Alena terbangun, dengan mata yang terlihat sembab. Entah berapa lama semalam Alena menangis, hingga tak sadar ia tertidur, dan di saat terbangun ternyata hari sudah berganti.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar kamar Alena.
"Masuk," titah Alena. Alena sedikit ketakutan, Alena yakin bahwa yang mengetuk pintu kamar tersebut pasti laki-laki yang bernama Jimme itu.
Klek...
Pintu terbuka, nampak sosok seorang wanita yang umurnya lebih tau dari Alena.
"Saya diperintahkan Tuan muda untuk mengantarkan sarapan ini untuk Nona," ucapnya. Seraya masuk sambil membawa sebuah nampan yang berisikan sarapan, ke dalam kamar tersebut.
Alena sedikit lega, saat melihat wanita tersebut, seperti wanita itu pelayan di rumah ini.
"Oh iya, terima kasih," ucap Alena tulus. Pelayan tersebut mengangguk dan tersenyum ramah, lalu meletakan nampan tersebut di atas nakas.
"Kalau begitu saya permisi Nona, kalau Nona butuh sesuatu, panggil saya saja," pamit pelayan tersebut pada Alena.
Alena mengangguk seraya mengambangkan senyumanya. Lalu pelayan tersebut berajak keluar dari kamar Alena.
"Eh tunggu!" panggil Alena. Pelayan wanita itu langsung menghentikan langkahnya, lalu berbalik kearah Alena.
"Iya Non, kenapa?" tanyanya ramah.
"Emm, saya mau tanya. Yang mengganti baju saya siapa ya?"
"Oh itu, semalam yang menggantikan baju Nona saya dan teman saya Nona," jawabnya.
"Oh, terima kasih."
"Sama-sama Nona." Lalu pelayan wanita itu pun melanjutkan langkahnya.
Alena merasa lega, ternyata yang menggantikan pakaiannya adalah pelayan wanita. Tadi Alena sempat berpikir kalau yang menggantikan pakaiannya itu Jimme.
Ya, Alena baru menyadari bahwa dirinya sudah berganti pakaian tadi. Setelah pelayan keluar, Alena langsung mengambil sarapannya dan menikmati sarapan tersebut.
Bahkan Alena lupa mencuci wajahnya terlebih dahulu, karna ia sudah lapar sekali. Dari semalam Alena tidak makan apa-apa, kemarin ia hanya makan pas jam makan siang saja.
Setelah menghabiskan sarapannya, Alena segara ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Alena langsung memulai ritual mandinya itu. Hingga tak lama kemudian Alena selesai, ia keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk kecil yang terlilit di atas kepalanya, yang menutupi rambut basahnya, dan tubuh hanya memakai handuk kimono.
"Eh tunggu! Mau pakai baju apa aku? Akukan tidak baju ganti lagi," ucap Alena. Ia baru sadar. Apa Alena memakai kembali baju yang tadi saja ya, ah tidak itukan baju udah dipakai, setidaknya itu baju pasti sudah terkana kuman-kuman yang berasal dari keringat Alena.
Alena pun berjalan menuju lemari, ia membuka lemari tersebut. Alena membulatkan matanya, saat melihat apa yang dibutuhkan saat ini sudah siap tersedia.
Baju-baju baru, bahkan sampai underwere untuk Alena sudah tersedia di sana. Tanpa berpikir lama Alena mengambil baju dan yang lainnya. Lalu ia memakai baju tersebut.
Setelah selesai, Alena berjalan menuju kaca jendela besar, Alena membuka tirai kaca tersebut. Alena dibuat takjub saat melihat kebawah sana, sebuah taman yang sangat indah terlihat di bawah sana.
"Sebenarnya siapa Tuan Jimme itu, dan apa maksudnya ia menerima tawaran Ayah, menjadi aku sebagai jaminan hutang Ayah.
Seperti Tuan Jimme bukan orang sembarangan, dia terlibat seperti sangat kaya sekali. Lihatlah, banyak sekali penjaga di rumah ini," ucap Alena. Wanita itu bermonolog dengan dirinya sendiri. Sambil menikmati suasana pagi dan hangatnya mentari yang menyinari.
"Tapi, aku lihat-lihat seperti Tuan Jimme bukan orang jahat! Tidak ada tampang kriminal sama sekali. Bahkan dia sangat tampan," ucap Alena. Tak sadar ia memuji laki-laki yang sudah membelinya itu.
"Stt, apa yang aku ucapkan barusan?" Alena menyadari bahwa dirinya barusan memuji laki-laki yang bernama Jimme tersebut. Alena langsung mengelengkan-gelengkan kepalanya. Ia merasa tidak waras. Bisa-bisanya di saat situasi seperti ini, dia masih bisa memuji laki-laki itu.
***
Sementara itu, Jimme kini tengah berjalan memasuki kantornya. Di sana juga terlihat sang Asisten, yaitu Revan. Berjalan mengikuti langkah Jimme dari belakang. Semua karyawan terlihat menyapa dan membungkuk hormat saat dua laki-laki itu melewati mereka.
Jimme Alexander, laki-laki berparas tampan dengan badan yang atletis. Siapa saja pasti akan tergila-gila jika melihat sosok seorang Jimme Alexander. Tidak ada wanita yang menolak pesona seorang Jimme.
Jimme adalah pewaris tunggal perusahaan Alexander Grup. Jimme seorang CEO yang terkenal baik dan ramah, juga bijaksana serta tanggung jawab pada setiap karyawannya. Di usianya yang menginjak 27 tahun Jimme sudah mendapatkan predikat sebagai pengusaha yang sukses. Ya, semenjak perusahan dikelola oleh Jimme, perusahaan Alexander Grup semakin berkembang pesat, perusahaan yang bergerak di bidang properti itu kini semakin terkenal, dan sudah mempunyai banyak kantor cabang, serta sudah mulai melebarkan sayapnya ke luar negeri.
Dan Revan Satria, dia adalah asisten pribadi Jimme, Revan juga menjadi tangan kanan Jimme, orang kepercayaan keluarga Alexander. Revan akan mengikuti kamana saja Jimme pergi, terkecuali Jimme tidur atau ke kamar mandi, Revan tak pernah mengikuti.
"Van, bagaimana proyek kita di kota A?" tanya Jimme pada Revan. Kini mereka sudah berada diruang Jimme.
"Semuanya berjalan dengan baik Tuan muda," jawabnya.
Jimme mengangguk, ia tersenyum puas mendengar ucapan asistennya itu.
"Saya permisi dulu Tuan muda," pamit Revan kemudian. Tanpa menunggu jawaban dari Tuan mudanya itu, Revan langsung berajak keluar dari ruangan Jimme, berjalan menuju ruangan untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Begitu juga dengan Jimme, ia mulai membuka leptop. Memeriksa data-data laporan perusahaannya.
***
Hari sudah mulai gelap, seharian ini Alena tidak melakukan apa-apa, dia hanya tidur dan makan saja. Badan Alena benar-benar merasa pegal semua, padahal ia tidak melakukan apa-apa. Mungkin itu efek, biasanya Alena berkerja menguras tenaga dari lagi sampe malam, dan kini ia hanya berdiam diri di atas kasur, mungkin otot-otot merasa regang.
Alena baru saja menyelesaikan makan malamnya, di rumah itu, Alena benar-benar merasa menjadi ratu. Tidak begitu buruk pikirnya.
Setelah itu Alena ke kamar mandi, ia menggosok gigi dan mencuci wajahnya. Setelah selesai Alena langsung membaringkan tubuhnya kembali di atas kasur. Walaupun sedari tadi siang ia tidur, tapi tetap saja saat ini rasa mengantuk sudah menghampiri kembali.
"Eh, si Tuan muda Jimme kok hari ini gak keliatan ya?"
"Ah bodo amatlah, justru bagus itu," ucap Alena sambil terkekeh.
Alena mulai memejamkan matanya, namun baru saja beberapa detik matanya terpejam, Alena kembali membuka matanya saat mendengar pintu kamarnya terbuka.
Alena terkejut saat melihat Jimme yang masuk ke kamarnya. Jimme terlihat berjalan mendekati Alena, tubuh Alena bergetar, saat Jimme naik ke atas kasurnya.
"Tu--tuan mau apa?" tanya Alena terbata-bata.
Namun Jimme tak menjawab ia malah semakin mendekati Alena, lalu Jimme menyerang Alena secara tiba-tiba. Alena mencoba melepaskan diri dari Jimme yang kini sudah menindih tubuhnya.
Jimme mencumbui Alena secara agresif. Alena terus meronta, namun sayang tenaga Alena tidak kuat melawan tenaga Jimme.
Alena terlihat menitihkan air matanya, saat Jimme berhasil melepas semua kain yang menutupi tubuhnya, Jimme semakin dibuat menggelora saat melihat pemandangan tubuh indah milik Alena.
"Tuan, jangan..." lirih Alena. Dengan air mata yang sudah mengalir deras dari sudut matanya.