Setelah mami pergi, Nindia tidak bisa membendung air matanya. Ucapan mami mertuanya benar-benar setajam belati. Serendah itukah dirinya di mata mami mertuanya itu hingga ucapan seperti itu tega di tujukan padanya. Dadanya terasa begitu nyeri.
"Lebih baik aku dan Farel pulang saja, mas," ucap Nindia lirih sembari meraih putranya dalam gendongan.
"Sayang, kenapa pulang? Tidak usah kamu dengarkan ucapan mami. Mas tidak ingin kalian pulang," ucap Fadil pelan namun dengan penekanan.
Nindia menggeleng lemah. Sampai kapan harus di hina terus. Rasanya ingin berhenti saja berharap. Tidak ingin merasakan kekecewaan terus menerus.
"Kamu mandi dulu, ya. Kan belum mandi," titah Fadil sembari mengusap punggung istrinya lembut.
Mata Nindia membulat. Dia sampai lupa kalau belum mandi setelah aktivitas panas mereka tadi.
Nindia lalu menidurkan lagi Farel ke atas tempat tidur lantas pergi ke kamar mandi. Di kamar mandi, wanita itu kembali menangis.