"Sayang, hari ini bunda kerjanya sore jadi bisa antar jemput Cinta ke sekolah. Kamu seneng, kan?" ucap Nindia pada putrinya yang habis mandi.
"Beneran, bunda? Cinta seneng sekali!" Cinta langsung memeluk bundanya.
"Iya sayang, bunda kan sudah lama tidak antar jemput kamu ke sekolah!"
"Tapi nanti ayah Fadil mau antar Cinta juga bunda.."
"Hmm . . . begitu ya."
"Iya tidak apa-apa kan bunda sama ayah antar Cinta ke sekolah, biar teman-teman sekolah Cinta tahu kalau Cinta punya bunda dan ayah juga seperti mereka."
"Maafin bunda ya, sayang!" Nindya memeluk erat putrinya. Rasa bersalah yang tidak akan pernah hilang melihat putrinya tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah.
"Loh kenapa bunda minta maaf? Bunda tidak salah apa-apa kok! Cinta bangga punya bunda. Kata teman sekolah Cinta, bunda tuh sangat cantik !" Cinta menatap Nindia dengan binar bahagia.
"Hahahaa masa teman Cinta bilang begitu?"
"Iya bunda. . ."
Ada-ada saja." Nindia menggelengkan kepalanya.
"Ayo sarapan dulu!" nek Wati memanggil dari ruang tamu. Nindia dan Cinta pun bergegas keluar kamar.
"Waahh nasi goreng. Cinta sukaaa!" Cinta tersenyum sumringah.
"Makan yang banyak ya nak,biar cepat besar!" titah nek Wati pada Cinta.
"Oke, nek!" Cinta pun makan dengan lahap.
Tok tookk . Terdengar suara ketukan.
"Biar aku yang buka, nek!" Nindia lalu membukakan pintu dan ternyata Fadil sudah berdiri di depannya, "Tuan?" ucap Nindia kaget.
"Loh kamu kok tidak pakai seragam?" tanya Fadil heran melihat Nindia yang berpakaian santai.
"Saya shift dua tuan!"
"Looh shift dua kan pulangnya malam? Kenapa Pak Andi menyuruh kamu Shift malam?" Fadil terlihat marah.
"Saya yang minta shift malam, kok!" jelas Nindia.
"Ayah Fadil?" Cinta ikut keluar menemui Fadil.
"Halo cantik! Sudah siap sekolah?" Fadil sedikit membungkuk agar sejajar dengan Cinta.
"Namaku Cinta bukan Cantik, ayah!" protes Cinta.
"Hehehee, iya nama kamu Cinta. Karena kamu cantik jadi ayah panggil kamu cantik!" Fadil mengusap lembut rambut Cinta.
"Oohh begitu. Cinta cantik ya, yah?"
"Tentu saja kamu cantik, sayang!"
"Kata teman-teman di sekolah, bunda yang cantik!"
"Hahahaa. . . Bunda kamu cantik, tentu saja kamu juga cantik. Kan kamu anak bunda, hmm?"
"Ohh iya ya. Nanti kalau Cinta sudah besar pasti cantik seperti bunda kan,yah?"
"Tentu saja sayang, jadi cepatlah besar."
"Ayo sayang kita berangkat sekarang nanti kamu telat kalau ngobrol terus!" titah Nindia.
"Ayoo, nek,saya permisi dulu!" Fadil pamit pada Mak.
"Kita pamit ya, nek," Nindia dan Cinta pun mencium punggung tangan nek Wati.
"Iya, hati-hati di jalan ya, nak," pesan nek Wati..
"Ayah, besok kan hari minggu libur, jadi ayah tidak ke rumah Cinta lagi, ya?" tanya Cinta saat mereka sudah di dalam mobil.
"Hmm, ayah tidak boleh ke rumah Cinta ya besok?"
"Tentu saja boleh tapi Cinta kan besok libur, jadi ayah tidak antar Cinta sekolah."
"Yah kalau tidak antar sekolah kita jalan-jalan saja bagaimana?"
"Jalan-jalan, yah? Beneran?" Cinta tersenyum sumringah.
"Iya. Cinta mau jalan-jalan kemana?"
"Kemana saja Cinta mau, yah. Cinta tidak pernah jalan-jalan, hanya sekolah dan depan rumah saja."
"Baiklah besok kita jalan-jalan,ya!'
"Beneran ayah!"
"Tentu saja benar anak cantiikk! Masa ayah bohong, hmm?"
"Asiiiikkk!" Cinta bersorak. Di kursi belakang, Nindia hanya menatap putrinya dengan tatapan sendu.
Mereka pun tiba di sekolah Cinta. Nindia ikut turun karena Cinta memaksa.
"Bunda sama ayah ikut antar Cinta ke dalam, ya!"
"Bunda tunggu di mobil saja, ya!" tolak Nindia. Dia tidak mau terlihat sedang bersama Fadil.
"Tidak mau! Bunda harus ikut juga!" Cinta memaksa.
Setelah Cinta sampai di depan kelas nya,Fadil dan Nindia pun kembali lagi ke mobil.
"Saya tidak ikut naik mobil tuan karena saya mau langsung pulang."
"Saya antar, ayo naik!" perintah Fadil.
"Tapi nanti tuan telat ke kantor!"
"Tidak masalah. Ayo,kalau debat terus begini makin telat saya!" jawab Fadil. Nindia pun akhirnya naik ke mobil.
"Kenapa kamu minta shift malam, hmm?" tanya Fadil saat mereka sudah di dalam mobil.
"Tidak apa-apa tuan. Hanya kangen antar jemput Cinta ke sekolah," jawab Nindia.
"Saya tidak suka kamu kerja malam, banyak pekerja laki-laki kalau malam!"
"Iya kan mereka teman kerja bukan orang jahat "
"Kamu di bilangin ya! Senin kamu kerja pagi lagi!"
"Hmm.. . ."
"Nanti saya antar kamu kerja!"
"Tidak perlu tuan saya bisa sendiri, kok!"
"Jangan membantah!" Fadil menatap tajam ke arah Nindia.
"Nanti biar saya yang jemput Cinta, kamu di rumah saja"
"Tapi tuan, saya kan kerja malam karena kangen mau antar jemput Cinta," Nindia mulai protes di atur-atur terus.
"Kalau kamu mau jemput Cinta, saya akan jemput kamu dulu"
"Tidak perlu tuan, malah bolak balik begitu. Tuan kan harus kerja."
"Kamu tinggal pilih, diam di rumah atau saya jemput kamu buat jemput Cinta hmm?"
"Terserah tuan saja lah!" Nindia pun menyerah.
Tak lama mereka sudah tiba di dekat rumah Nindia. Nindia langsung turun tanpa pamit dan berjalan setengah berlari. Fadil hanya menatap dari dalam mobil. Setelah Nindia menghilang di simpang jalan, Fadil pun pergi dari sana.
"Diah, apa hubungan kamu sama Fadil?" tanya nek Wati ketika Nindia tiba di rumah.
"Tuan Fadil itu keponakan pemilik restoran, nek. Aku juga tidak tahu kenapa dia mau antar jemput aku dan Cinta. Kalau aku tidak mau, dia selalu ancam mau memberhentikan aku dari restoran!"
"Hmm . . . Apa mungkin dia suka sama kamu, Diah?"
"Yah tidak mungkin, nek. Aku ini siapa, dia siapa."
"Lalu apa tujuan dia kalau begitu? Tidak mungkin kan kalau hanya karena baik saja?"
"Entahlah nek, aku juga bingung. Dia juga suruh Cinta memanggilnya ayah."
"Makanya nenek tanya sama kamu! Kamu harus hati-hati ya, nak. Jangan terlalu percaya sama orang!"
"Iya nek, aku paham kok. Nenek jangan khawatir ya. Aku istirahat dulu," Nindia lalu pergi ke kamar.
Tepat pukul sepuluh, Cinta tiba di rumah di antar Fadil. Hanya ada nenek Wati yang di depan rumah.
"Ayah tidak masuk dulu ketemu bunda?"
"Nanti saja sayang, nanti ayah ke sini lagi kan mau antar bunda kerja sore. Cinta istirahat ya, makan yang banyak," Fadil mengusap lembut kepala Cinta.
"Iya ayah. Ayah hati-hati di jalan,ya!"
"Saya pulang dulu, nek," pamit Fadil.
"Iya hati-hati di jalan."
Fadil pun meninggalkan rumah Nindia.
"Bunda mana, nek?" tanya Cinta, di lihatnya Nindia tidak ada di rumah.
"Bunda sedang ke warung beli beras. Ayo kamu makan dulu."
"Sayangnya bunda sudah pulang, ya?" Nindia langsung memeluk dan menciumi putrinya.
"Bunda, nanti ayah datang lagi mau antar bunda kerja sore ya?"
"Iya sayang, bunda kerja sore pulangnya malam. Cinta tidur sama nenek, ya."
"Iya bunda."
"Yuk makan dulu, nanti bunda temani kamu tidur siang."
Selesai makan, Nindia membantu Cinta mengerjakan PR lalu menemaninya tidur siang. Hal yang sudah lama tidak dia lakukan semenjak bekerja.
"Nek, tolong nanti jam 2 bangunin aku ya, mau kerja nanti jam 3."
"Kamu pulang malam apa berani nak, sedang musim hujan sekarang. Nenek takut nanti malam hujan."
"Mungkin di jemput tuan Fadil, nek. Siang saja dia mau jemput."
"Kelihatannya dia baik tapi kamu tetap hati-hati ya, sepertinya dia benar-benar suka sama kamu, Diah!"
"Iya, nek. Doain aku terus, ya. Terimakasih atas semua kasih sayang nenek untuk aku dan Cinta. Diah sayang sama banget sama nenek," Nindia pun memeluk nek Wati sambil meneteskan air mata.
"Iya nak. Kalian lah keluarga nenek sekarang. Nenek sayang sama kalian. Ya sudah kamu tidur dulu nanti nenek bangunin," nek Wati lalu meninggalkan Nindia dan Cinta di kamar.