" Kalo gitu biar pinter seperti Abi, Iza harus banyak ilmu! Bagaimana caranya agar banyak ilmu? Dengan sekolah, sayang!" tutur Fatma.

" Ayus, ya, Mi?" tanya Briza lagi.

" Iya, sayang! Biar pinter dan bisa sukses seperti Abi!" kata Fatma lagi.

" Ja au, Mi! Ayo, Kak!" kata Briza mengajak Zabran dengan semangat.

" Kita sarapan dulu, yuk! Abi udah nunggu dari tadi!" kata Fatma. Kedua anak mereka menganggukkan kepalanya lalu menggandeng tangan kanan dan kiri Fatma.

" Ros! Mbun! Nanti kalian antar mereka ke kelasnya dan tunggu sampai pulang!" kata Fatma.

" Iya, Us!" jawab mereka berdua bersamaan.

Fatma selama 2 tahun belakangan ini menerima undangan untuk bertausiyah, walau hanya undangan dari sekolah TK dan SD saja karena Brian memberikan izin padanya jika melakukan itu. Dan Brian memberikan dia izin untuk membuka online shop di samping rumah mereka dengan menjual berbagai keperluan muslimah. Hanya muslimah! Muslim dilarang keras untuk mendekat.

" Assalamu'alaicum, Abi!" sapa kedua anak mereka.

" Wa' alaikumsalam! Subhanallahu! Cantik sekali putri Abi!" jawab Brian yang sedang meminum kopinya, dia melihat Briza berlari dan menempel padanya. Sedangkan Zabran langsung duduk di kursi dekat kursi Fatma.

" Abi, geliiii!" teriak Briza yang di kitikin oleh Brian.

" Zab!" sapa Brian saat mendudukkan Briza di sebelahnya dan melihat putranya.

" Abi!" balas Zabran tegas. Fatma sebenarnya sedih melihat kekakuan antara Brian dan Zabran, tapi itulah Brian, dia memang mendidik anak laki-lakinya terlebih anak pertama untuk menjadi laki-laki yang bertanggung jawab, kuat dan tegas, karena dia yang akan menjaga adik-adiknya nanti. Brian memang sedikit menjaga jarak pada Zabran agar dia tidak menjadi anak yang manja dan lemah.

" Kita mulai!" kata Brian tegas.

" Briza!" panggil Fatma setelah Briza duduk dengan tenang di depannya.

Fatma mengambilkan makan dan minum untuk suaminya lalu untuk kedua anaknya, terakhir untuk dirinya. Anak-anak disuapi kedua babysitter mereka karena Fatma harus melayani Brian. Brian yang mendapat giliran membaca do'a sebelum makan, lalu mereka makan bersama-sama dengan tenang. Sesekali Fatma membersihkan makanan yang ada disudut bibir suaminya dan memenuhi keinginannya.

" Tambah minumnya, Ummi!" kata Brian.

Brian dan Fatma memang memanggil Abi dan Ummi jika di depan anak-anak mereka. Fatma dengan sabar menuangkan lagi air putih di gelas kosong suaminya. Setelah semua selesai, Brian kembali membacakan do'a selesai makan dan mereka beranjak dari tempatnya dan berpindah ke ruang tengah.

" Bagaimana sekolahmu, Zab?" tanya Brian datar.

" Baik, Abi!" jawab Zabran.

" Abi mau nilai kamu naik semester ini! Cukup sekali saja kamu kalah karena sakit kemarin!" kata Brian tegas. Fatma hanya menghela nafasnya mendengar perkataan keras suaminya pada putra sulungnya.

" Iya, Abi!" jawab Zabran tegas.

" Ab..."

Fatma menghentikan ucapannya saat dilihatnya wajah suaminya yang menatapnya penuh intimidasi dan ketidaksukaan. Brian tidak suka jika perkataannya dibantah ataupun dipotong. Fatma menatap nanar putranya, dia sebenarnya sedih melihat kekerasan Brian dalam mendidik Zabran, tapi dia tidak berani membantah suaminya itu.

" Tuan Muda! Nona Muda!" sapa Rosma dan Embun bersamaan setelah keduanya selesai sarapan.

" Jab bangkat, Abi!" pamit Zabran yang berdiri dan menyalami tangan Brian dengan menciumnya.

" Hmm!" jawab Brian.

" Ummi!" panggil Zabran mengulurkan tangannya dan disambut pelukan oleh Fatma.

" Ehmmm!" Brian berdehem, dia tidak suka jika Fatma membuat lemah Zabran.

Fatma mengurai pelukannya karena Zabran yang mendengar deheman abinya.

" Belajar yang rajin, ya!" pesan Fatma.

" Iya, Ummi!" jawab Zabran.

" Ja bangkat, Abi!" kata Briza manja pada Brian.

" Anak Abi harus pintar, Ok!" ucap Brian lembut.

" Ciap, Bos!" jawab Briza lucu sambil bersikap hormat.

Brian mencium rambut putri sulungnya dengan penuh kasih sayang.

" Ummiiii!" panggil Briza memeluk Fatma dan mencium kedua pipinya.

" hati-hati, ya, sayang!" jawab Fatma membalas pelukan putrinya.

" Iya, Ummi!" jawab Briza.

Zabran tidak pernah merasa iri sama sekali pada adik kembarnya, karena dia merasa jika dia adalah seorang anak laki-laki yang harus bersikap sebagai laki-laki sejati.

" Assalamu'alaicum!" pamit mereka.

" Wa'alaikumsalam!" sahut keduanya.

Beberapa saat setelah mereka tidak terlihat dari pandangan Fatma, Brian berdiri.

" Aku pergi!" ucap Brian. Fatma menganggukkan kepalanya lalu membawakan tas kerja suaminya dan mengantar Brian sampai di depan pintu.

" Semoga Allah selalu melindungimu! Cepat pulang! Istri dan anak-anak menunggu dirumah!" kata Fatma lalu mencium punggung tangan kanan suaminya. Brian mengecup kening, mata, pipi, hidung dan bibir istrinya. Fatma hanya diam tanpa berbuat apapun.

" Apa kamu marah?" tanya suaminya.

" Nggak!" jawab Fatma datar.

Brian menghembuskan nafasnya dengan keras.

" Aku mencintaimu!" kata Brian memeluk istrinya.

" Aku juga!" jawab Fatma.

Lama mereka diam saat Brian memeluk istrinya dan Fatma hanya menepuk sekali punggung suaminya.

" Assalamu'alaikum!" kata Brian.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma. Brian masuk ke dalam mobilnya lalu melambaikan tangannya Fatma membalas lambaian tangan tersebut dan Brian meniupkan ciumannya dari dalam mobil yang dibalas senyuman oleh Fatma.

Fatma membuka tokonya karena pegawainya telah datang menunggu di depan toko.

" Assalamu'alaikum, Ustadzah!" sapa mereka bertiga.

" Wa'alaikumsalam! Ayo, masuk!" balas Fatma.

" Iya, Us!" jawab mereka.

Mereka bertiga mulai membuka toko dan membersihkan juga menata manekin yang dipajang di etalase toko. Fatma duduk di kursinya yang terletak agak di belakang dan tersekat sebuah kaca. Dia sambil memeriksa pembukuan tokonya.

" Assalamu'alaikum!" sapa beberapa orang wanita yang berhijab.

" Wa'alaikumsalam!" balas semua yang ada di dalam toko.

" Silahkan masuk! Selamat datang di toko kami!" ucap Erna, salah satu pegawai Fatma.

Mereka masuk dan melihat-lihat isi toko Fatma. Toko Fatma terbilang lumayan ramai dan laku, karena dia sedikit kewalahan menerima permintaan kerudung dari Malaysia dan Brunei. Karena itu Fatma meminta tolong Briana untuk membantunya menangani mereka.

" Kak!" panggil Briana.

" Ya, Bre?" balas Fatma.

" Semua pesanan dari Datuk Noor sudah selesai, kapan mau dikirim?" tanya Briana.

" Sebentar lagi Daffa datang, dia akan membawa barang-barangnya!" kata Fatma.

Deg! Jantung Briana rasanya berdetak sangat kencang. Kenapa Daffa harus datang saat dia disini? batin Briana.

" Aku pamit ke rumah dulu, Kak!" kata Briana.

" Iya!" jawab Fatma santai.

" Assalamu'alaikum!" Daffa mengucapkan salam.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Salma.

" Kakakku ada?" tanya Daffa.

" Ada, Pak, diruangannya!" kata Salma.

" Trima kasih, Sal!" kata Daffa.

" Sama-sama, Pak Daffa!" jawab Salma dengan tersenyum.

Daffa berjalan masuk ke dalam dengan langkah pelan. Beberapa mata pembeli menatap kagum pada adik Fatma itu.

" Mbak! Itu siapa?" tanya salah seorang pembeli.

" Itu adaiknya Ustadzah Zahirah!" jawab Erna.

" Oooo...ganteng banget!" sahut pembeli itu.