------JEAN BERRAU------
Berjalan Jean dan Hanno ditengah jalan tanah disebuah lapangan rumput yang luas.
Lapangan rumput disini masih hijau….masih benar-benar hijau dan segar..
Tapi jika berjalan lebih keutara maka rumput sudah mulai layu.
Begitulah tahun musim gugur…
...lambat..
Makin keselatan maka makin terasa bagaikan itu masih musim panas.
Angin yang berhembus disini sendiri sudah mulai dingin.
Jubah dan pakaian hangat yang mereka bawa sendiri membantu mereka ditengah cuaca yang dingin ini.
Hanno bahkan terlihat mengeluarkan kabut dingin dari mulutnya ketika bernafas.
Jean sendiri hanya tersenyum melihatnya.
Kemudian Jean bisa melihat gumpalan asap dari jauh..
"Kita sudah sampai Hanno.." ,ucap Jean.
Desa Jalarumun membentang lumayan luas dari jauh dengan ladang gandum mengelilinginya.
Terlihat beberapa rumah disana memakai dinding batu dan atap kayu.
Beberapa rumah yang sepenuhnya memakai kayu bisa terlihat dipinggiran desa.
Beberapa gumpalan asap keluar dari cerobong rumah pedesaan.
Terlihat rakyat desa sedang melakukan kegiatan mereka masing-masing.
Beberapa petani pria dan perempuan sedang terlihat memijak kumpulan tangkai gandum diatas sebuah papan kawat besi.
Kemudian banyak biji gandum terpisahkan dari tangkainya dengan mudah.
Diambil biji gandum tersebut dengan sekop kecil, baru dimasukkan kedalam karungnya.
*Jika ini ditahun musim panas maka gandum itu akan menjadi sangat murah..sayang harganya akan meningkat seiring musim gugur..* ,pikir Jean.
Terlihat beberapa petani sudah siap untuk membawanya kearah kincir angin untuk digiling menjadi butiran yang lebih bagus untuk jadi bubur gandum.
Beberapa anak-anak sendiri sedang bermain dengan pedang kayu mereka ditengah ladang dan orang tua mereka yang bekerja.
Tawa imut mereka bisa terdengar..
Jean penasaran berapa dari mereka yang akan bertahan dari musim dingin dan bermain diladang ini kembali.
Terlihat beberapa ibu-ibu yang lain sedang menjahit bersama beberapa anak perempuan lainnya.
Beberapa prajurit bayaran sendiri sedang minum bir dan main judi dengan dadu.
"Ayo Hanno" ,ucap Jean sambil berjalan lebih dekat kedesa.
Langkah kaki Jean terdengar dengan Hanno mendampinginya disamping.
Ketika Jean makin mendekat kedesa dan berjalan dijalanan tanah mereka, beberapa orang langsung memasang pandangan mereka kepada Jean.
"Oh hai Jean" ,ucap salah seorang petani yang membawa dua karung dikedua tangannya, "dan...ehhh Hannar..Haner?"
"Hanno" ,balas Jean dengan cepat, "padahal namanya bisa sangat mudah diingat Jupert"
Hanno hanya terdiam melihat Jupert, dia nampak tak banyak peduli.
"Ya maaf" ,ucap Jupert dengan tersenyum pahit, "ngomong-ngomong kalian kesini buat beli gandum dan makanan? Kalian masih bisa beli, tapi harganya pasti mahal"
"Tidak" ,balas Jean dengan cepat.
*Aku ada urusan yang lebih baik daripada makanan* ,pikir Jean.
Bau desa memang sudah berubah..terutama ketika tahun musim gugur ini...baunya lebih segar..
"Guslau ada dirumah?" ,bertanya Jean sambil memegang sesuatu didalam jubahnya.
"Ada, tapi dia tak mau keluar karena capek pulang dari Kota Balradius" ,ucap Jupert sambil terus berjalan menenteng karung berisi biji gandumnya.
Jupert kemudian perlahan menjauh dari Jean.
*Bagus…* ,tersenyum Jean, "Kalau begitu aku pergi dulu kerumahny-
"Kau mau kerumah Guslau?" ,ucap seorang bapak-bapak kurus yang lain mendekati Jean.
"Ya, aku ada barang yang kuperlukan dirumahnya" ,balas Jean.
"Aku ikut, aku ada barang yang kuperlukan juga" ,ucap bapak-bapak itu sambil berjalan mendekat keJean dengan menggaruk kepalanya.
"Sepatu kuda lagi Vulah?" ,bertanya Jean.
"Ya banyak, dengan begitu aku bisa jual keBalradius. Akan ada banyak yang mau beli kuda disana, turnamen katanya akan dilaksanakan disana" ,ucap Vulah.
"Apa? Turnamen diBalradius?" ,bertanya Jean dengan mengerutkan dahinya.
"Ramai disana aku dengar seluruh bangsawan dari Aquantania dan Geralda akan disana" ,balas Vulah dengan menaikkan salah satu alisnya.
*Bangsawan dari seluruh Aquantania dan Geralda..* ,pikir Jean yang hampir tertawa.
"Ini semakin bagus.." ,suara Jean untuk sebentar terdengar bagaikan suara orang sekarat.
"Semakin bagus?" ,ucap Vulah kebingungan dengan Jean.
"Tak ada, lanjutkan saja" ,ucap Jean sambil lanjut berjalan.
Mereka kemudian dengan cepat berjalan kearah rumah Guslau.
Hanno mengikutinya dibelakang, langkah kakinya terlihat lebih berat kali ini.
"Suasananya masih sama.." ,ucap Hanno.
"Ya..tenang.." ,ucap Jean dengan senyuman terbentuk diwajahnya.
"Masih untung pemberontakan dibarat tak sampai kesini, siapa yang juga mau berperang didekat tahun musim dingin begini?" ,ucap Vulah dengan nada pesimis disamping mereka berdua.
"Heh, tak ada anak muda yang inisiatif pergi berperang bulan ini?" ,bertanya Jean.
"Anak siJulak sama anaknya siRehen masih belum pulang, mereka ambil dipihak pemberontak. Palingan mereka takkan kembali, pemberontak sudah dikalahkan diPertempuran Parisi" ,ucap Vulah dengan kakinya yang berjalan.
"Hm, anak muda selalu begitu mencari kejayaan dan cara terkenal atau mau mati dikenal petarung hebat...tapi sangat sering takkan ada yang banyak mengingat mereka selain orang tua mereka" ,ucap Jean dengan senyuman.
Mereka terus berlanjut berjalan ditanah melewati beberapa wanita dan anak-anak.
Jean sangat mengenal rumah Guslau, sudah ratusan kali ia berkunjung kesana.
Dan tak ada yang bisa menyamakan dengan semua rumah didesa ini dengan rumah Guslau, terutama dengan tirai penutup kayu menutup teras dan bagian depan rumahnya.
Dinding yang lebih besar dan gumpalan asap yang bisa keluar dari rumahnya lebih dari rumah didesa yang lain.
Ketika mereka sampai didepannya...jantung Jean berdetak kencang..
"Tetap disini" ,ucap Jean kepada Hanno dan Vulah.
Kemudian Jean berjalan kearah samping rumah Guslau dengan rumput disamping rumahnya ia pijaki.
Tuk! Tuk! Tuk!
Mengetuk tirai kayu didepan rumahnya selalu tak bekerja.
Tapi mengetuk langsung jendela kamarnya selalu bisa membangunkan Guslau.
Tuk! Tuk! Tuk!
Ketuk lebih keras Jean.
Dan kemudian suara selimut bergeser dan langkah kaki manusia terdengar.
"Anak anj*ng! Sudah kubilang akan kuselesaikan sepatu kudanya! Aku capek bangs*t!" ,teriaknya dengan suara pintu kayu dibanting terdengar.
Jean kemudian berjalan kembali kearah didepan rumah Guslau dengan Hanno yang menunggu disana.
"Anak bangs*t! Biarkan saja aku istirahat pant*k!" ,ucapnya dengan nada marah.
Suara tirai kayu depan rumah Guslau terbuka dengan kasar terdengar.
Dan terlihat Guslau...wajah tuanya dan perut gendutnya serta tangannya yang hitam berbelang-belang baik karena kerja terus menerus.
Terlihat janggut tipisnya yang menutupi kebanyakan bagian bawah wajahnya.
Guslau dengan wajah amarah melihat kearah Jean, "kau-...oh..Jean ternyata kupikir Vulah, emanglah anj*ng emang"
Guslau hanya mengerutkan dahinya.
"Kau mau pisaumu itu ya?" ,bertanya Guslau.
"Ya" ,balas Jean dengan cepat.
Guslau kemudian berbalik dan menggaruk kepalanya.
"Masuklah kedalam rumahku kau" ,ucap Guslau sambil berjalan masuk kedalam rumahnya.
"Guslau" ,ucap Vulah memanggil.
"Heh?!" ,ucap Guslau berbalik dengan tatapan marah, "kau disini juga anjeng!? Aku tak lihat! Sudah kubilang! Sudah kukerjakan 10 sepatu kudanya! Sabar aja!"
"Kasih aku 2 saja dulu sepatu kudanya, nanti baru aku sabar!" ,ucap Vulah dengan tangan kanannya kedepan bagaikan meminta sesuatu.
"Ya sudahlah! Aku kasih! Aku kasih! Ikut masuklah kau kalau begitu anj*ng!" ,teriak Guslau dengan marah sambil berjalan kembali masuk kerumahnya.
Kemudian Jean mengangguk kepada Hanno dan mereka berdua masuk kedalam rumahnya.
Rumah Guslau tak banyak berubah, masih lumayan gelap seperti biasanya terutama jika jendela tak terbuka.
Dan masih ada 2 kursi panjang berhadapan satu sama lain.
Dan masih ada meja berdiri ditengah-tengah 2 kursi yang berhadapan tersebut.
Jean kemudian duduk dikursi tersebut.
Vulah duduk berhadapan dengan Jean.
Sedangkan Hanno duduk disamping Jean.
Suara ringingan besi Guslau membongkar peralatan didapurnya terdengar diruang tamu ini.
Kemudian suara langkah kakinya kembali keruang tamu terdengar.
Kemudian Guslau muncul.
Dan terlihat suatu barang yang ditutupi kain yang diikat dan dibawa oleh Guslau ditangan kanannya ketika ia berjalan kearah Jean.
Ukuran barang tersebut cukup kecil tapi lumayan lebar.
Guslau kemudian ikut duduk dikursi.
"Aku sudah lakukan apa yang kau minta sama persis dengan peta rancangan yang kau berikan" ,ucap Guslau seiring membuka tali kain menutupi barang tersebut.
Perlahan ia buka kain tersebut.
Dan terbuka...pisaunya...besi pisaunya yang berkilat terlihat memantulkan cahaya yang masuk lewat pintu..
Pisau tersebut punya dua sisi yang tajam.
Pegangannya terbuat dari kayu yang hampir sama mulusnya dengan besi pisau tersebut.
Ditengah-tengah pisau itu sendiri...ada lubang...semacam sesuatu yang perlu dimasukkan dan ditempelkan.
"Aku sudah lakukan bagian tengahnya, sesuai dengan berlian yang akan kau tempelkan sendiri" ,ucap Guslau.
Senyuman Jean makin melebar ketika melihat pisau itu...dan makin lebar lagi ketika ia menyentuhnya..
Dan dirinya mengangkatnya keatas..
"Hehehhe..ini sempurna..ini lebih dari yang kuharapkan...kau memang tak pernah mengecewakan aku Guslau.." ,ucap Jean dengan cekikikan.
Kemudian Guslau hanya tersenyum pahit.
"Aku tahu untuk apa itu Jean...itu bukan pisau dapur atau pisau untuk cincang daging yang selalu kau minta padaku.." ,ucap Guslau dengan tatapan serius.
Kemudian tatapan Guslau bergeser kearah Hanno yang hanya terus terdiam dari tadi.
"Peta rancangan yang kau berikan padaku itu..adalah pisau untuk membunuh manusia.." ,ucap Guslau.
Jean hanya tersenyum.
"Kenapa? Kau ada masalah dengan itu?" ,bertanya Jean dengan nada ancaman.
"Asalkan itu tak melibatkan anak perempuanku dan aku itu tak masalah. Aku tak peduli, aku sudah menjual ratusan senjata yang palingan digunakan untuk membunuh manusia, apa pedulinya jika aku menjual satu lagi?" ,ucap Guslau dengan santai.
"Hm, bagus...kau memang tak perlu tahu" ,ucap Jean sambil memasukkan pisau tersebut kesarung buatannya sendiri.
"Tapi aku penasaran...kenapa kau mau pasangkan sendiri aksesori yang akan ditaruh ditengahnya? Kenapa? Kenapa tak minta saja langsung kepadaku?" ,ucap Guslau dengan penuh rasa penasaran.
"Apa harus kuulangi perkataanku Guslau?" ,bertanya Jean sekali lagi dengan lebih lembut tapi dengan nada ancaman yang masih sama.
Guslau hanya tersenyum pahit.
"Hahh...sejak pertama kali kau selalu begitu...kau selalu menjadi wanita paling misterius yang kutemui.." ,ucap Guslau dengan pasrah sambil menyandarkan punggungnya dikursinya.
Jean kemudian mengeluarkan sekantung koin yang ia bawa dari tadi dipinggangnya dan kemudian ia jatuhkan sekantung koin tersebut dimeja Guslau.
"Hm" ,gumam Guslau sambil mengambil sekantung koin tersebut, "nampaknya pas..pergilah"
Kemudian Guslau hanya tersenyum pahit melihat Vulah disampingnya.
"Nih" ,ucap Guslau sambil mengeluarkan dua sepatu kuda yang sama mengkilatnya dengan pisau Jean.
Tuk
Ditaruh sepatu kuda tersebut diatas mejanya.
Vulah kemudian mengambil sepatu kudanya, "nih 40 koin" ,ucapnya sambil mengeluarkan beberapa koin.
"Hm, kau tak sabaran, padahal turnamen itu mungkin bakal lama baru dilaksanakan" ,ucap Guslau.
"Mana ada Guslau, kau harusnya dah liat bego bagaimana mereka sudah buka list untuk peserta pertandingan jousting dan bela diri" ,ucap Vulah sambil memasukan sepatu kudanya kekantung kulit miliknya.
"Peserta bisa menunggu dipenginapan, tapi jenderal dan bangsawan yang akan melaksanakannya masih lama datangnya bego" ,ucao Guslau sambil mengambil air hangat dibelakangnya dan meminumnya.
*Jenderal?* ,pikir Jean terkejut dengan apa yang mereka bicarakan.
"Jenderal? Siapa?" ,bertanya Jean penasaran.
"Vesius Garius dan saudara setengah darahmu Vespasian Ohara" ,ucap Guslau.
Jean terdiam..apa yang bisa ia katakan?
Ini semakin bagus…kedatangan Charla...acara besar diBalradius..pisaunya sudah jadi...semua rencananya…
Semua rencananya jadi lancar…
Ia hampir tertawa.
Jean hanya bisa tersenyum menahan semua kesenangannya dan menarik jubah Hanno.
"Ikuti aku Hanno" ,ucap Jean sambil perlahan berdiri dari kursinya.
Jubah Hanno ditarik dengan lumayan kasar tapi Hanno menurut dan ikut berdiri.
"Mau kemana kau?" ,bertanya Guslau sambil melihat bagaimana Jean berjalan keluar dari rumahnya.
"Kuil putih, tempat anak perempuanmu berada" ,ucap Jean tersenyum.
"Cih tempat aneh itu lagi, yang buat anak perempuanku meninggalkan dewa lama ku, dewa nenek moyangnya" ,ucap Guslau dengan wajah yang sedikit kesal.
"Heh, siapa juga yang mau menyembah dewa lamamu Guslau, dia lebih tertarik dengan pakaian putih dan kebaikan dari Tuan cahayanya" ,ucap Jean sambil berdiri dipintu keluar rumah Guslau dengan senyuman.
"P*ntek kau Jean, itu lebih baik daripada wanita yang tak punya dewa kayak kau, kau akan dikutuk dan ditolak dineraka manapun" ,ucap Guslau dengan wajah kesalnya.
Kali ini Jean tak bisa menahannya, "ihihehehhaahahhahaha! Mereka bisa mengutukku sekarang Guslau kalau mereka mau! Aku sudah berdosa sejak lama! Mana dewamu hah?! Ahahhahahhaa!"
Jean hanya berjalan dengan niat menghina disetiap langkahnya, Jean tertawa kencang hingga ia ingin kalau dunia melihatnya.
Dan monster itu juga melihatnya...ratusan tangannya kembali menggenggam dunia..
Tatapan matanya melebar marah menatap Jean…
Gelombang disekitar kepalanya hampir membuat Jean muntah.
Kemudian ia lihat lagi wanita yang berjalan telanjang dijalanan dengan lebih banyak tawaan dan senyuman.
Ketika dunia tertawa...Jean juga ikut tertawa..
*Dewa sudah mengutukmu sejak lama Jean...hanya dirimu yang tak menyadarinya..* ,pikir Jean sambil tersenyum.
Jean sadar ia kadang menyukainya...tapi kadang ia butuh seseorang untuk menyelamatkannya…
Seorang master...seorang dewa..
Untuk saat ini ia butuh tertawa saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
____-_-_____
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
----BESI,KUDA, DAN SEBENTAR LAGI DARAH----
Berpacu puluhan pasukan berkuda menuju kedesa Jalarumun..
Pakaian mereka semua besi dari ujung jari hingga kekepala.
Kuda mereka sendiri memakai armour rantai.
Angin dingin perbatasan bisa terasa disetiap kulit mereka.
Mereka datang kesini dengan misi dari tuan mereka.
Pedang ada disetiap pinggang mereka, akan digunakan jika Jean Berrau tidak mau menyerahkan diri kepada mereka.
Atau jika tidak, kalau ada yang mau berani menyembunyikan Jean Berrau maka pedang mereka akan digunakan.
Bendera mereka berkibar...
Warnanya putih..
.
.
.
.
.
.
.
____-_-______
.
.
.
.
.
.
.
.
------PRAJURIT,OHARA DAN ADIK JEAN BERRAU-----
Angin dingin terasa tetap dingin dikulitnya meskipun dirinya sudah diselatan.
Perang gerilya diGunung Hitam sudah membuat dirinya benar-benar kedinginan berbulan-bulan.
Dia berharap sesuatu yang lebih hangat diselatan Gunung Hitam tapi nampaknya itu mulai menghilang ketika tahun musim gugur sudah datang.
Tapi setidaknya ada sesuatu yang lebih hangat daripada cuaca…
Kakaknya..Jean Berrau..sudah bertahun-tahun Charla tak menemuinya..
Charla setidaknya akan menginap dirumahnya tahun ini, berbicara dan membaca sejarah dengannya.
Terakhir kali Charla menemuinya saat itu sedang dia sedang berburu-buru untuk kampanye diGunung Hitam.
Terakhir kali kakaknya hanya memajang wajah sedihnya sejak ia 24 tahun yang lalu...sejak insinden diibukota itu..
Setiap senyumannya punya ketidaktulusan didalamnya..
Dia ingin menghangatinya..
Dan saking semangatnya Charla, rambut putihnya ia lupa cat dan kudanya ia paksa berlari meskipun kelaparan.
Rambut putih bersama jubahnya berkibaran diantara angin dan daun layu yang bertaburan kemana-mana.
Kudanya sendiri sedang memacu dengan cepat dan goyangannya bisa terasa ditubuh Charla.
Ringingan pedang dan armour rantainya yang bergoyang seiring kudanya memacu terdengar.
*Aku penasaran apakah kakak sudah berubah 2 tahun ini..* ,pikir Charla.
Kemudian itu bisa terlihat…
Rumah kakaknya..rumah yang cukup terisolasi dari seluruh dunia..
Buat Charla daerah ini adalah yang paling indah saat ini diVicta...tenang dan damai tak tersentuh perang..
Dindingnya sendiri masih berwarna cream dan atap hitamnya…
Hanya atap hitamnya yang berubah..dengan daun layu menumpuk diatasnya..
Dan ketika Charla menembus beberapa pepohonan.
Charla bisa melihat danau kecilnya masih bisa terlihat segar dan indah..
Tak ada darah...tak ada darah dan isi perut manusia sama seperti diTyronia dan Pegunungan Hitam..
Dia sudah memberi kakaknya sebuah surat kecil lewat merpati..
Pastinya kakak membacanya.
Turun Charla dari kudanya dan berjalan kearah rumah kakaknya.
Pegangan pintu perunggunya masih belum berubah.
Didepan rumahnya dengan meja didepannya selalu kelihatan nyaman.
Tapi pasti kakaknya kesepian..
Tuk! Tuk! Tuk!
Ketuk Charla pintu rumah Jean.
Tapi tak ada suara keluar dari dalam rumahnya...suara langkah kaki...atau setidaknya sesuatu..
Tuk! Tuk! Tuk!
"Kakak! Aku datang!" ,ucap Charla memanggil kakaknya sambil mengetuk lebih kuat.
Charla kemudian langsung saja memegang pegangan pintu dan mencoba membuka pintunya..
Trek
Tapi pintunya terkunci…
*Kakak tak ada disini..pasti dia didesa..* ,pikir Charla.
Charla kemudian kembali kekudanya dengan cepat.
Tapi ada sesuatu yang rasanya membuat Charla sakit kepala…
Suatu kekuatan..
Sesuatu…
Charla tidak mengetahui apa itu..
.
.
.
.
.
.
.
.
_____-_-_____
.
.
.
.
.
.
.
.
------JEAN SANG WANITA GILA-----
Jean berjalan dilingkungan tempat yatim piatu ini.
Terlihat ratusan pendeta cahaya sedang menyuci pakaian dan melakukan kegiatan mereka masing-masing.
Rumah yatim piatu ini bisa dibilang cukup besar dengan beberapa bagian dinding batunya diberi penopang kayu.
Atap juga terbuat dari kayu dan memiliki lantai kedua..
Ada puluhan pendeta wanita disini menyuci dan menjemurkan pakaian anak-anak.
Semua pendeta wanita tersebut memakai pakaian putih, dan beberapa darinya memakai kalung lambang 10 runcing cahaya milik mereka.
Terlihat juga anak-anak yatim bermain disana sini.
Suara bagi mereka yang menyebutkan idola mereka disana-sini.
"Pahlawan dari dunia lain", atau setidak salah satu dari penyihir Cassandra yang Agung, atau ksatria dari sejarah yang mereka ketahui dari lagu.
"Nona Jean, apa yang anda lakukan kesini?" ,ucap salah seorang pendeta sambil berdiri dari mencuci pakaiannya.
Pakaian putihnya terlihat digulung dibagian lengannya sedangkan tangannya terlihat basah.
"Aku ingin mengunjungi Lolar yang sakit" ,balas Jean dengan tersenyum ramah, "apa dia ada disini?"
"Lolar? Oh iya, dia sakit 1 bulan ini dan masih belum sembuh-sembuhnya, memang nona mau apa dengannya?" ,ucap pendeta wanita tersebut.
"Hanya menjenguknya...apakah tidak boleh?" ,ucap Jean dengan nada yang ramah.
Pendeta tersebut hanya mengerutkan dahinya..curiga..
"Masuklah kalau begitu" ,ucap pendeta wanita tersebut sambil membuka pintu tempat yatim piatu ini.
Mereka kemudian berjalan kedalam panti asuhan yatim piatu ini.
Lantai kayunya bisa terasa dikaki mereka, rumah asuhan ini sendiri sangat terang dengan jendela terbuka dimana-mana.
Bukan cuma jendela yang terbuka tapi ada bagaikan ratusan anak kecil bermain kemana-mana.
Mereka berjalan sebentar melewati beberapa lambang Tuan Cahaya,lemari,meja,dan beberapa lilin.
Kemudian…
Mereka sampai diruang perawatan anak sakit...
"Ibuk sudah coba banyak cara untuk buka berlian yang diikat dikakinya itu?" ,suara bertanya seseorang wanita dari dalam ruangan perawatan itu terdengar.
Jean hanya tersenyum dan berjalan lebih cepat keruang perawatan itu hingga melewati Hanno dan pendeta yang menuntunnya.
"Ya, susah, ketika dicoba Lolar malah berteriak kesakitan yang keras, jadi sebaiknya tak usah dibuka dulu" ,suara mengobrol dari seorang wanita lainnya terdengar.
Terlihat Lolar berbaring sendiri sambil didampingi dua pendeta wanita, yang mana salah satu dari mereka memegang mangkuk berisi bubur gandum.
Kain kompres air panas sendiri ditaruh diatas dahinya.
Suara erangan pelan kesakitannya sendiri terdengar, "engh.."
Jean hanya tersenyum lebar ketika melihat Lolar…
Dia tak bisa menahannya..
Dan makin tak bisa menahannya..
Kakinya melangkah sangat cepat hingga dua pendeta tak bisa melakukan apa-apa.
"Nona!?" ,ucap pendeta yang menuntunnya dibelakang kebingungan.
Kemudian Jean membuka rok Lolar dan melihat kaki imut kecilnya..
Terlihat dikaki imut kecilnya terdapat sebuah berlian hitam yang diikat erat dengan tali dibagian lututnya..
Berlian itu terlihat sangat gelap dengan beberapa sedikit corak ungu dan merah didalamnya..
Dan Jean langsung membukanya dengan kekuatan paling kuatnya.
Darah keluar dan daging bertaburan…
"AAAHHHHHHHHH!!!!!" ,teriak Lolar dengan keras hingga Jean yakin seluruh dunia mendengarnya..
Seluruh dunia mendengarnya..
Kakinya Lolar menjadi berlubang bahkan tulangnya bisa terlihat..
"Oi! Apa yang kau lakukan?!" ,ucap salah seorang pendeta berteriak kepadanya.
Jean kemudian mengeluarkan pisaunya..
Dan menusuk Lolar dileher...hingga darah keluar dari lehernya membengkokkan leher Lolar hingga ia mati.
Jean menarik pisaunya dengan cepat dari leher Lolar, darah kemudian makin bertaburan kemana-mana.
Jean kemudian mendekatkan berlian hitamnya kepisaunya.
Dan berlian itu langsung mengeluarkan ratusan aura gelap.
Kekuatan sihir berwarna ungu yang terbang secara liar disekelilingnya.
Aura ungu tersebut mengelilingi tangan Jean pisaunya..
Berlian hitam itu tersebut kemudian mengeluarkan ratusan daging aneh yang liar dan menempel dipisaunya dengan cepat.
"Apa yang kau lakukan?" ,bertanya Hanno dari belakang.
Hanno kemudian mendekat dengan cepat dan memegang bahu Jean…
Jean hanya menepis tangannya…
Cnrek
Jean bisa merasakan daging Hanno lewat pisaunya..
Suaranya menembus dagingnya terdengar ditelinganya..
Hanno ditusuk oleh Jean dengan pisau didadanya.
Sedangkan Jean melakukan itu dengan senyuman.