Apakah Putus Adalah Jalan Keluar?

🇮🇩Puspadharma28
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Menunggu

Pernikahan bukanlah tujuan akhir, melainkan tujuan pertama dari berbagai destinasi di perjalanan hidup selanjutnya.

Siang ini cukup matahari ya cukup terik. Namun membuat langit terlihat lebih cerah dan biru. Aktivitas masih berjalan dengan lancar, ada yang mulai mencari tempat untuk makan siang, pun ada juga yang sudah selesai makan siang dan siap kembali ke tempat kerjanya. Mereka terlihat lebih segar, karena sudah merasakan makan siang yang sudah dipikirkan sejak tadi pagi. Banyak tawa yang saling bertukar di jalan-jalan menuju restoran.

Nalani, masih sendiri menunggu teman makan siangnya ketika yang lain sudah selesai. Ia tak hanya memesan satu minuman dingin. Sudah tinggal setengah gelas saja, tetapi, Nalani belum berniat untuk menambah pesanannya. Mungkin makanan, cemilan, atau desert, belum ada yang menarik perhatian Nalani saat itu. Di pikirannya saat itu hanyalah menunggu sang kekasih datang untuk menemaninya makan siang dan membahas tentang pernikahan yang telah mereka impikan bersama. Sudah hampir 1 jam Nalani menunggu. Kekasihnya belum juga terlihat batang hidungnya. Nomornya tidak bisa dihubungi, pesan yang Nalani kirimkan pun pending. Nalani masih berharap di sisa-sisa terakhir waktu makan siang. Bermain handphone, membaca majalah yang disediakan, melamun, hingga bermain game sudah Nalani kerjakan semua. Tetapi, tetap saja tidak ada yang merubah suasananya. Nalani tetap sendiri, menanti janji yang sebelumnya telah disepakati dengan kekasihnya.

Pada akhirnya jam makan siang pun usai. Semua berbondong-bondong kembali ke tempat kerja masing-masing. Restoran mulai terasa sepi, tawa dari para pekerja kantoran mulai hilang. Hanya terdengar ramai kendaraan dan beberapa obrolan tamu di restoran. Nalani mendekatkan tangannya untuk melihat pukul berapa sekarang. Helaan napasnya melepaskan segala dilema. Harus tetap tinggal di sana, atau pergi melupakan janjinya hari itu. Sebelum memutuskan harus bagaimana, Nalani memastikan jika kekasihnya masih tidak dapat dihubungi. Kemudian, Nalani akan dengan mudah memutuskan jika dirinya harus meninggalkan restoran itu dengan segera.

Sore sudah tak bisa dihindari, Nalani masih sibuk berpaku dengan laptop di ruang kerjanya. Sesekali meregangkan tangan dan lehernya, karena terlalu serius pada laptopnya. Badannya pun mulai mengeluh pegal, jadi, Nalani harus memanjakan badan dan pikirannya sejenak. Nalani menyeduh coklat hangat, sembari membuka cemilan kesukaannya, biskuit keju. Earphone Nalani pasang di kedua telinganya, menyeruput coklat hangatnya, lalu mengunyah biskuit keju yang telah disiapkan di atas meja kerjanya. Sungguh, momen ini salah satu yang membuat otaknya sedikit lebih segar dan tidak terlalu penat. Suara keyboard yang beradu dengan jari terdengar samar di telinga Nalani karena Nalani sedang mendengarkan lagu kesukaannya melalui earphone. Di kantor semua sibuk dengan tanggung jawabnya masing-masing. Jam kerja masih menyita perhatian mereka. Jarang ada yang membuka obrolan, atau sekedar bertegur sapa. Karena sore hari, bagi mereka waktu yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum menyudahi jam kerja.

Malam ini, Nalani kembali akan bertemu dengan kekasihnya. Ada hal yang perlu dibicarakan dengan vendor pernikahannya. Meeting ini menentukan konsep pernikahan Nalani dengan sang kekasih. Sebelum pulang dari kantor, Nalani membersihkan meja kerjanya agar terlihat tetap bersih dan rapi. Setelah itu, Nalani merapikan pakaian, rambut, dan juga memberikan sentuhan make up sedikit pada wajahnya agar tidak terlihat pucat dan lelah karena selesai bekerja. Jika semua sudah selesai, Nalani akan mengambil tasnya, pergi ke tempat absen lalu meninggalkan kantor sang rumah kedua bagi Nalani.

"Selamat malam, Kak Nalani. Malam ini kita ada meeting di cafe Kak Nalani, ya. Pukul 19.00."

Pesan dari pengurus wedding organizer nya. Nalani memberi balasan dengan sangat cepat. Di parkiran mobil kantor, Nalani menyempatkan untuk mengobrol dengan teman kantornya sebelum pulang ke tujuan masing-masing. Sesekali bergurau, menertawakan kesulitan mereka hari ini, atau bahkan curhat tentang pekerjaan yang baru saja diselesaikan. Meski banyak keluhan, tetapi mereka saling menikmati pekerjaannya. Keluhan itu hanya mereka bagikan, tidak berarti ingin meninggalkan pekerjaan. Terkadang, jika sudah selesai masa kesulitannya, keluhan itu akan mereka tertawakan dengan sendirinya.

"Gue balik dulu, ya!" pamit Nalani sambil membuka pintu mobilnya. Nalani meletakkan tas di kursi sebelah kiri, lalu, menempatkan posisi ternyamannya untuk menyetir mobil. Tujuan Nalani pertama adalah cafe. Cafe miliknya sendiri bersama sang kekasih.

Sampai di cafe, Nalani masuk ke dalam ruangannya yang ada di sana. Suasana lumayan ramai, karena sudah memasuki malam hari. Banyak sekali anak muda yang ingin menghabiskan waktu malam sesuai bekerja di cafe milik Nalani itu. Obrolan demi obrolan mulai terdengar. Tercampur dengan keriwehan pelayan cafe di sana. Ramai dan riuh suasana malam itu. Sebelum pukul 19.00 tepat, Nalani mencoba menghubungi kekasihnya.

Nama Edgar terlihat di layar handphone Nalani. Ada hati merah di sandingkan dengan nama Edgar di sana.

"Kemana sih Edgar? Tadi siang udah nggak bisa ketemu makan siang bareng, sekarang meeting sama WO masak nggak bisa Dateng juga. Hmmmm," Nalani panik sendiri sambil masih mencoba menghubungi Edgar.

Nomor Edgar masih belum berdering. Panggilan masih sibuk, dan disarankan untuk beberapa saat kemudian menghubungi Edgar lagi. Tarikan napasnya memberikan kesabaran yang lebih. Menghilangkan kepanikannya ketika Edgar masih belum berhasil dihubungi.

"Edgar, pliss kali ini jawab telepon aku," Nalani menggigit jarinya, mondar mandir menanti kabar dari Edgar sebelum pihak WO datang menemuinya di Cafe.

Pukul 18.50 semua pesan yang Nalani kirim ke Edgar berhasil terkirim. Betapa leganya Nalani saat itu, berharap Edgar sudah menuju ke cafenya. Nalani menunggu balasan dari Edgar. Namun, Edgar tidak membaca semua pesan Nalani. Edgar langsung menelepon Nalani, agar tidak banyak menulis pesan untuk membalas semua pesan dari Nalani.

"Halo," sapa Edgar dari seberang sana.

"Halo, sayang. Kamu kemana aja sih? Kenapa dari tadi siang nggak bisa dihubungi?" tanya Nalani dengan nada yang santai dan mencoba tidak terlihat panik apalagi emosi.

"Iya maaf ya, sayang. Aku lagi banyak banget kerjaan. Jadi, nggak sempet untuk buka handphone," Edgar menjawab seperti terburu-buru.

"Yaudah nggak papa. Sekarang kamu dimana? Udah jalan ke cafe, kan?" Nalani berharap dengan Edgar.

"Sayang maaf, ya. Aku nggak bisa nemenin kamu malam ini. Kamu sendiri ya yang meeting sama pihak WO nya. Masih ada kerjaan yang belum beres," ujar Edgar sambil terdengar membunyikan mouse di sebelah laptopnya.

"Kamu nggak bisa?" Nalani kecewa.

"Iya sayang, maaf, ya."

"Tapi kan ini harus kita berdua yang nentuin, sayang," Nalani masih mencoba bernegosiasi dengan Edgar.

"Aku serahin semua ke kamu. Aku percaya," jawaban Edgar tidak memenuhi ekspektasi Nalani.

"Nggak bisa gitu dong, sayang," Nalani masih berharap Edgar mau mendengarkannya.

"Sayang, udah dulu, ya. Aku mau lanjutin kerjaan aku dulu. Nanti kalau udah selesai meetingnya kamu kabarin aku, ya," Edgar pamit menutup teleponnya.

"Ha.. halo? Edgar? Sayang?" Nalani berkali-kali memanggil Edgar, tetapi, Edgar ternyata sudah menutup teleponnya.

Nalani menyiapkan mentalnya untuk bertemu dengan pihak WO sendirian.