Chereads / My Curse is Your Love / Chapter 5 - That Curse || 05

Chapter 5 - That Curse || 05

Dalam keheningan mansion yang megah itu. Seorang wanita berjalan, ia kembali membuka pintu sebuah kamar. Padahal ia sendiri lah yang telah menguncinya rapat selama bertahun-tahun.

Ruangan itu sangat tidak terurus, ada banyak barang berantakan, juga sarang laba-laba di sana. Wanita itu masih terus berjalan gontai menuju sebuah meja usang.

Ia mendongakkan kepadanya, "Hallo kekasihku..." ucapnya sembari menatap foto besar nan megah; foto seorang pria mengenakan pakaian bak panglima dengan mendekap sebuah buku.

Wanita bernama Jemisha itu tersenyum senang. Ia mengambil sebuah pena unik bertuliskan 'Rajendra' dan mengamatinya dengan intens. Sesekali ia menciumnya, kemudian kembali meletakkannya pada meja usang itu dengan hati-hati.

Ia berjalan mundur, kakinya berasa menginjak sesuatu. Jemisha menatap kebawah.

"Ahh.... Kau berada di sana rupanya." Ia mengambil bingkai foto di bawahnya.

Meniupnya penuh goda,

"–maafkan aku, aku tidak ingat jika aku punya engkau juga. Tenang saja, aku masih menjaga putamu itu dengan baik," ucapnya sambil mengantungkan bingkai itu ke dinding.

"Aku salah, maksudku anak kita. Jangan khawatirkan anakmu yang lain, dia juga masih hidup, aku yakin, kutukanku itu juga berguna baginya, di hutan ini. Dia sama kuatnya sepertimu."

Jemisha mendengus pelan,

"Darahmu yang ku nikmati terakhir kali itu, masih menyisakan rasa yang sangat nikmat padaku. Dasar pria bodoh!... Tapi tidak apa, membicarakanmu membuatku kembali mengingat Orpheus-mu yang tampan itu... Sudah setampan apa dia sekarang, ya?" tanyanya sendiri. Layaknya orang gila, ia juga terus bicara pada sebingkai foto itu.

"Dia memang anak yang tidak tahu diri. Aku telah memberikannya kasih sayang yang tulus. Tapi apa balasannya? Dia malah ingin memisahkanku darimu? Huh! Padahal, usahaku untuk mendapatkan temanmu saja belum tercapai...." Jemisha membelai foto itu dengan jari tengahnya.

"Aku masih mengingatnya saat dia berkata ...

'Ayah lihatlah! Penyihir ini mematahkan busurku!' ucap Orpheus kecil pada ayahnya.

'ORPHE! Bukankah ayah sudah memperingatkanmu berkali-kali untuk tidak memanggilnya dengan nama itu?!' bentak sang Ayah.

'Ayah selalu saja membelanya. Apalagi sejak kehamilan perempuan jalang ini! Ayah tidak lagi sayang padaku!!'

'Orphe!!' Ayahnya berteriak sedemikian rupa. Tetapi, Orpheus kecil langsung saja berlari ke kamarnya.

'Maafkan aku sayang....' pinta ayahnya pada Jemisha yang juga berada di sana.

'Tidak apa, biarkan aku yang akan membujuknya...' Jemisha yang hamil tua itu, memasuki kamar Orpheus untuk meredakan amarahnya.

Orpheus lebih memilih menjadi anak piatu selamanya, dibandingkan memiliki ibu seorang penyihir seperti Jemisha.

'Orphe, Sayang....'

'Pergi dari sini! Sudah aku bilang jangan masuk ke kamarku! Tanpa izin!'

'Ibu membawakan makanan kesukaanmu..." Jemisha masih merayu lembut.

'Aku tidak perduli!'

Pctar!

Piring yang dibawa Jemisha dileparkan jauh-jauh olehnya. Padahal saat itu, untuk berjalan saja Jemisha telah susah, akibat usianya yang hamil tua.

'Orphe!! Mengapa kau sangat membenciku! Aku tidak pernah berbuat kesalahan atau menyiksamu selama ini!' Jemisha mulai bersungut-sungut.

'Aku membencimu! Dan untuk membenci penyihir sepertimu tidak diperlukan alasan apa pun lagi! Dasar penyihir jalang!' pekik Orpheus.

Jemisha menahan sakit perutnya yang semakin tidak karuan ketika ia marah-marah.

'Tidak usah memelas seperti itu. Matamu itu tidak berguna! Mengapa kau menikahi ayahku! Bukankah kamu tahu bahwa dia sudah memiliki istri!!' Orpheus kembali berteriak, pada usianya yang masih 10 tahun. Semua kata-kata itu terlontar tidak sepenuhnya murni dari pikirannya.

'Jaga ucapanmu Orphe...' Jemisha menurunkan ucapannya.

Hujan di luar masih turun dengan sangat lebat, beberapa kali guntur bergemuruh.

'Penyihir Buta! Penyihir Buta!' ledek Orpheus, yang semakin senang melihat Jemisha kesakitan.

Jemisha mengejar Orpheus kecil, langkahnya semakin ciut dan susah. Hingga saat ia melangkah.

Brugh!

Tubuhnya tepeleset pada lantai kamar Orpheus. Darah mengalir dari organ vitalnya. Ia mengerang kesakitan.

'Haha ha! Semoga saja anakmu itu buta juga sepertimu!' doa Orpheus. Ia yang sama sekali tidak menghiraukan jatuhnya Jemisha.

Tidak menolongnya dan malah tertawa girang.

Dalam raungan sakitnya, Jemisha berkata,

"Seseorang dapat menjadi paling baik, saat dihargai. Tetapi masalahnya, bukan aku yang buta! Yang buta adalah kau Orpheus! Kau yang buta! Meskipun pandanganmu seindah mentari yang mampu menyadari dunia.

Aku Jemisha! Putri Ratu Kegelapan. Menjadikan buruk anak yang bernama Orpheus, mengutuknya yang mengatakanku buta.'

Guntur bergemuruh hebat.

'Aku mengutuknya! Matanya yang indah itu akan menjadi bencana terhadap apa yang dilihatnya! Ia akan menderita kutukan itu sepanjang hidupnya! Kau akan merasakan apa yang aku rasakan! Dan kutukan itu, hanya .... Ahh.... ROUSSEFF!! TOLONG AKU!!'

Jemisha sudah tidak sanggup lagi untuk meneruskan teriak sumpahnya. Ia memanggil ayah Orpheus.

Orpheus bak disambar petir mendengar sumpah kutukan itu. Penyihir Putri Ratu Kegelapan yang mengutuknya! Ia yakin kutukan itu tidak akan meleset.

'Aahh.... AYAH! TOLONG AKU!!"

Ayahnya datang dan meloncat kaget. Ia tidak tahu keributan apa yang terjadi sebenarnya.

Ia bingung harus menolong siapa? Istrinya yang pendarahan?! Atau Orpheus yang memegangi matanya kesakitan?

Melihat ada dua nyawa pada Jemisha. Ayahnya memilih menolongnya, dan meninggalkan Orpheus sendirian.

'Katakan apa yang terjadi?!'

'Orpheus!!' Rousseff berteriak.

'Ayah. Mataku sakit!!'

Setelah menolong dan mengamankan Jemisha.

Rousseff kembali, bukannya membantu Orpheus untuk mengobati matanya. Ia malah menarik kasar putranya itu dan membuangnya jauh ke tengah hutan dalam mata yang masih kesakitan.

Orpheus tidak tahu kemana arah jalan pulang.

'Anak sepertimu tidak pernah diuntung! Sepuluh tahun ayah telah mengurusmu sendirian, sejak kematian ibumu! Dan ayah tidak pernah meminta apa pun yang memberatkanmu! Sekarang? Kau malah sengaja ingin membunuh Istri dan anakku! Lebih baik aku kehilanganmu! Dari pada kehilangan duniaku!'

'Aku tidak melukainya dia Ayah! DIA TERPELESET SENDIRI!' berang Orpheus, membela dirinya.

Rasa sakit dimatanya semakin menjalar ke seluruh tubuhnya.

'Sekarang terserah padamu! Kau akan merasakan bagaimana rasanya hidup sendirian! Dalam kegelapan! Seperti namamu yang juga berarti Kegelapan! Berusahalah untuk hidup! Maafkan ayah. Ayah harus pergi!'

'Ayah! Jangan tinggalkan Orphe di sini! Orphe tidak dapat melihat... ayah... AAH!! MATAKU.... AYAH!!!'

Sudah tidak terdengar lagi deru langkah ayahnya itu. Orpheus menangis. Ini untuk pertama kalinya ia mengeluarkan air mata.

Pipinya mulai dialiri air. Tetapi, suatu fakta mengejutkan terjadi. Saat air matanya memenuhi kornea mata Orpheus, rasa sakit itu memudar, perlahan menghilang.

Ia kembali membuka matanya, yang kini telah berubah warnanya menjadi abu-abu kebiruan.

Sebuah batu yang berada dihadapannya, yang ia lihat pertama kali hancur berkeping-keping karena tatapannya.

Sejak saat itu, dia tahu bahwa ia telah terkutuk, dan ia akan membenci ibu tirinya itu sampai kapan pun juga.

✧✧

Jemisha tersadar akan bayangan masalalunya.

Siapa yang akan menduga, jika akan seperti ini jadinya?

Jemisha tersenyum kecut.

"Satu hal yang perlu selalu kau tahu Orpheus. Aku menjagamu hingga benar-benar dewasa dalam pandangan kegelapan pengawasanku. Dan semua itu, kini sudah menghilang bersama semakin dewasa dirimu.

Aku menjagamu bukan tanpa alasan, karena ada hutang yang harus ditunaikan di masa depan.

Dan... Waktunya telah tiba, yakni sekarang!" ujar Jemisha perlahan namun penuh tekanan.