Jeongsan duduk di depan kedai milik kakek-neneknya sembari mengamati orang-orang yang keluar dan masuk dari sana. Bocah berusia empat tahun itu mengamati setiap orang dan sesekali sibuk menggambar di buku sketsanya. Setiap hari Jeongsan akan singgah di kedai kakek-neneknya sepulang sekolah sampai malam hari. Bocah itu dititipkan sampai Jiwon dan suaminya pulang dari kantor. Kedai yang dilantai atasnya terdapat ruang berisitirahat itu adalah milik tuan Jung alias ayah Eunha dan Ji-won.
Kedai pemberian mantan calon menantunya itu sudah berdiri sejak tahun dua ribu duapuluh tujuh. Awalnya hanya untuk mengisi waktu luang saja karena Tuan Jung memutuskan untuk pensiun di kantornya dulu. Namun makin ditekuni justru kedai itu makin sukses dan berhasil membuka cabang dimana-mana. JK adalah lelaki yang sangat perhatian pada keluarga kekasihnya. Maka saat Tuan Jung curhat karena bosan sudah tidak bisa bekerja lagi, lelaki itu langsung membelikan kedai untuk berbisnis. Bahkan kedainya pun ada dikawasan elit Itaewon. Meski kedai itu ada dikawasan rumah JK yang sekarang, namun lelaki itu tidak pernah berkunjung setelah putus dengan Eunha. Tentu saja canggung jika bertemu dengan mantan calon mertua.
Kembali lagi pada Jeongsan yang malam-malam begini masih betah duduk di depan kedai sambil menggambar. Selain kerap menunggu ayahnya yang tak pernah ia temui dirumah, anak itu juga menuggu ayahnya di kedai. Barangkali ayahnya adalah salah satu pengunjung di kedai itu. Nyonya Jung yang khawatir dengan Jeongsan karena malam-malam masih duduk di luar pun mendekati cucu semata wayangnya itu.
"Jeongsan-iee, anak pintar. Ayo kita masuk ke dalam. Cuaca sangat dingin". Nyonya Jung melambai di depan pintu kedai. Jeongsan menghela nafas panjang lalu cemberut.
"Aku belum mengantuk, haelmoni". Sahut anak itu sambil terus fokus menggoreskan crayon di buku sketsanya. Nyonya Jung pun mendekati Jeongsan.
"Tidak baik anak kecil duduk sendirian di depan kedai. Kalau diculik bagaimana? Haelmoni dan harabeoji kan sibuk melayani pelanggan". Nyonya Jung melihat kearah buku yang digambar Jeongsan.
"Oh? Kenapa lagi-lagi Jeongsan menggambar pelanggan laki-laki? Padahal banyak juga pelanggan perempuan". Komentar nyonya Jung. Agak aneh memang karena Jeongsan kerap menggambar para pelanggan di kedai, namun yang sering digambarkan hanyalah pelanggan laki-laki.
"Siapa tahu salah satu orang itu adalah Appa-ku". Sahut Jeongsan polos. Nyonya Jung menghela nafas. Ternyata Jeongsan masih mengharapkan kedatangan ayahnya. Perempuan itu tentu tahu siapa ayah Jeongsan, sosoknya ada dan dekat dengan mereka. Namun sayang, ia tak bisa memberi tahu Jeongsan.
"Jeongsan-iee, dengarkan Haelmoni...". Nyonya Jung mengambil peralatan menggambar Jeongsan dengan lembut lalu menatap cucunya yang sangat mirip dengan JK.
"Suatu saat nanti jika Tuhan sudah memutuskan waktu yang tepat, Appa Jeongsan akan datang. Jeongsan hanya perlu...".
"Menjadi anak yang baik". Potong Jeongsan dengan mata berkaca-kaca. Anak itu sampai hafal dengan nasehat yang selalu diberikan ibu, bibi, paman, nenek, dan kakeknya.
"Apa Jeongsan belum menjadi anak yang baik selama ini sehingga Tuhan tidak segera mengirim Appa pulang?". Lanjut anak itu dengan pilu. Nyonya Jung langsung memeluk Jeongsan dan menenangkan cucunya.
"Anni! Jeongsan sudah menjadi anak yang baik, sangat baik".
"Kalau begitu berarti Tuhan tidak menyayangi Jeongsan". Teriak Jeongsan lalu mendorong neneknya.
"Jeongsan-ahh! Tidak boleh seperti itu. Nanti Tuhan marah. Ayo cepat minta maaf pada Tuhan!". Nyonya Jung memarahi Jeongsan. Kaget karena Jeongsan bisa berbicara seperti itu.
"Tidak mau! Kenapa hanya Jeongsan yang tidak punya ayah?! Kenapa teman-teman Jeongsan bisa bermain dan diantar ayahnya? Kenapa hanya Jeongsan yang harus selalu menunggu Eomma? Kenapa Haelmoni? Apa Tuhan tidak menyayangi Jeongsan?!". Hati Nyonya Jung terenyuh seketika. Perempuan itu menggeleng sambil meneteskan air mata. Betapa sedihnya Jeongsan yang penantiannya tak kunjung usai. Betapa sedihnya Jeongsan yang diam-diam iri pada teman-temannya yang punya ayah.
"Tuhan sangat menyayangi Jeongsan. Untuk itulah Tuhan membuat Jeongsan selalu berharap dan berdoa pada-Nya". Nyonya Jung hendak memeluk Jeongsan namun anak itu menolak. Jeongsan berdiri lalu menatap neneknya dengan kesal.
"Bohong! Mulai sekarang Jeongsan tidak mau jadi anak baik lagi!". Teriak anak itu lalu berlari begitu saja masuk ke dalam kedai yang cukup ramai. Sementara itu Nyonya Jung mendadak lemas dan menangisi penderitaan cucunya.
Pukul 23.00 KST, Eunha baru tiba di kedai orangtuanya untuk menjemput Jeongsan. Kedai hampir tutup dan ayahnya terlihat sedang beres-beres. Orangtua Eunha lebih memilih menginap di kedai daripada pulang ke rumah, jadi rumah besar dihuni oleh Ji-won dan suaminya.
"Oh? Kau datang untuk menjemput Jeongsan? Tumben". Kata Tuan Jung saat Eunha duduk di meja yang sedang ia bereskan.
"Appa, perkataanmu sungguh menyinggung". Canda Eunha hingga membuat ayahnya terkekeh. Memang selama ini Eunha jarang menjemput Jeongsan, ia baru mulai pulang awal sejak dua hari lalu.
"Syukurlah kau mulai memikirkan anakmu". Kata Tuan Jung bercanda namun menyindir secara bersamaan. Eunha berdecih mendengarnya.
"Yak! Aku selalu memikirkan Jeongsan. Mana pernah aku tidak memikirkannya". Sahut Eunha membela diri.
"Kau tahu hari ini Jeongsan marah-marah, tidak seperti biasanya. Dia bahkan berteriak pada ibu-mu". Cerita Tuan Jung.
"Jinjja? Woah, anak itu biar aku marahi". Eunha sudah hendak pergi namun dicegah oleh Tuan Jung.
"Biarkan saja. Dia sudah mengalami masa sulit selama ini. Wajar sewaktu-waktu emosinya meledak. Jeongsan sudah memendam terlalu lama". Perkataan Tuan Jung membuat Eunha menunduk. Perempuan itu sadar jika apa yang terjadi pada Jeongsan selama ini karena kesalahannya. Ia gagal menjadi seorang ibu, gagal mendidik anak, gagal segala-galanya.
"Appa, aku harus apa? Jeongsan tumbuh dengan cepat dan dia semakin sering menanyakan kapan ayahnya pulang. Hal yang aku takutkan selama membesarkan Jeongsan adalah tentang pertanyaan siapa dan dimana ayahnya". Cicit Eunha. Suatu saat nanti bahkan kalau Jeongsan sudah remaja, mungkin anak itu akan mencari dimana ayahnya berada. Eunha takut Jeongsan bertambah besar, takut sekali.
"Semangat-lah. Apapun keputusanmu, kami selalu mendukung". Hanya itu yang bisa Tuan Jung katakan pada putrinya. Eunha adalah ibu Jeongsan, perempuan itu yang paling berhak memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan Jeongsan. Jujur jauh didalam lubuk hatinya tentu menurut Tuan Jung, lebih baik Jeongsan segera dipertemukan dengan ayahnya. Namun Tuan Jung tak sampai hati mengatakannya, sebab ayah Jeongsan merupakan sumber luka bagi Eunha sendiri.
***
Eunha naik kelantai atas lalu mendekati Jeongsan yang tidur membelakangi neneknya. Rupanya anak itu masih ngambek karena kejadian tadi. Nyonya Jung yang tahu anaknya datang pun nampak senang, ia juga menceritakan tentang hal yang membuat Jeongsan marah hari ini. Setelah itu Nyonya Jung memberi ruang bagi Eunha dan Jeongsan berdua.
"Jeongsan-iee, Eomma pulang". Bisik Eunha mencoba membangunkan Jeongsan. Jeongsan senang karena sekarang ibunya pulang dan menemaninya tidur. Namun karena masih marah, Jeongsan tidak mau berbalik untuk melihat ibunya.
"Oh, rupanya Jeongsan sudah tidur. Huft, sayang sekali. Padahal besok pagi-pagi Eomma harus bekerja. Jeongsan tidak bisa bertemu Eomma dong". Eunha tahu Jeongsan sedang mode marah, maka perempuan itu sengaja menggoda. Setelah mendengar perkataan ibunya, Jeongsan cepat-cepat berbalik dan menatap Eunha.
"Eomma, Jeongsan tidak mau jadi anak baik lagi". Kata anak itu dengan bibir mengerucut.
"Benarkah? Kenapa?". Tanya Eunha sambil memeluk Jeongsan erat.
"Karena hanya Jeongsan yang tidak diberi ayah oleh Tuhan". Eunha terkekeh mendengar perkataan Jeongsan.
"Jeongsan-iee apa kau tahu? Jeongsan tidak akan lahir kalau tidak ada ayah. Jadi Jeongsan sebenarnya diberi ayah oleh Tuhan". Jeongsan lantas menatap Eunha dengan mata berbinar.
"Jinjja? Lalu dimana Appa?". Tanya Jeongsan untuk yang kesekian kalinya.
"Appa sedang berkerja ditempat yang sangaaaaaat jauh, dan belum bisa pulang untuk menemui Jeongsan".
"Kenapa hanya Appa Jeongsan yang berkerja ditempat yang jauh? Appa Geum Do dan Appa Jaeyuk juga bekerja. Jarang pulang tapi bisa menemui mereka, kenapa Appa Jeongsan tidak?". Jeongsan semakin banyak bertanya dan pintar, tentu saja Eunha kuwalahan menjawab berbagai pertanyaan anak itu.
"Yak! Jeongsan-ahh! Kenapa kau hanya terus menanyakan Appa-mu? Apa kau tidak suka tinggal dengan Eomma Eoh?". Karena merasa tidak bisa menjawab pertanyaan Jeongsan dengan kalimat yang tepat, Eunha pun pura-pura ngambek.
"Tentu saja suka, suka sekali". Sahut Jeongsan cepat. Eunha tersenyum kecil lalu memeluk Jeongsan lebih erat lagi.
"Kalau begitu jangan tanyakan Appa-mu terus, Eomma cemburu". Eunha memejamkan mata dan memendamkan wajahnya di puncak kepala Jeongsan.
"Eomma, bolehkah Jeongsan marah dengan Tuhan sebentar?". Tanya Jeongsan lagi. Eunha terkekeh karena paham kenapa anak itu hendak marah para Tuhan.
"Tiga hari Eomma ijinkan Jeongsan marah pada Tuhan, tapi setelah itu kembali jadi anak yang baik. Arra?". Nasehat Eunha. Eunha memberikan waktu pada Jeongsan untuk meluapkan segala emosi yang anak itu pendam selama tiga hari kedepan. Semoga setelah itu semua berjalan seperti semula.
"Heumm...". Gumam Jeongsan lalu membalas pelukan Ibunya. Dan akhirnya keduanya tertidur di kedai.
***
JK menutup telinganya dengan bantal, siapa sih pagi-pagi begini sudah memencet bel rumahnya dengan brutal? Lelaki itu melirik jam weker yang terletak diatas nakas dengan satu matanya.
"Haish... Ini baru pukul enam kenapa Ung Hyung sudah datang?". Gerutu lelaki itu, mengira jika orang gila yang memencet bel rumah orang pagi-pagi adalah Ung PD-nim. Dengan gontai tanpa mengenakan kaosnya lebih dulu, JK berjalan menuruni tangga dan berjalan susah payah menuju pintu.
Lelaki itu membuka pintu rumah dan tamu yang sebenarnya menyapa dengan ramah.
"Good morning". Eunha tersenyum dipaksakan sambil mengangkat sebelah tangannya.
"Oh? kau, sayang". Sepertinya nyawa JK masih belum terkumpul, lelaki itu lupa jika ia dan Eunha sudah putus. JK sudah hendak mencium bibir Eunha namun dengan sigap perempuan itu menahan wajah JK dengan telapak tangannya.
"Yak! Apa kau gila?!". Omel Eunha. JK lalu mengucek matanya, lelaki itu salah tingkah begitu menyadari jika saat ini bukanlah di masa lalu.
"Mian, ku kira tadi mimpi". Eunha mendengus lalu menerobos begitu saja masuk kedalam rumah JK. Berasa rumah sendiri, bosquee...
"Lagian kenapa kau tidak membuka pintunya sendiri, kau kan sudah tahu password-nya". Omel JK sambil menguap lebar. Info saja, JK tidak pernah mengganti password rumah bahkan setelah putus dari Eunha.
"Kenapa rumahmu tidak ada perubahan? Semua perabotnya masih diletakkan ditempat yang sama". Komentar Eunha sambil melihat-lihat rumah JK. Tidak ada yang berubah sama sekali, masih sama seperti lima tahun yang lalu.
"Aku tidak mau menghapus kenangan, nanti kalau diubah suasananya pasti berbeda. Shireo".
"Nde?".
"Kau cerewet sekali! Aku masih ngantuk, kau datang terlalu pagi!". Omel JK sengaja mengalihkan pembicaraan. Lelaki itu menuju sofa dan berbaring disana.
"Kau saja yang tidak mengecek ponsel. Syuting dimajukan karena aku harus melakukan pre-recording". Sahut Eunha lalu berjalan menuju kulkas.
"Yak! Aku bahkan belum mandi. Bagaimana mungkin syuting dalam keadaan begini?". Protes JK lalu menyusul Eunha. Lelaki itu duduk dipantry dan meneguk air putih.
"Santai saja, aku juga belum mandi. Nanti sebelum pergi aku numpang mandi di sini". Kata Eunha dengan santainya.
Byurrrr....
JK menyemprotkan air yang baru saja ia teguk saking kagetnya. Apa tadi yang Eunha katakan? Numpang mandi dirumahnya? Numpang mandi di rumah mantan yang belum bisa move on?
"Kenapa? Tidak boleh?". Tanya Eunha setelah melihat reaksi JK.
"Yak! Kau gila? Memangnya hubungan kita ini apa sampai kau tidak sungkan menumpang mandi di rumahku?". Wajah JK memerah. Bagaimana pun juga ia seorang pria, kalau ada perempuan yang mandi di rumahnya tentu akan membayangkan yang aneh-aneh.
"Eummm... Bukankah kita rekan kerja? Wajar saja kan rekan kerja menumpang mandi dirumah rekan kerjanya?". Entahlah jujur memang Eunha hanya berpikir sependek dan sesederhana itu. Tidak ada niat menggoda JK atau semacamnya.
"Hhhh... Lakukan saja semaumu". Ujar JK frustasi lalu naik kelantai atas untuk memakai kaosnya. Setidaknya mencuci wajah agar terlihat pantas saat nanti disorot kamera.
"Gomawo!". Teriak Eunha sebelum JK menghilang dari tangga.
Eunha membuka kulkas JK dan menutup hidungnya setelah aroma alkohol menguar dari sana. Isi kulkas JK tujuh puluh persen alkohol, sisanya ramyeon dan susu. Tidak ada yang menyehatkan disini selain susu. Eunha menutup pintu kulkas dengan kasar lalu cemberut sambil berpangku tangan di pantry. Ia sedih karena tidak ada camilan. Eunha tadi berlari dari kedai ke rumah JK, tidak sempat sarapan. Jadinya lapar sekali.
"Bagaimana mungkin seseorang yang hanya minum alkohol dan makan ramyeon bisa memiliki tubuh sebugar itu? Hhh... Benar apa kata Jeongsan kalau Tuhan itu tidak adil". Gumam Eunha sambil mengelus perutnya yang keroncongan. Ia saja agar memiliki tubuh langsing begini harus diet dan rajin pilates.
"Membicarakan orang dibelakang itu tidak baik, bicarakan saja didepan orangnya secara langsung". Tiba-tiba JK muncul dan duduk tepat didepan Eunha. Lelaki itu kini nampak segar setelah mencuci muka dan memakai Hoodie putih.
"Kau serius hanya minum alkohol dan makan ramyeon? Kenapa kau masih hidup?". Ejek Eunha dengan wajah polosnya. JK terkekeh mendengar perkataan perempuan itu.
"Yak! Kau pikir aku tidak menyayangi tubuhku sendiri? Aku jarang pulang ke rumah, lebih banyak menghabiskan waktu di dorm". Jelas JK yang membuat Eunha manggut-manggut saja.
"Wae? Mau mabuk di pagi hari bersamaku?". Canda JK. Eunha memutar bola matanya malas. Perempuan itu tidak menanggapi dan memilih pindah duduk di sofa. Eunha menyandarkan punggungnya lalu memejamkan mata. JK tersenyum kecil lalu menyusul perempuan itu.
Ia tidak berkomentar apapun, hanya sibuk menatap wajah Eunha dari jarak dekat. Pagi ini Eunha tidak memakai riasan apapun, bahkan penampilannya juga biasa saja. Rambut dicepol, celana training, dan kaos biru laut ketat lengan pendek. Namun entah kenapa JK selalu terpesona pada perempuan itu.
"Menatap wanita secara terang-terangan merupakan pelanggaran hukum. Kau harus ditangkap polisi". Omel Eunha lalu perlahan membuka matanya.
"Kenapa semua yang aku lakukan selalu melanggar hukum? Tidak adil". Protes JK. Melihat sebentar saja masa tidak boleh, kesempatan langka bisa berduaan dengan Eunha seperti ini.
"Tentu saja. Kau membuat hatiku goyah dan selalu bisa mencuri hatiku! Kau harus dipenjara". Batin Eunha meronta.
"Diamlah! Aku mau memejamkan mata sebentar sebelum Ung PD-nim datang. Aku lelah". JK menurut, lelaki itu membiarkan Eunha berisitirahat sambil diam-diam mencuri pandang. Lama memperhatikan, JK ikut tertidur. Tanpa sadar lelaki itu tidur dipundak Eunha. Ditempat yang sama dan dengan orang yang sama pula, mereka berdua pernah melukis kenangan dirumah ini.
Flashback...
Eunha menangis begitu melihat hasil testpack-nya, ia dan JK tidak berhati-hati sehingga hubungan cinta yang terlalu intim itu membuahkan hasil. Pada saat itu Eunha jelas kaget karena sedang sibuk-sibuknya di B-Friend. JK juga demikian, masih sibuk di BNT bahkan lebih sibuk.
"Ottokhae, aku sangat takut. Kenapa bisa jadi bayi. Jungkook-ahh, ottokhae. Bawa benda ini denganmu". Rengek Eunha bak anak kecil karena pada dasarnya saat itu mereka masih terbilang muda.
"Kalau benda itu bisa dipindahkan, aku bersedia menampungnya. Tapi jelas tidak bisa. Gwenchana-gwenchana... Kau hanya perlu menampungnya selama sembilan bulan". Ujar JK mencoba menenangkan.
"Yak! Bagaimana mungkin aku hamil saat masih aktif di grup? Aku bisa dikeluarkan pabbo! Hiks...". Eunha kembali menangis. Hidung perempuan itu memerah, JK yang gemas lantas menarik hidungnya.
"Coba bayangkan kalau bayi itu dipertahankan, kira-kira akan mirip siapa saat lahir nanti?". Pertanyaan JK membuat Eunha berhenti menangis.
"Tentu saja akan mirip denganku. Kan aku yang menampungnya". Protes Eunha.
"Kalau ternyata mirip denganku?". Tanya JK jahil. Eunha tiba-tiba menyender manja dibahu JK.
"Itu berarti aku sangat mencintaimu. Anak ini mirip kau karena aku selalu memikirkanmu". Kata Eunha malu-malu. JK tersenyum mendengarnya, laki-laki itu mencium pipi Eunha dengan gemas. Karena obrolan sederhana dan konyol itu, Eunha yang tadinya takut karena hamil pun jadi antusias menunggu bayinya lahir ke dunia. Ia ingin tahu apakah bayi itu mirip dengannya atau JK.
Flashback end...
"Ternyata aku memang sangat mencintaimu". Eunha yang lebih dulu terjaga menatap wajah JK di pundaknya. Sebelah tangan perempuan itu menyentuh pipi JK pelan. Padahal ia hanya tertidur lima belas menit, tapi bisa-bisanya kenangan lima tahun yang lalu muncul di dalam mimpinya. Eunha menelisik wajah JK yang sudah banyak berubah, masih tampan namun terlihat matang. Seperti Jeongsan, JK juga tumbuh dengan sangat cepat. Eunha memberanikan diri untuk mengusap pipi JK, tanpa sadar air matanya menetes dipelupuk mata. Ia merindukan lelaki ini.
Grept!
Tangan JK tiba-tiba menggenggam sebelah tangan Eunha yang masih betah mengelus pipinya. JK masih memejamkan matanya, merasakan sentuhan Eunha diwajahnya. Eunha tentu terkejut, perempuan itu hendak menjauh namun JK sudah lebih dulu menguncinya dengan tatapan mata. Keduanya saling pandang dan menyelami manik mata satu sama lain, ada cinta yang jelas tertulis disana. JK pun memberanikan diri menyentuh sebelah pipi Eunha. Tidak ada penolakan, Eunha nampaknya belum sadar akan tindakannya saat ini. Dengan mata saling menatap dan pipi yang saling menyentuh wajah satu sama lain, insting itu bergerak dengan sendirinya.
JK mendekatkan wajahnya ke wajah Eunha, matanya fokus menatap bibir perempuan itu. Eunha masih terpana dan menikmati kebodohannya saat ini. Mungkin saat sadar nanti, Eunha tidak akan punya muka untuk bertemu dengan JK.
Sebenarnya insiden terbawa suasana itu akan terjadi kalau saja bel rumah tidak berbunyi.
Ting... Nong!
Eunha dan JK langsung menjaga jarak. Eunha diujung kursi, sementara JK di ujung yang satu lagi. Jantung mereka sama-sama berdetak anomali, juga sama-sama gugup.
"Ah, mungkin itu Ung PD-nim. Aku akan membuka pintunya". Ujar Eunha tergagap-gagap. Perempuan itu berlari kecil kearah pintu sambil merutuki dirinya sendiri. Sementara JK memukul kepalanya beberapa kali karena tidak bisa mengendalikan diri. Lalu mengekori Eunha dibelakang.
"Ung PD-nim kenapa?...". Eunha membulatkan matanya setelah melihat siapa yang datang.
"Taehe Oppa?". Lanjut Eunha. Taehe sama terkejutnya seperti Eunha. Bagaimana tidak kaget kalau Eunha ada dirumah JK pagi-pagi begini. Penampilannya seperti baru saja bangun tidur pula.
"Eunha-yaa... Kau...".
"Siapa yang datang?". JK muncul di belakang Eunha sambil menguap lebar. Begitu melihat sosok Taehe, JK melengos. Masih mode marah pada hyung-nya.
"Kalian?". Taehe menunjuk Eunha dan JK bergantian dengan tatapan horor.
"Kami baru saja bangun tidur jadi masih berantakan". Sahut JK cuek. Eunha melotot pada JK karena penjelasan lelaki itu tidak lengkap.
"Nde?!". Taehe melotot mendengarnya.
"Anni! Maksudnya kami baru saja ketiduran di sofa karena menunggu Ung PD-nim datang. Aku tidak menginap kok". Ralat Eunha cepat-cepat sambil tertawa hambar. Taehe mengangguk, ia sudah dengar kalau JK dan Eunha akan mulai syuting. Tapi tidak tahu kalau akan syuting dirumah JK.
"Lalu kenapa wajah kalian memerah?". Eunha dan JK sontak saling pandang lalu mengalihkan tatapan karena malu. Wajah mereka memerah karena hampir berciuman kalau saja Taehe tidak memencet bel.
"Hyung mau apa? Kenapa pagi-pagi begini datang?". Tanya JK tidak santai, sengaja mengalihkan pembicaraan. Ia kesal karena Taehe datang disaat yang tidak tepat. Terlebih JK menyimpan rasa cemburu pada Taehe.
"Yak! Dasar bocah! Aku kan biasanya juga mengajakmu joging tiap pagi". Taehe menjitak kepala JK.
"Aku kan sedang marah! Jadi joging-nya libur!". Sahut JK benar-benar seperti bocah. Eunha hanya bisa menyimak pertengkaran dua lelaki itu.
"Pokoknya hari ini kita harus joging. Aku akan menunggu sampai kau selesai syuting". Taehe menerobos diantara JK dan Eunha lalu masuk begitu saja.
"Yak! Hyung!".
***
Ung PD-nim memijit pelipisnya begitu melihat penampilan JK dan Eunha. Yang satu terlihat seperti baru bangun tidur, yang satunya lagi seperti bocah yang disuruh Eomma pergi ke warung. Sebenarnya mereka ini niat syuting tidak sih?

"Kalian sebenarnya niat syuting atau tidak sih?". Tanya Ung PD-nim jengkel.
"Tentu saja niat, kalau tidak niat aku tidak akan datang kemari". Sahut Eunha sambil melihat kuku jarinya yang baru saja dicat.
"Aku juga. Kalau tidak niat aku tidak akan merelakan waktu pagiku yang berharga untuk syuting. Hoam...". Timpal JK sambil menguap lebar. Ung PD-nim menatap kameramen yang ia bawa, sang kameramen yang ditatap pun hanya bisa menggedikan bahunya.
"JK-ssi sudah berapa lama kau debut?".
"Hampir sepuluh tahun". Sahut JK setelah sejenak menghitung.
"Lalu Eunha-ssi, berapa lama kau debut?". Ung PD-nim beralih menatap Eunha.
"Eummm... Hampir delapan tahun".
"SUDAH DEBUT SANGAT LAMA KENAPA SEPERTI IDOL YANG TIDAK BERPENGALAMAN? DAN PAKAIAN KALIAN ITU... HAISH!". Ung PD-nim kesal. Bahkan sang kameramen sampai turun tangan untuk menenangkan. Taehe sih aman, karena sudah tidur dengan tentram dikamar JK.
"Omoo... Sangat menakutkan". Komentar Eunha begitu mendengar Ung PD-nim berteriak.
"PD-nim sendiri yang bilang kalau dokumenter itu harus apa adanya. Penampilanku saat ini sangat apa adanya". Lanjut Eunha yang disetujui JK. Karena sudah berjanji pada atasan akan membuat tayangan yang luar biasa, maka Ung PD-nim mencoba sabar. Ya sudahlah suka-suka artisnya saja.
"Kalau begitu mari kita mulai syutingnya, tayangan ini akan muncul sebagai prolog". Jelas Ung PD-nim lalu syuting pun dimulai.
"Annyeonghaseyo, JK BNT imnida...".
"Annyeonghaseyo, Eunha Baby G imnida...". Lalu keduanya saling pandang dengan malas.
"Kami adalah mantan kekasih". Ujar keduanya kompak.
"Bagaimana kalian bisa berkencan? Bukankah riskan jika idol saling berkencan?". Tanya Ung PD-nim.
"Dia menyukai ku lebih dulu". Sahut Eunha menyebalkan sambil menunjuk JK. JK pun menatap Eunha tidak terima.
"Tck! Apa yang baru saja perempuan ini katakan? Yak! Bagaimana mungkin hoobae yang satu ini bicara seperti itu pada Sunbae-nya?!". Omel JK. Eunha pun segera menyahut.
"Sudahlah tidak perlu mengalihkan pembicaraan. Mengaku saja jika kau menyukaiku lebih dulu". Ung PD-nim tertawa melihat pertengkaran antara Eunha dan JK.
"Bisa kalian bocorkan bagaimana ciri-ciri idol yang saling berkencan?". Pertanyaan ini adalah titipan dari netizen. Tentu penggemar K-Pop penasaran akan hal yang satu ini.
"Itu mudah sekali ditebak, ketika salah satu idol mencuri tatap dan membuang muka saat mata mereka bertemu, dipastikan ada perasaan atau hubungan". Jelas Eunha yang sudah berpengalaman.
"Lihatlah dia tahu sekali karena saat itu dia sering mencuri pandang kearah ku". Sahut JK menyebalkan.
"Yak! Kapan aku mencuri tatap kearahmu? Bukankah kau yang sering melakukannya? Bahkan dengan banyak idol wanita, tak heran kau dirumorkan dengan banyak gadis!". Gerutu Eunha sambil tertawa sinis.
"Aku mencuri tatap kearah banyak gadis. Tapi kau hanya menatap kearahku. Sudah jelas kan siapa yang suka lebih dulu". Ledek JK. Eunha yang tidak terima pun mulai protes.
"Yak! Jangan fitnah!".
"Mana ada fitnah. Hyung, kalau tidak percaya coba cari di internet momen saat Eunha mencuri tatap kearahku lalu membuang muka saat ketahuan. Di Lemon Music Award 2018". Ujar JK hafal sekali. Lantas Ung PD-nim pun mencarinya di internet sesuai perintah JK.

"Woah, Daebak. Sungguh ada". JK tersenyum puas lalu meledek Eunha. Sementara itu Eunha yang tidak ingat pun kebingungan.
"Kapan aku pernah seperti itu?!".
"Lihat sendiri bukti ada didepan mata, masih mau mengelak?!".
"Aku akan tampilkan ini nanti". Ung PD-nim cengengesan melihat fancam itu.
"Yak! Jangan coba-coba ditampilkan. Atau aku akan mengumpat sepanjang syuting...".
"Jasik, sekiya, bla bla bla...". Eunha mengumpat dengan lucunya membuat JK terkekeh. Saking santainya konsep syuting mereka, JK sampai tidak terlihat sungkan merokok.
"Yak! Lihatlah yeoja ini...". Ujarnya sambil menghisap rokok. Ung PD-nim kembali merasa pusing. Bagaimana mungkin seorang idol menunjukan sifat asli mereka didepan orang asing?
"Apa kalian ingin aku menampilkan sisi kalian yang seperti ini?". JK dan Eunha yang mulanya tengah berdebat pun sama-sama melihat kearah Ung PD-nim.
"Tampilkan saja, toh aku sudah biasa dihujat". Jawab Eunha santai.
"Hum... Majja. Biar mereka tahu juga kehidupanku yang sebenarnya". JK menjawab tak kalah santainya. Ung PD-nim menghela nafas panjang.
"Ini bukan soal biasa dihujat atau menampilkan sisi apa adanya. Tapi soal etika penyiaran, adegan ini tentu tidak lulus sensor". Jelas Ung PD-nim. JK ber-oh ria lalu mematikan rokoknya.
"Oh, mian. Aku lupa Hyung". Kata JK tanpa dosa.
"Aku tidak akan mengumpat asal jangan tayangkan video yang tadi". Protes Eunha.
"Ne! Ne! Ne! Aku yang salah, mian!". Ung PD-nim mengalah agar syuting segera selesai. Bisa darah tinggi kalau lama-lama ada diantara dua mantan kekasih yang menyebalkan ini.
"Eunha-ssi, maaf ini mungkin terlalu sensitif. Kau boleh tidak menjawabnya". Eunha paham arah pembicaraan Ung PD-nim. Maka perempuan itu terlihat santai.
"Kenapa harus minta maaf? Aku sudah sering mendapatkan banyak pertanyaan". Sahut Eunha datar. Melihat Eunha begitu santai, maka Ung PD-nim pun tidak sungkan untuk bertanya.
"Rumornya kau pernah hamil anak JK, lalu dimana anak itu berada?". JK kaget mendengar pertanyaan Ung PD-nim. Lelaki itu beralih menatap Eunha yang nampak biasa saja tapi sebenarnya merasa sedih ketika hendak menjawabnya.
"Ne! Aku memang pernah hamil anak JK...". Eunha menatap JK yang juga sedang menatapnya.
"Tapi aku menggugurkan-nya karena menurutku bayi itu hanyalah sebuah kesalahan". Lanjut Eunha yang kembali mengingatkan rasa benci JK pada perempuan itu.
***
Jeongsan melengos kearah lain saat Ahra Saem menjelaskan cara menanam bunga matahari. Ingat kan Jeongsan sedang dalam mode bukan anak baik karena marah dengan Tuhan? Nah, Jeongsan sedang menjalaninya.
"Pertama tanam bijinya didalam pot lalu letakkan ditempat yang gelap. Bunga matahari yang pertama kali tumbuh dan berbunga akan Saem beri hadiah". Ujar Ahra Saem riang. Anak-anak tentu jadi termotivasi untuk rajin merawat bunga matahari mereka, namun tidak untuk Jeongsan.
"Tidak mau! Jeongsan tidak mau menanam biji bunga matahari dan tidak mau merawatnya! Andwe!". Teriak anak itu lalu menjatuhkan pot teman-temannya. Setelah melakukan aksi nakal itu, Jeongsan kabur begitu saja hingga membuat teman-temannya menangis.
"Jeongsan-ahh! Huweeeeee....".
To be continue...