Berlatar perbukitan hijau yang merupakan area pemakaman, seorang wanita berambut coklat sepinggang tengah berlari sambil membawa sebuket bunga mawar, jubah putih yang ia kenakan membuat ia terlihat seperti seekor angsa. Cantik, tapi tidak secantik itu hingga mampu membuat bunga-bunga terkapar karena iri.
Bugh!
"Ah, maafkan aku." Ia tidak sengaja menabrak seseorang hingga buket mawar yang ia bawa terjatuh, karena sangat terburu-buru ia tidak memperhatikan siapa yang ia tabrak.
Hari ini adalah hari peringatan kematian orang tuanya, awalnya ia berencana untuk berziarah tapi ia diberi tahu kalau salah satu pasiennya kabur. Ia menuruni bukit, memasuki mobil dan memacu kendaraannya itu dengan kecepatan setan.
Berkali-kali ia hampir menabrak pengendara lain maupun pejalan kaki. Perilaku tidak terpujinya dalam berkendara sungguh telah membuat malaikat maut dilema. Mau dicabut belum waktunya, tidak dicabut meresahkan.
Setelah beberapa kilo meter dan beberapa aksi ugal-ugalan, akhirnya ia berhenti tepat di depan sebuah jembatan. Matanya membulat melihat pemuda yang ia cari sedang berdiri di tepi jembatan, siap untuk terjun bebas. Ia turun dan berlari untuk menghentikan aksi nekat yang ingin dilakukan oleh pemuda tersebut. "Berhenti, Alex!"
Kalau kau melangkah lebih dekat, aku akan lompat."
Alex mengembuskan napas kasar lalu menghadap psikolog 27 tahun yang mematung tiga langkah di depannya. "Aku lelah bertengkar denganmu, Dokter, O." Alex berjongkok membuat pose orang berak.
"Kalau begitu jangan bertengkar, ayo pergi dari sini!"
"Tidak mau!" Alex menopang dagunya. Di mata Odette, Alex sungguh-sungguh bocah tengil. Jujur saja, Odette kurang respect dengan pasiennya yang satu ini. Alex adalah pelaku pemerkosaan dari seorang gadis. Lucu bukan? Dia yang memperkosa, tapi dia yang depresi.
Tiga bulan lalu, Alex memperkosa seorang adik kelasnya, sekarang gadis itu hamil dan menuntut pertanggungjawaban dari Alex namun Alex enggan mengakui perbuatannya dan mengusir sang gadis dengan sangat kasar.
Tidak terima putri mereka diperlakukan seperti itu, orang tua sang gadis melapor ke polisi namun karena Alex adalah anak seorang konglo merat, hukum tumpul ke arahnya. Geram dengan itu, orang tua sang gadis pun membeberkan kasus tersebut ke media dan BOM.
Hanya dalam beberapa saat berita tersebut menjadi viral. Alex pun menjadi bulan-bulanan para netizen, menjadi bahan konten para youtubers, vloggers dan tiktokers.
"Aku sudah membulatkan tekad kalau aku akan bunuh diri hari ini."
"Kau pikir kalau kau mati semua akan selesai? Kau akan dikenang sebagai pecundang. Aku mengerti perasaanmu tapi dari pada lari lebih baik hadapi! Bersikaplah seperti seorang laki-laki!"
"Berhenti menceramahiku, Wanita Tua!"
Ouhoo, rasanya Odette ingin menyuntik mati anak itu, ah ralat, bukan anak karena spermanya sudah on the way menjadi bocah.
Sabar. Sabar. Odette tidak boleh gegabah, dia harus ingat bahwa Alex adalah pasiennya.
Brengsek!
Alex berdiri. Hembusan angin menggerakkan rambutnya secara halus. "Kita buat ini lebih mudah, jawab lima pertanyaan dariku, kalau semua jawabanmu benar aku akan ikut denganmu tapi jika kau gagal aku akan lompat dan kau tidak boleh menghalangiku."
"Apa?! Ouh, astaga." Odette tertawa hambar.
"Kalau kau tidak setuju kau bisa pulang, cuci kaki, sikat gigi dan tidur."
"Baiklah! Tapi aku ingin mengubah sedikit kesepakatannya. Jika aku berhasil, ini adalah kali terakhir kau melakukan percobaan bunuh diri."
Alex nampak berpikir sejenak lalu mengangguk setuju. "Berikan ponselmu." Alex mengulurkan tangannya.
"Apa?" Walau keberatan, Odette menurutinya.
"Waktumu hanya setengah menit." Alex menunjukkan batas waktu yang sudah ia pasang. Ia meletakkan ponsel Odette di bawah dan quis penentu hidup dan mati dimulai.
"Kenapa sampai sekarang kau masih belum menikah padahal kau sudah tua?" Pertanyaan pertama sungguh menohok hingga ke ulu hati.
Odette mengepalkan kedua tangannya. "Sudah takdir."
Alex terkikih, wajah tengilnya tambah menyebalkan.
Pertanyaan kedua. "Antara ayam dan telur, mana yang lebih dulu?"
"Telur."
"Kenapa?"
"Karena telur baik untuk sarapan."
Benar juga ....
"Apa yang jauh dimata tapi dekat di hati?"
"Usus."
"Ha?" Alex melongo, ia pikir Odette akan memberikan jawaban yang sentimentil seperti ... cinta.
"Kenapa ikan tidak bisa berenang mundur?"
"Karena dia tidak punya bakat."
"Hal apa yang hanya dimiliki oleh manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk lain?"
"Kemampuan untuk tertawa."
Ting! [Ponsel berdenting pertanda waktu habis.]
Alex tersenyum miring lalu berbalik. "Salah." Ia merentangkan kedua tangannya. "Jawabannya adalah ... dagu. Selamat tinggal!" Ia melompat namun segera ditarik mundur oleh Odette, walau telah membuat kesepakatan, nurani Odette sebagai seorang manusia dan sebagai seorang psikolog mendorongya untuk menyelamatkan Alex.
Alex yang tidak ingin diselamatkan melakukan perlawanan. Odette pun mati-matian menahan pemuda itu, mereka saling menarik dan mendorong.
"LEPASKAN AKU! KAU MELANGGAR KESEPAKATAN!"
"BERHENTI BODOH! PIKIRKAN KELUARGAMU! IBUMU!"
Pertengkaran mereka terus berlanjut hingga di suatu moment, Odette yang berusaha menghalau Alex mendekati tepi jembatan justru terjatuh.
"AH!"
Beruntung ia berhasil berpegangan di tepi jembatan.
SWOSH!
Hembusan angin di ketinggian menembus hingga ke tulang-tulangnya. Jangan tanya seberapa cepat jantungnya berdetak sekarang. Ia menunduk melihat sungai yang berada sepuluh meter di bawahnya. Suara arus sungai itu terdengar seperti raungan dari rahang kematian.
Ia menelan pahit salivanya lalu mendongak untuk melihat Alex. Pemuda itu beejongkok lantas memberikan uluran tangan dan meminta Odette untuk meraih tangannya agar ia bisa menarik Odette naik, tapi Odette tidak yakin Alex mampu menariknya, kemungkinan mereka hanya akan jatuh bersama.
Ia menyuruh Alex menghubungi Dokter Harry lewat ponselnya untuk meminta bantuan tapi Alex menolak dan meminta Odette untuk tidak meremehkan kekuatannya, ia juga meminta Odette agar mempercayainya kali ini.
Odette yang merasakan tangannya sudah tidak mampu menahan bobot tubuhnya mau tidak mau menerima uluran tangan Alex namun ketika kedua tangannya telah berada di genggaman Alex dan ia mempercayakan nyawanya kepada pemuda itu, Alex berkhianat.
Alih-alih menarik Odette naik, Alex malah terdiam sambil tersenyum miring.
"A-Alex?" Perasaan Odette buruk, sangat buruk.
"Kau tahu, Dokter Od, kesalahan terfatal itu apa? Saat kau berharap pada orang yang salah. Saat tuduhan itu mengarah padaku aku harap keluargaku mempercayaiku tapi sayang itu tidak terjadi. Kau bilang kau mengerti penderitaankukan, menurutku seseorang tidak akan benar-benar bisa mengerti sebelum ia merasakannya sendiri."
"Alex ...." Odette takut, sangat takut.
Alex memperlebar senyumnya lalu melepas dan menjatuhkan Odette ke sungai.
Byurr!
Odette tenggelam, ia merasakan arus mendorong tubuhnya tapi anehnya, ia tidak terseret, ia terus tenggelam lebih jauh seolah sesuatu menariknya dari bawah.
Ia berpikir bahwa mungkin sekarang ia sedang ditarik oleh buaya, sang predator ganas penghuni sungai.
Apakah akhir hidupnya harus setragis itu, jatuh tenggelam dan menjadi santapan buaya?