Chereads / Istri Tak Rupawan / Chapter 12 - Hari Pertama Menjadi Menantu

Chapter 12 - Hari Pertama Menjadi Menantu

"Astagfirullah! Jam berapa ini?!" Aurel terbangun dari tidurnya langsung terperanjat dari ranjang.

Ternyata malam pertamanya bersama Sang Suami sangatlah panjang. Mereka berdua tidak hanya melakukannya sekali atau dua kali. Namun, jika dihitung lebih dari sepuluh ronde.

Amazing bukan? Tentu saja semua itu atas permintaan Vero. Laki-laki yang memang pada dasarnya memiliki nafsu dan gairah yang tinggi.

Bahkan Vero sama sekali tidak membiarkan Aurel terlepas dari pelukannya meski sesaat. Seolah Vero mendapatkan hidangan yang cocok dalam hasratnya.

Aurel masih duduk di atas sprei yang sudah kusut akibat peperangan yang berlangsung hingga dini hari. Pantas jika Aurel bangun kesiangan. Dia bingung, ingin hati segera keluar kamar dan memulai menjadi seorang Menantu yang baik hati.

Namun, karena bangun terlambat, sekarang untuk keluar kamar pun sungkan. Rasanya tidak pantas saja seroang Menantu bangun siang!

"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa tidak apa-apa jika aku keluar dan berpapasan dengan Mama Melisa?" gumam Aurel sembari menggerakkan jemarinya karena cemas.

Sekarang, Aurel tidak lagi memanggil Melisa dengan sebutan Tante. Ya, karena saat ini Melisa telah resmi menjadi Mertua.

"Em ... sebaiknya aku bangunin Mas Vero saja, biar keluar kamarnya juga bareng," lirih Aurel kemudian menoleh pada sosok laki-laki yang masih terlelap dalam balutan selimut berwarna putih.

"Mas, bangun, Mas," ucap Aurel sembari tangannya menepuk pelan pada bahu Sang Suami.

Namun, Vero tidak mau bangun dan membuka kedua mata. Padahal, Vero sempat menggerakkan tubuh sekejap lalu memposisikan kembali tidurnya.

"Aduh, bagaimana ini? Mas Vero pasti tidak mau bangun lantaran masih ngantuk. Kalau ditanya, aku pun masih ingin tertidur pulas sepertinya. Tapi tidak mungkin."

Setelah beberapa saat bergumam diri, tidak ada pilihan untuk Aurel selain memberanikan untuk tetap keluar.

Perlahan, Aurel memijakkan kakinya pada lantai sambil berjinjit. Entahlah, kenapa dia melakukan itu. Yang pasti, dia hanya tidak ingin menimbulkan suara.

Ceklek!

Aurel berhasil keluar kamar dan sejauh ini aman tidak ada tanda-tanda kehadiran Melisa.

"Alhamdulillah," lirih Aurel lega sembari tangan kanannya mengelus dada.

Tentu saja yang akan Aurel lakukan pertama kali adalah mandi. Tidak mungkin dia bisa tenang jika tubuhnya masih kotor dan berlendir bukan?

"Astagfirullah!" seru Aurel kaget saat berpapasan dengan Melisa setelah ritual mandinya.

"Ma-mama ...," sapa Aurel kemudian dengan salah tingkah.

"Hai, Sayang? Habis mandi? Segera ganti baju lalu sarapan ya ... karena sudah ditunggu Papa di ruang makan," jawab Melisa memperlihatkan keramahan dan senyuman manis yang ia punya.

"Hah? Beneran seperti ini tanggapan Mama Melisa padaku? Beliau sama sekali tidak menegurku apalagi marah? Masya Allah, aku sama sekali tidak menyangka jika Mama memperlakukanku sangat baik."

Aurel jadi tidak bisa berkata-kata lagi. Dia begitu tersentuh dengan penyambutan Mertua yang tidak disangka sebelumnya. Aurel kira jika semua Mertua di dunia ini penuntut dan suka nyinyir. Nyatanya, Aurel tidak melihat tanda-tanda tersebut pada diri Melisa.

Saking tidak percayanya Aurel, mulutnya sampai menganga meskipun sama sekali tidak mengurangi kecantikan yang dimiliki.

"Sayang? Kok bengong? Ayo, buruan pakai baju ... nanti handuknya merosot loh," goda Melisa.

Aurel sebenarnya sedikit bingung, kenapa di kamar Vero tidak ada kamar mandinya? Padahal rumahnya sangat mewah?

Bahkan di dalam kamar mandi tadi, Aurel sempat bertanya di dalam hati, apakah setiap kamar yang terdapat di rumah ini semuanya memang tidak ada kamar mandi dalamnya? Sangat disayangkan bukan jika rumah megah tapi kalah sama hotel.

"Eh, iya, Ma ...." Aurel lalu berlari sambil memegangi kain handuk agar tidak terlepas dari tubuh.

"Jangan lupa panggil Vero sekalian!" teriak Melisa mengimbuhkan.

***

Melisa melihat Aurel sudah datang dan berdiri cukup jauh dari meja makan. "Loh, kenapa terpaku di sana? Ke marilah dan duduk bersama kami. Kamu tidak perlu sungkan, anggap saja rumah sendiri dan jadikan kami kedua orangtuamu."

Kebahagiaan Aurel bertambah melihat sikap Melisa yang semakin baik. Aurel pun tersenyum sebelum berjalan dan menghampiri Melisa dan Abimanyu.

"Di mana Suamimu?"

"Em ... Mas Vero lagi mandi, Ma ... katanya nanti menyusul," jawab Aurel malu-malu.

"Yasudah, kalau begitu, kamu sarapan dulu. Nanti kamu di rumah sama Vero gak apa-apa kan? Soalnya Mama dan Papa mau ke kantor dan sepertinya pulang larut malam," jelas Melisa sembari mengoleskan selai pada roti di tangannya.

"Iya, Ma ... em ... Ma, Pa, sebelumnya Aurel minta maaf ya, hari ini Aurel bangunnya siang jadi keduluan Mama dan Papa. Aurel minta maaf."

Aurel masih merasa bersalah karena hal itu. Bagi Aurel bangun jam 07.00 adalah kesalahan terbesar karena biasanya saat di rumah dia bangun subuh, meskipun nanti tidur lagi.

"Eh, santai saja, Sayangku ... lagipula itu wajar. Mama dan Papa tahu kok, pasti semalam kamu dan Vero lagi asik. Sudah, tidak usah dipikirkan."

Melisa benar-benar bersikap baik kepada Aurel. Tentu saja Aurel tidak curiga atau berprasangka buruk terhadapnya. Bagi Aurel setiap perubahan seseorang itu tidak untuk dipertanyakan apalagi dicurigai.

"Ya Allah, mereka baik banget sama aku ... sungguh aku bersyukur sekali mendapatkan Mertua yang begitu baik."

Dengan perlakuan Melisa yang cukup apik, mampu menyingkirkan tanggapan kala itu yang matre dan sombong.

"Terimakasih, Ma ... Pa ... Aurel bahagia. Semoga Aurel bisa menjadi Menantu yang baik di keluarga ini."

"Aamiin."

"Aamiin."

"Aamiin, Sayang."

Setelah perbincangan yang cukup asyik dan menyenangkan, Melisa dan Abimanyu pun berangkat ke kantor.

Aurel yang masih duduk sambil menyuap roti, hanya senyum-senyum merasakan kebahagiaan. Dia merasa sedang menjadi wanita paling beruntung dan bahagia di dunia ini.

Selang beberapa menit kemudian, Vero datang sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk membuat wajah gantengnya semakin memukau.

"Sayang, Mama dan Papa udah berangkat?" tanya Vero lalu meletakkan handuk di atas meja makan dengan santainya kemudian duduk.

Kepala Aurel geleng-geleng melihat tingkah Suaminya itu.

"Jadi ini yang sering dibicarakan oleh Istri-Istri di luaran sana? Jika setiap Suami mempunyai perilaku yang ceroboh dan bikin para Istri ngomel," batin Aurel sembari kedua manik matanya menatap handuk yang membuat basah meja makan.

Berhubung masih menjadi pengantin baru, tidak mungkin Aurel menegur Suaminya apalagi ngomel. Jadi, Aurel memilih berdiri lalu mengambil handuk tersebut dan mengembalikan ke tempatnya.

Vero sama sekali tidak perduli dengan hal begituan. Bodoh amat! Dipikiran Vero saat ini ya hanya seputar makanan apa yang akan dia santap.

"Mas, kok rumah kamu sepi? Memangnya tidak ada orang lain lagi selain kita?" tanya Aurel setelah mengembalikan handuk.

"Ada kok. Biasanya ada Bibi Inah dan Bibi Munah."

"Oh, tapi kok dari tadi aku gak lihat mereka."

"Mungkin lagi beres-beres. Kalau enggak ya mencuci baju. Lagipula, ngapain sih nanya-nanya tentang mereka? Gak penting juga kan buat kita? Toh, mereka hanya sekedar PEMBANTU!"

Deg!

Perasaan Aurel tersentak mendengar penuturan Sang Suami yang begitu ketus.

***

Bersambung.