Tiba-tiba ada suara tangisan bayi dari arah kamar. Siapa lagi kalau bukan Alif. Demi menghindari pertanyaan dari mertuanya itu, Aurel kemudian berdiri sembari berseru, "Ma— Alif bangun— boleh Aurel masuk ke kamar Mama untuk melihat Alif?"
"Oh, iya—" Melisa menjawab sedikit terkejut.
Sebenarnya Melisa mengharapkan ada sebuah jawaban yang keluar dari bibir menantunya. Mau bagaimana pun juga jawaban Aurel adalah sebuah penentu.
Namun, karena Melisa juga tak tega mendengar tangisan dari cucu, mau tidak mau, ia harus melepas Aurel untuk saat ini.
"Alhamdulillah, akhirnya aku diselamatkan oleh tangisannya Alif," batin Aurel sembari tersenyum tipis dan berlari menuju kamar.
"Alif anakku—" Betapa bahagianya wajah dan hati Aurel saat dirinya bisa bertemu dengan buah hati yang paling berharga di dunia.