"Bri—" ucap Amartha dengan suara parau. Bola matanya berbinar seolah ada sesuatu yang mengganjal.
Bibirnya bergetar ingin berucap tapi lidahnya seolah kelu. Brian yang sudah merasa ada yang sedang kacau dengan diri Amartha, hanya bisa mengusap kelapa Amartha dengan penuh kembutan dan kasih sayang.
"Tenanglah, Amartha— ada aku di sini—" tutur Brian.
"Ma-maaf soal rumahmu yang sudah aku rusak—"
"Hush! Tak perlu kamu pedulikan hal itu. Kekacauan yang terjadi di dalam rumah ini bukanlah sebuah masalah yang penting. Lagian bisa dibersihkan bukan? Sekarang, yang paling penting adalah ketenanganmu."
"Ta-tapi aku capek, Bri—"
Kening Brian mengkerut. Ia mulai bertanya-tanya tentang kata 'capek' yang Amartha ucapkan. Apa hubungannya capek dengan ketenangan?
"Capek?" sahut Brian masih mengerutkan dahi.
Amartha mengangguk perlahan sembari berucap. "Aku capek masak—"
