Kedatangan Melisa membuat Aurel semakin ketakutan. Seharusnya sesama manusia tidak boleh takut karena sebagai orang yang beriman kita diwajibkan hanya takut pada Tuhan semesta alam. Namun, sikap keras dan semboro yang melekat di dalam diri Melisa membuat Aurel panik.
Terlebih Aurel masih teringat jelas akan momen di mana mertuanya itu menyeret tubuhnya dengan paksa sampai kepalanya terbentur dan membuatnya masuk rumah sakit.
Bukan karena takut terluka apalagi mati. Hanya saja ada makhluk kecil di perutnya yang harus dia jaga dan pertahankan.
"Aurel! Di mana Marni?" tanya Melisa dengan nada tinggi.
"Loh, memangnya Bibi ke mana, Nyonya? Saya malah gak tahu apa yang sebenarnya Nyonya tanyakan. Bukankah Bibi di kamarnya?" Aurel memang cerdik. Daripada dia bingung dan dicurigai, dia lebih baik lepas tangan dan berpura-pura bodoh.
"Kenapa kamu malah ganti nanya ke aku! Apa pertanyaanku kurang jelas? Ha?!"