Chereads / Istri Tak Rupawan / Chapter 14 - Pemakaman

Chapter 14 - Pemakaman

Aurel menatap pada dua gundukan tanah dengan tangis sesenggukan. Semua orang yang melayat kebetulan sudah pulang, mereka sengaja melakukannya, karena ingin membiarkan ruang penuh untuk Aurel sekeluarga melepas Almarhum Putra dan Nurma.

"Sayang, aku tahu kamu pasti sangat terpukul dengan kejadian ini. Namun, hari semakin larut dan kita harus segera pulang. Lihatlah Papa dan Mamaku dari tadi menunggui kita," ucap Vero.

Sejujurnya Aurel, Vero dan juga kedua orang tua Vero sudah berada di Pemakaman selama dua jam lamanya.

Bersedih boleh, berduka boleh, merasa kehilangan pun tidak apa-apa. Akan tetapi, kita sebagai makhluk harus sadar jika apa yang menjadi titipan Tuhan, memang akan kembali.

Bukankah kedua orang tua kita memang milik Tuhan? Tidak hanya itu saja, Suami, Istri, bahkan Anak-anak kita pun kelak akan berpulang sesuai urutan yang telah ditakdirkan.

Dalam kesedihannya, Aurel lalu mengalihkan pandangan ke arah Melisa dan Abimanyu yang masih berdiri tegap.

"Mas Vero benar. Kalau aku terus-terusan meratapi kepergian Mama dan Papa, Tuhan akan marah padaku karena aku tidak ikhlas. Mas Vero juga benar, Mama Melisa dan Papa Abimanyu telah lama menunggu, kasihan," batin Aurel.

Tidak lama kemudian, Aurel kembali menatap pada tanah gundukan Papa dan Mamanya untuk yang terakhir kali sebelum memutuskan untuk pulang.

Di dalam mobil, Aurel tidak berkata sepatah kata pun. Dia hanya diam sambil kedua matanya menatap ke jendela melihat jalanan.

Hatinya hancur apalagi cara kedua orang tuanya meninggal dengan cara yang tragis.

"Aurel sayang sama Papa dan Mama. Aurel berjanji akan belajar ikhlas akan kepergian Mama dan Papa." Pandangannya kosong. Raganya memang di dalam mobil. Namun, pikirannya masih berada di Pemakaman.

Tentu saja Vero dan kedua orang tuanya memilih diam. Mungkin itulah cara terbaik untuk membuat Aurel tetap nyaman dan tidak sedih.

Sesampainya di rumah, Aurel langsung masuk kamar tanpa makan atau pun sekedar berbincang. Aurel butuh waktu sendiri seharian ini. Karena Aurel berjanji, esok dia harus sudah bisa move on dan kembali menatap masa depan bersama Vero.

"Sial! Padahal tadi belum sempat keluar, masih nanggung! Aduh, harus menunggu sampai besuk nih!" batin Vero sambil menutup kamar dan tidak berani mengganggu Istrinya.

***

Paginya Aurel bangun dengan kondisi yang lebih baik. Senyumnya mulai terlihat lagi. Kali ini dia bangun lebih awal.

Selain tidak ingin merasa sungkan pada Melisa dan Abimanyu jika keduluan bangun, dia juga berniat untuk menjalani kehidupan secara normal tanpa meratapi kematian kedua orang tuanya.

"Bismillah, semoga Engkau memudahkan semua jalanku Ya Rabb!" lirih Aurel kemudian bangun.

Pertama yang ia lakukan tentu saja menunaikan kewajibannya sebagai orang Islam, yakni sholat. Karena waktu subuh belum datang, ia memutuskan untuk melalukan sholat tahajud terlebih dahulu.

Setelah semua kewajibannya terlaksana. Dia bergegas ke dapur. Suasana rumah begitu sepi. Bahkan yang katanya ada dua Bibi di rumah ini, Aurel sama sekali belum pernah melihatnya.

"Di mana Bibinya? Masa iya, mereka belum bangun? Bukankah jam-jam segini biasanya sudah ada di dapur untuk masak sarapan pagi?" ucap Aurel sembari menoleh ke kiri dan ke kanan.

Namun, saat Aurel menunggu beberapa saat dan mereka tidak kunjung terlihat. Aurel pun memutuskan untuk memasak.

Beruntung, Aurel pintar masak. Jadi tidak akan rasa takut jika masakannya akan gagal, apalagi tidak bisa dimakan.

Semua bahan telah Aurel dapatkan di dalam kulkas dengan kelengkapan bahan yang ada.

Di tengah kesibukan Aurel mengolah masakan, tidak terasa waktu terus berjalan dan mentari mulai menunjukkan diri.

Melisa kemudian bangun dengan sedikit kaget.

"Aurel? Kamu lagi ngapain? Wah, harum sekali ... kamu lagi masak? Mama gak tahu kalau kamu bisa masak?"

"Hehe, alhamdulillah, Ma ... Aurel bisa masak sedikit. Meskipun tidak selincah dan seenak masakan Mama," jawab Aurel rendah hati.

"Wah, Mama senang akhirnya ada yang masak hari ini. Oke, kamu siapkan semuanya ya, karena sebentar lagi waktunya sarapan. Mama mau mandi dulu."

"Loh, kenapa Mama bilang akhirnya ada yang masak? Memangnya Bibi ke mana?" gumam Aurel sambil mengaduk sup ayam spesial buatannya.

Setelah semua makanan tersaji di atas meja, anggota keluarga pun mulai berdatangan. Pertama Melisa yang sudah rapi dengan baju kantornya. Disusul Abimanyu yang terlihat berwibawa dengan setelah jas.

"Harum sekali ... ngomong-ngomong siapa yang masak? Bukankah Mama kemarin memecat Bibi?" tanya Abimanyu.

Deg!

Aurel sekarang tahu, kenapa dia sama sekali tidak melihat pembantu rumah tangga di rumah ini. Lantas, jika Melisa memecat keduanya, siapa yang akan mengurus rumah serta pekerjaan di dalamnya?

Abimanyu hanya berpura-pura tidak tahu saja. Padahal, ide pemecatan kedua Pembantu di rumah itu memang rencana licik dari Abimanyu dan Melisa.

Semua itu mereka lakukan hanya ingin menggunakan jasa Sang Menantu.

Melisa dan Abimanyu pikir, jika mereka tidak menggunakan jasa Pembantu dan menggantikannya dengan jasa Menantu, akan sangat untung.

"Aurel, Pa ... udah yok, kita cobain masakannya," jawab Melisa langsung menyambar sup ayam yang terlihat menggoda.

Vero masih belum terlihat batang hidungnya. Biasalah, dia memang sangat sulit bangun pagi.

Di sela-sela sarapan, Melisa mulai bertanya serius pada Aurel.

"Sayang, apa rencana kamu selanjutnya? Apakah kamu bisa mengelola perusahan orang tuamu?"

Entah terbuat dari apa hati Melisa hingga tega bertanya demikian.

Kematian Putra dan Nurma baru kemarin, tapi Melisa sudah membicarakan perusahaan. Apa lagi kalau tujuannya bukan karena harta semata.

"Maaf, Ma ... Aurel masih belum memikirkannya." Tidak ada kecurigaan di hati Aurel. Dia hanya menganggap jika Mertuanya itu terlalu perhatian padanya.

"Eh, jangan kamu anggap mudah, Sayang. Mau tidak mau, kamu adalah satu-satunya pewaris semua aset orang tua," sahut Melisa tidak ingin menyerah begitu saja.

"Maksud Mama?"

"Begini, orang tua kamu itu adalah pengusaha yang sangat kaya, jadi kamu tidak boleh lengah dan harus secepatnya mengambil tindakan."

Aurel sesaat terdiam. Apa yang dikatakan Melisa memang benar. Dia tidak ingin jika usaha yang dirintis dari awal oleh kedua orang tuanya kandas begitu saja. Padahal kenyataannya sekarang, Aurel memang sudah tidak mempunyai apa-apa.

"Mama benar. Baiklah, nanti Aurel akan mengurus semuanya."

Jawan Aurel cukup membuat Melisa tersenyum puas. "Yes! Sebentar lagi, aku akan semakin kaya raya!"

Melisa mempunyai rencana besar untuk menguasai harta Aurel. Sayangnya, Melisa tidak tahu jika Aurel tidak mendapatkan warisan apapun dari peninggalan Putra dan Nurma.

Semua itu terjadi akibat pernikahan yang digelar oleh Melisa membuat keluarga Aurel bangkrut. Bahkan rumah mewahnya juga ikut hilang untuk menutup hutang sebanyak 50 Miliyar.

Vero kemudian datang merubah suasana yang tadinya serius menjadi rusuh. Laki-laki itu datang dalam keadaan masih kucel.

Vero tidak tahu menahu tentang rencana busuk Mamanya. Karena yang Vero pikirkan hanya nafsu.

***

Bersambung.