Chereads / KEJORA / Chapter 4 - Bab 4 | Mengingat

Chapter 4 - Bab 4 | Mengingat

Unit Porsche silver berhenti di parkiran sekolah menengah atas, di SMA Cendikia Intern. Keluarlah sosok lelaki tampan dengan tatapan dingin dan terkesan cuek tersebut. Dia adalah idola nya seantero sekolah. Khususnya SMA Cendikia Intern. Dengan gaya khasnya yang terkesan dingin dan tajam tersebut membuat para perempuan-perempuan yang ada di sekolah itu mengaguminya. Ditambah lagi dia ketua OSIS yang sangat jenius. Seketika suara cewek-cewek itu histeris dengan kedatangan lelaki tampan tersebut saat memasuki koridor kelas XI. Ya dia adalah Aldebaran Bintang Bagaskara. Siapa yang tidak kenal dengan anak pengusaha kaya Bagaskara group tersebut.

"Enak banget ya jadi idola sekolah.. Cihh kapan gue bisa kayak lo. Di idolakan satu sekolahan man, anak emas dewan guru.. keren banget loh bisa se famous itu man.. hahaha." Kekeh Mahesa panjang lebar saat melewati koridor anak kelas XI. Dia Mahessa Regya Fransisco. Atau biasa di panggil Mahessa.

"Berisik.." tutur Aldebaran seraya meninggalkan temannya itu.

"Woyy gue kepret lu ya.." celoteh Mahesa.

Dan tiba-tiba..

"E..ehh.. maaf-maaf.." tutur gadis cantik itu tiba-tiba.

"Ya ampun, maaf ya." Reflek Mahessa merapikan buku-buku gadis itu yang berserakan akibat ulahnya. Lebih tepatnya akibat dia ingin buru-buru mengejar Aldebaran tadi. Namun tanpa sengaja malah menyenggol lengan gadis cantik yang ada didepannya ini.

"Iya kak, maaf ya gak sengaja." Tuturnya pelan.

Ya ampun cakep amat cewek ini. Tapi perasaan gak pernah lihat deh. Gumam Mahessa dalam hati.

"Eh gak kok, gue yang salah. Ngomong-ngomong. Kayaknya gue baru lihat elo deh." Tutur Mahessa lagi.

"Iya kak, gue anak baru di SMA ini. Ma..makasih" Ucap Kejora seraya mengambil buku ditangan Mahessa.

"Wahh pantes baru lihat. Eh, btw nama Lo siapa? Gue Mahe...." Belum sempat Mahessa meneruskan kalimatnya. Gadis itu telah pamit duluan.

"Duluan ya kak, bel udah bunyi." Ucapnya seraya berlalu meninggalkan Mahessa.

Yang tak lain dan tak bukan adalah anak baru pindahan dari Manado. Ya dia Kejora. Gadis cantik bermata hazel dengan rambut pirang kecoklatan sebatas bahu. Kulit putih bersih. Dan tinggi semampai. Maklum Kejora gadis berdarah Indonesia-Tionghoa, lebih tepatnya Manado-Tionghoa. Namun karena belasan tahun yang lalu kelurganya merantau ke Yogyakarta. Hingga Kejora lahir di Yogyakarta.

"Pagi anak-anak.." sambut Bu Dina guru fisika di kelas XI IPA 1 pagi ini.

"Pagi Bu.." jawab mereka serentak.

"Perkenalkan kita kedatangan murid baru dari Manado. Silahkan perkenalkan diri kamu" Ucap Bu Dina seraya mempersilahkan.

"Saya Hansellia Brigina Kejora Nugroho, teman-teman bisa panggil saya Rara atau Kejora." Tutur gadis itu setelah memperkenalkan diri.

"Wah..wah.. cantik banget yak.. hahaha..." Seru Bima salah satu siswa dikelas itu.

"Huuuu.. dasar Playboy." Celoteh siswi setelahnya.

"Anak-anak diam. Waktunya belajar. Buka halaman 108. Kamu silahkan duduk di bangku kosong sebelah Hanin ya." Bu Dina seraya mempersilahkan.

"Yahh.. ibu.. gak seru ahh."ucap Arsen lelaki yang duduk tepatnya didepan Bima.

"Diam kamu, atau keluar!!" Tegas Bu Dina. Ya Bu Dina termasuk guru killer yang paling di takuti seantero sekolah. Hening setelahnya tidak ada yang berani berbicara sedikitpun.

Hingga istirahat tiba. Siswa-siswi bernafas lega seketika. Setelah tahap bersitegang beberapa menit yang lalu.

"Itu yang tadi kerjakan PR di halaman 110." Hanindita seraya menunjukkan lembar halaman tugas yang diberikan Bu Dina tadi.

"Makasih ya.." balas Rara dengan senyuman.

"Panggil aja gue Hanin." Ucap gadis itu setelahnya seraya mengulurkan tangannya.

Ya dia Hanindita Mulya Antonius. Gadis dingin. Dengan berperawakan manis, mempunyai lesung pipi sebelah kiri. Kulit putih, rambut panjang hitam. Mempunyai mata yang hitam dan bulat. Siapa yang tidak kenal dengan gadis cantik plus manis itu. Selain itu dia wakil OSIS SMA Cendikia Intern. Tidak heran jika banyak lelaki yang tertarik kepadanya.

"Gue Kejora, bisa panggil Rara kok." Sambut gadis itu.

"Oke, mau ke kantin?" Tawar Hanindita.

" Oh.. boleh. Ayo!" Ajak Rara karena tidak dipungkiri dia sangat lapar karena pagi tadi tidak sempat sarapan.

Di sebuah kantin SMA Cendikia Intern yang sangat ramai ketika bel istirahat telah berdentang. Anak-anak tak lupa memilih tempat duduk. Karena jika istirahat tiba. Kantin sangat padat bahkan susah hanya sekedar mencari tempat duduk yang kosong.

Kedua gadis yang telah akrab beberapa menit yang lalu itu pun sedang menyantap makanan mereka masing-masing dengan khidmat.

"Lu yakin cabe sebanyak itu??" Tatap Hanin bergidik ngeri.

"Gak kok sans aja. Hehe.." kekeh Rara seraya menatap wajah Hanin yg seakan ketakutan melihat mangkuk sotonya yang memerah.

Pasalnya entah sudah keberapa kalinya Rara menuangkan sendok cabe ke mangkuk nya.

"Entar mules berabe lu." Ucap Hanin kembali sangking tidak habis pikir pada gadis didepannya ini.

Dan ketika sedang menikmati makanannya ia menangkap salah satu sosok yang cukup dikenalnya.

Deg.

'Benarkah dia..' gumam Rara dalam hati.

'Tapi itu sepertinya benar-benar dia kan. Aku yakin gak salah lihat deh. Ya meskipun dia sudah banyak perubahan. Ya secara waktu itu kan kita masih bocah. Jelas saja banyak yang telah berbeda. Ahh nanti aku samperin dia ahh. Dia masih mengenaliku gak ya..' gumam gadis itu seraya melamun.

"Heyy, are you okay!!" Ucap Hanin seraya menepuk pundak gadis itu.

"Ee..eh.. okay." Jawab Rara terbata-bata.

"Lo ngelamunin apaan sih." Tutur Hanin penasaran.

"Mmm.. gak ada kok.." cengir Rara tiba-tiba.

'Anehh..' batin Hanin.

"Lo ke kelas duluan aja ya.. Gue mau ke toilet dulu." Pamit Rara

"E..ehh.. beneran gak mau gue tungguin nih." Tahan Hanin.

"Gapapa kok. Soalnya gue mau ganti pembalut sebentar." Ucap Rara seraya berlalu meninggalkan Hanin.

"Ya deh. Cepat balik kalau udah kelar." Tutur nya setelah Rara pergi namun masih terdengar olehnya.

'Ahh.. aku yakin tadi itu dia kan. Si Al. Ah iya pasti.' batin Rara.

'Tapi.. apa dia masih mengenali aku. Ya ampun. Nervous anjirr. Huhh 'batin gadis itu.

Dan ketika Kejora melamun saat keluar dari toilet.

Deg.

"Ma.. maaf gak sengaja." Sontak Rara terkejut.

"Lo gak punya mata ya.." bentak lelaki itu. Yang tak lain dan tak bukan ialah Aldebaran.

"Kamu Al kan?" Tutur gadis itu

"Siapa?? Al.." sungut lelaki itu seraya mendelik.

"E..ehh.. Tapi kamu beneran Al kan. Kita ka... "Belum sempat melanjutkan sudah dipotong oleh lelaki itu.

"Lo gak usah sok kenal ya.. Pede banget loh hahh. Gue gak kenal lo paham!!!" Bentak lelaki itu.

Seraya mereka menjadi pusat perhatian.

Dan siswa-siswi yang melihatnya pun banyak berbisik-bisik. Seakan-akan penasaran lebih tepatnya siswi-siswi fans Bintang alias Aldebaran garis keras. Benar di SMA Cendikia Intern ini mereka hanya mengenali lelaki itu dengan nama Bintang.

Setelah beberapa menit berlalu hingga waktu nya mereka kembali kerumah masing-masing. Karena jam pelajaran telah usai.

"Ehh, lo tadi ada masalah apa sih sama sih Bintang anak kelas XI IPA 4?" Tanya Hanin.

"Gak ada apa-apa. Cuma salah paham aja." Tutur Kejora.

"Lo gak usah cari gara-gara ya sama ketos kulkas sok berkuasa itu. Bahaya." Tegas Hanin.

"Emangnya dia siapa sih. Kan manusia juga." Elak Kejora lagi.

"Lo gak tau siapa dia. Gak usah ngeyelan pokoknya. Kalau lo mau hidup damai tentram disekolah ini. Cukup hindari manusia kulkas satu itu terlalu beresiko." Tegas Hanin memperingatkan.

"Gue duluan ya udah di jemput nyokap gue tuh.." pamit Hanin.

"Ehh iya.. hati-hati ya. Bye.." Gumam Kejora.

"Bye..." ucap Hanin berlalu.

Seketika ia tidak sengaja melihat anak lelaki yang ditabraknya di depan toilet beberapa waktu lalu. Ya Aldebaran alias Bintang dan kawan-kawannya sedang duduk di parkiran sekolah.

Deg.

Kejora hanya menatap nanar ke arah lelaki itu.

"Jika dahulu kita adalah bagian terdekat, seperti mata dan kelopak nya. Yang bagaimana pun arahnya selalu sejajar. Dan ketika air mata itu menetes pun kelopaknya mengikuti alur pergerakan mata itu sendiri. Namun hari ini aku bisa mengerti bagaimana keadaan kita sekarang, yang semuanya telah berbeda. Kita seperti air dan minyak. Walau berada di sebuah wadah yang sama namun kita seperti berjarak. Sangat jauh. Serakah kah diriku jika mengingat itu lagi. Mengingat kenangan demi kenangan yang amat berharga." Batin Kejora.