Ruang rawat inap Nindia mulai ramai. Malam itu juga nek Wati datang bersama Cinta.
"Adik Cinta sangat tampan ya, nek!" Seru Cinta dengan wajah berbinar bahagia.
"Tampan seperti ayah, kan?" Fadil dengan kepercayaan dirinya.
"Iya, tampan seperti ayah! Kan adik Cinta laki-laki! Kalau Cinta cantik seperti bunda!" celoteh Cinta.
"Hahahaa. . .!" Semua yang ada di ruangan tertawa mendengar celotehan Cinta termasuk Fadil.
"Iya kalau dedenya perempuan cantik pasti seperti bunda kan sayang," sahut Nindia sambil mengusap kepala putrinya itu.
"Iya, donk!"
"Oh iya apa sudah ada namanya nak Fadil?" tanya nek Wati.
"Namanya Farel, nek," jawab Fadil.
"Nama yang bagus!" ucap nek Wati. Fadil pun tersenyum.
"Manggilnya dede Farel ya, yah?" tanya Cinta.
"Iya sayang! Cinta suka tidak namanya?"
"Suka, yah! Namanya bagus," sahutnya.
"Oooeee. . .!" Dede Farel menangis.
"Lapar mungkin, nak! Coba di susuin!" titah nek Wati.
"Iya, bu!" Nindia pun gegas menyusui bayinya.