Daren memutuskan membawa pulang Natasha dari rumah sakit menuju kediaman pribadinya. Dia yang seorang dokter, telah dua Minggu tidak pulang ke rumah karena mendampingi Natasha saat dirawat karena kecelakaan lalu lintas. Daren terpaksa mencari penginapan untuk sementara yang berdekatan dengan rumah sakit saat Natasha dalam keadaan koma.
Daren membopong Natasha yang bangkit dari kursi roda khusus pasien rumah sakit menuju mobil. Sesaat kemudian wanita itu didudukkan di jok depan bersebelahan dengan jok kemudi. Daren menyetir sendiri mobilnya menuju rumah. Pandangan dokter itu fokus pada jalanan di depannya, meskipun tampak santai menyetir sembari menyandarkan punggung di bahu jok.
Sementara, Natasha yang duduk bersebelahan dengan Daren yang sedang menyetir tampak mendengus. Wanita itu menghela napas berat karena usahanya untuk mengingat-ingat apa yang terjadi tidak berhasil. Wajah ayu itu tampak muram menahan kesal.
Daren sesekali mencuri pandang ke arah Natasha di sela-sela aktivitas menyetir. Batin Daren merasa kasihan karena Natasha kehilangan ingatan. Bahkan sampai detik ini, Daren belum sempat menanyakan keberadaan anak Natasha.
Kendaraan roda empat mulai berbelok di kawasan perumahan elit di pinggiran kota. Sebentar lagi Daren dan Natasha tiba kediaman dokter tersebut. Tak sampai sepuluh menit, mobil tepat berhenti di sebuah rumah yang lumayan luas dengan garasi yang cukup luas di bagian depan. Sejenak, Daren turun dari mobilnya untuk membuka pintu pagar besi, kemudian kembali lagi masuk mobil.
Daren membukakan pintu mobil untuk Natasha begitu memarkirkannya di garasi. Dokter tersebut kemudian membopong Natasha yang masih belum cukup tenaga usai dirawat di rumah sakit.
"Selamat petang, Dok," sapa Martha yang menjadi asisten rumah tangga Daren.
"Selamat petang juga Nyonya Martha. Hari ini masak apa yang saya pesan, kan?" tanya Daren begitu sopan pada asisten rumah tangganya tersebut.
"Sudah siap, Dokter."
"Bagus, Nyonya. Saya akan membawa Nyonya Natasha ke kamar dulu. Kalau mau berkenalan nanti saja, ya?" ujar Daren sambil mengedipkan mata ke arah asisten rumah tangganya yang terbengong, melihat sang Dokter membopong seorang wanita.
Natasha yang berada di gendongan rupanya diam-diam menatap Daren, kemudian tersenyum tipis.
"Kamu sudah bisa tersenyum, Natasha? Syukurlah, saya ikut bahagia," ujar Daren yang beberapa detik tersentak karena tatapan Natasha sambil tersenyum tipis kepadanya.
Daren membawa Natasha ke sebuah kamar dan membaringkannya di ranjang. Seketika Natasha menatap takjub ke sekeliling kamar berukuran luas dan tampak mewah itu.
"Ada apa, Nyonya Natasha? Eit, lebih baik saya memanggilmu Natasha saja biar terdengar akrab," tanya Daren yang salah tingkah saat memerhatikan Natasha.
Natasha hanya menggeleng pelan dan masih menyisir ruangan dengan indera penglihatannya.
"Untuk sementara tinggal di sini dulu, ya, Natasha?" titah Daren sambil menggenggam lengan wanita itu.
"Memangnya, nama saya Natasha, ya?" Natasha mulai mau membuka mulut.
"Iya. Saya mengenal kamu saat mengandung dan menjadi asisten dokter membantu saya saat praktek, Natasha," terang dokter tersebut membuat Natasha tersentak.
"Jadi aku punya anak, Dok? Sekarang di mana anakku?" Natasha tampak bingung sembari mengarahkan telunjuk ke dadanya sendiri.
Daren tampak bingung harus menjawab apa. Setelah Natasha memutuskan pergi dari klinik pribadinya saat masih tinggal di rumah yang lama, Daren kehilangan kontak wanita itu. Bahkan ia tidak tahu apakah Natasha benar-benar melahirkan.
"Sebaiknya kamu tidak usah berpikir berat-berat dulu. Lebih baik beristirahat dulu!" titah Daren.
"Tapi aku belum pengen tidur, Dok," ujar Natasha sembari pelan membenahi posisi dari terbaring kemudian duduk menyandarkan punggung di bahu ranjang.
"Mau makan lagi?" tawar Daren kemudian.
"Gak, Dok."
"Apa mau nonton?"
"Boleh, Dok."
Daren meraih remote control dan menyodorkannya ke arah Natasha. Laki-laki itu kemudian keluar dari kamar yang ditempati Natasha, seakan-akan memberikan waktu agar wanita itu bisa istirahat. Meskipun hanya sekedar nonton acara televisi.
Sejenak, Natasha melirik ke arah Daren yang melangkah keluar dan menghilang di balik pintu. Ia tampak begitu frustrasi kemudian memukul-mukul kepalanya sendiri dengan tangan.
"Aku kenapa? Kenapa aku jadi gak ingat apa-apa?" gumam Natasha mengeluhkan keadaannya pada udara karena ia hanya sendiri di kamar.
Tok, tok, tok!
"Natasha! Boleh saya masuk?" Suara Daren membuat lamunan Natasha buyar seketika. Dia segera mengusap kasar lelehan bening yang telah membasahi pipinya.
"Iya, Dokter," sahut Natasha dari dalam kamar.
Natasha berusaha turun dari ranjang kemudian bergerak pelan menghampiri sisi jendela. Ia membuka gorden sejenak, menatap keluar. Ia lantas memutar tubuh dan membiarkan gorden terbuka meskipun malam menjelang.
"Mau menikmati angin dengan duduk di taman, Natasha?" tawar Daren setelah melihat Natasha sepertinya dalam keadaan kacau. "Ada taman minimalis di belakang yang bersebelahan dengan kolam renang," imbuh Daren.
"Boleh, Dok. Tapi, aku gak mau sendirian. Aku takut, Dok."
"Saya temani duduk-duduk di sana," balas Daren dengan tersenyum.
Laki-laki yang berprofesi sebagai dokter itu lantas menggandeng lengan Natasha yang masih belum cukup kuat berjalan sendiri. Natasha belum benar-benar pulih.
"Nyonya Martha, tolong buatkan kami secangkir coklat hangat, sekalian bawa ke taman belakang, ya!" seru Daren saat melewati dapur.
"Baik, Dokter," sahut sang asisten rumah tangga tersebut.
Taman yang lumayan indah dan cantik yang dihiasi air mancur, menciptakan suara gemericik air membuat batin Natasha sedikit tenang. Ia duduk berhadapan dengan Daren di bangku taman yang terbuat dari beton, dipisahkan oleh meja berbentuk bundar yang juga terbuat dari beton. Bunga mawar dan kamboja jepang menghiasi taman tersebut. Sedangkan tembok tinggi yang mengelilingi rumah Daren, ditumbuhi tanaman perdu yang merambat begitu cantik dan terawat.
Meskipun sedikit tenang, pikiran Natasha masih mengembara entah ke mana. Tatapannya tampak kosong. Ia lantas bangkit dari duduk dan berjalan sangat pelan mendekati kolam ikan yang ada di taman tersebut.
Tak berapa lama, asisten rumah tangga Daren mengantarkan dua cangkir minuman coklat yang masih mengeluarkan kepulan asap tebal. Sejenak, sang pembantu meletakkan dua cangkir minuman itu di atas meja, kemudian berpamitan masuk ke dalam rumah lagi.
"Ayo minum cokelatnya, Natasha. Enak selagi hangat bisa mengurangi stress!" seru Daren, sesaat kemudian meraih cangkir dan menyeruput pelan minuman tersebut.
"Aku gak stress, Dokter," sahut Natasha dengan bibir mengerucut karena ucapan stress Daren sedikit menyinggung batin Natasha yang sedang kalut.
"Bukan. Bukan gitu maksud saya, Natasha," balas Daren sembari tersenyum.
"Aku tahu, Dok. Maksud Dokter agar aku santai, kan?" balas Natasha sembari tersenyum tipis juga.
Natasha kembali duduk dan segera menyeruput pelan minuman cokelat itu. Dia sejenak mendongak, menatap langit yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Namun, tiba-tiba batinnya berdenyut nyeri entah karena apa. Natasha merasa gusar, tetapi ia tidak tahu apa penyebab dari kegusarannya itu.