"Kenapa Alif bisa bersamamu, Bri?" Wajah Aurel mendongak pada Brian. Namun, saat Aurel mulai mengamati lebih lekat, ada bekas lebam di wajahnya.
"Loh, wajahmu—" Spontan jari Aurel menunjuk ke wajah Brian. "Kenapa dengan wajahmu, Bri?" tanya runtut Aurel.
"Oh, ini—" Brian menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal. "Ehm, anu ... ini tadi—"
"Apaan sih, Bri? Anu-anu gak jelas banget?!" rutuk Aurel mulai mengendus ketidakberesan.
"Tadi gak sengaja kepalaku terbentur tembok," bohong Brian tak bisa mencari alasan yang lebih masuk akal. Aurel hanya mengerutkan dahi dan mincibir. "Aku yakin, ada sesuatu yang manusia ini sembunyikan," batin Aurel mengiyakan saja apa yang dikatakan Brian, meski ia tahu Brian berbohong.
Mana ada terbentur tembok model begitu? Lagian gak mungkin juga, memangnya Brian sedang beradu kekuatan sama tembok? Sungguh asalan yang sangat tidak masuk akal. Brian merangkul bahu Aurel sembari mendorong masuk rumah. Lirikan mata Aurel menyiratkan pertanyaan.
