Chereads / Sempiternal (Toneri & Hinata) / Chapter 2 - I'm Yours

Chapter 2 - I'm Yours

"Indra Ji-san yang meminta untuk membantu Ashura Nii." Gadis bernama Hinata menjawab pertanyaan atas pernyataan kawan bermarga Uchiha-nya atas keberadaan pemuda bernama Toneri sambil sesekali melahap telur gulung yang menjadi bekalnya.

"Tahu dari mana kau, Sasuke?"

Perempuan berambut panjang berwarna merah bertanya sebelum ia meminum susu kotaknya.

"Hn, kemarin aku bertemu di bandara."

"Bisa saja 'kan kau tahu dari Kaguya-sensei, Sasuke."

Mendengar Naruto mengatakan hal yang membuat potensi banjir air mata Hinata selaku sahabat perempuan kesayangannya, Sasuke melototi rekannya yang sebenarnya menaruh hati pada gadis Hyuuga itu.

"Bukan urusanku! Dan kuyakin kau juga sadar kalau itu pun bukan urusanmu." Sasuke menjawab tajam.

Sasuke adalah keponakan Kaguya, guru sejarah mereka yang merupakan mantan kekasih Toneri. Bahkan cinta pertamanya. Ootsutsuki Kaguya adalah adik sepupu dari ayah Sasuke yang merupakan klan Uchiha.

"Hoi, hoi! Kenapa jadi serius begini sih?" Karin melerai.

Hinata menatap kosong ke arah mata Namikaze Naruto yang berkilat jail.

"Hinata-chan, jangan dengarkan si bodoh ini! Dan Karin, dia tahu karena kami kemarin tak sengaja bertemu Toneri-sensei di bandara."

Jelas saja itu dusta. Sasuke hanya mencoba menenangkan sahabatnya yang lemah hatinya itu.

"Naruto-kun memang senang menyakiti hatiku dengan kata-katanya. Tapi Naruto-kun tak pernah berdusta, atau berpura-pura menyenangkan hatiku dengan kalimat palsu."

Rupanya Hinata tahu jika ia dikelabui.

Dalam hati, Karin menyesal telah menanyakan Toneri. Padahal tadi niatnya dia hanya ingin menggoda Hinata dengan menanyakan apakah Hinata merindukan pria yang dicintai gadis itu.

"Hinata,"

"Ah! Istirahat akan segera berakhir! Cepat makan, nanti tidak sempat." Hinata berkata ceria untuk menutupi perasaannya.

Toneri telah sampai di gerbang sekolah. Ia menyuruh sopirnya pulang dengan koper yang ia bawa.

"Ke kediaman Ootsutsuki Indra saja. Aku akan tinggal di sana mulai saat ini."

Si sopir mengangguk, dan tak lama ia mengemudikan mobilnya itu, meninggalkan Toneri yang memasuki gerbang sekolah.

Ia melirik arlojinya, masih pukul dua belas. Hanya tinggal satu jam lagi gadis itu pulang, pikirnya.

Ia akan mengunjungi guru-guru yang menjadi rekannya selama lima tahun sebelum ia keluar dan fokus pada profesi keduanya setahun lalu.

Kaguya yang menyambutnya pertama kali. "Toneri-kun! Kamu di sini?"

"Hm, kau bisa lihat."

Jawaban datar nan dingin dari Toneri membuat Kaguya menyendu. Padahal dahulu ia adalah wanita yang paling diistimewakan Toneri setelah Ootsutsuki Sachi, ibu laki-laki itu.

Selanjutnya, Toneri menyapa rekan-rekannya yang lain. Dahulu di sekolah ini, Toneri adalah guru ekstrakurikuler dari seni kenjutsu. Ia masih disambut hangat. Selain karena ketampanannya juga karena keramahan dan kesopanan serta kepopuleranya di kalangan siswa maupun siswi.

"Kamu datang untuk Hinata?" tanya Kaguya yang sudah berada di samping Toneri. Keduanya berada di ruang tunggu untuk orangtua atau wali murid yang datang berkunjung.

Ruangan itu berada agak jauh dari kelas maupun ruangan yang lain. Namun, dekat dengan toilet murid. Jadi, agak sepi karena memang untuk memberikan kenyamanan bagi orangtua murid.

"Tentu saja. Untuk siapa lagi jika bukan untuk istriku?!" ujar Toneri dengan menekankan kata istriku.

Kaguya tersenyum miris. Toneri-nya sudah tidak seperti dahulu. Yang begitu lembut dan menatapnya penuh cinta. Sekarang kebalikannya.

Untuk itu Kaguya selalu mengutuk Hinata atas perubahan sikap Toneri sekarang terhadapnya.

"Sepertinya jalang kecil itu semakin hari semakin membuatmu membenciku."

Sebenarnya bukan salah Hinata, tapi Kaguya menganggap itu kesalahan gadis remaja itu.

Sesungguhnya Kaguya pernah mengkhianati Toneri dengan salah satu temannya juga. Toneri bahkan memergoki mereka bercinta di apartemen Kaguya. Bukan hanya sekali, tiga kali ia mengulang kesalahan itu.

Sebelum menikahi Hinata, Toneri sudah pasti mau jika diajak untuk berbaikan dan menjalin hubungan lagi. Begitu pikirnya.

Padahal yang sesungguhnya, Toneri menikahi Hinata untuk bisa melepaskan diri dari Kaguya.

"Kau tahu benar kenyatannya, Kaguya!" desis Toneri seraya menatap mantan kekasihnya dengan nanar.

Keempat remaja yang menikmati makan siang mereka di lantai teratas tadi turun ke lantai bawah menuju kelas mereka. Di tengah perjalanan, Hinata dan Karin pamit untuk ke toilet.

"Kami menunggu di depan ruang tunggu wali murid ya," Sasuke mengusulkan.

"Yaa!!" teriak persetujuan diserukan kedua siswi tersebut.

"Jika kau suka pada Hinata, harusnya kau katakan. Bukan malah bersikap seolah-olah kau senang menyakitinya, Bodoh."

Pembukaan kalimat yang Sasuke ucapkan membuat Naruto menegang dan gugup seketika. Sasuke tahu kalau Naruto menaruh hati pada Hinata, teman sebangku Sasuke.

"Kau sudah gila rupanya."

"Kaulah yang sebenarnya gila, Naruto. Aku dan Hinata adalah teman sebangku dan aku tahu bagaimana tatapanmu yang kau berikan untuk Hinata."

"Diamlah, Brengsek!"

Sasuke menyeringai. Namun, seringaiannya luntur saat matanya mendapati Toneri dan Kaguya tengah berpagutan bibir. Ia memejamkan matanya lama, menggumamkan, "Kami-sama!"

Naruto yang menyadari itu mencari tahu. Melihat ke arah titik pandang Sasuke barusan. Ia membelalakkan matanya. Kaguya-sensei yang cantik itu sedang menghisap-hisap selangka mantan guru di sekolah ini.

"Jika Hinata melihat maka ...,"

Terlambat!

Hinata sudah melihatnya bersama dengan Karin juga. Mengeraskan rahangnya dan mengepalkan tangan ia meninggalkan tempat itu. Diikuti teman-temannya yang lain.

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu?

Kaguya masih berada di pangkuan Toneri. Menatap mata laki-laki itu penuh damba. Kebetulan jam Kaguya mengajar juga sudah habis. Ia gunakan untuk mendekati Toneri.

"Ini artinya kamu masih mencintaiku, Toneri-kun."

"Ini bukan karena aku masih mencintaimu. Ini karena kau berjanji kalau kau takkan lagi menggangguku."

Toneri melepas kontak fisik mereka dan memilih duduk di seberang sofa yang tadi digunakannya untuk mencumbu dan dicumbu Kaguya.

Kaguya lagi-lagi memperlihatkan ekspresi sendu dan senyuman miris. "Aku masih mencintaimu."

"Aku tahu."

"Dan akan selalu begitu, Rin."

Toneri tidak merespons. Pandangannya ia alihkan ke vas bunga yang ada di meja. Merasa tak ada jawaban dari laki-laki itu Kaguya kembali bertanya, "Apakah kamu masih mencintaiku?"

"Kau sudah mendapatkan jawabannya tadi, Kaguya."

"Apa kamu mencintai gadis kecil itu? Apa pelayanannya lebih baik dari yang kuberi padamu?!"

Toneri merasa terganggu karena kalimat itu. Secara tidak langsung, Kaguya menuduhnya sebagai maniak seks. Dahulu memang benar, tapi dia berani bersumpah atas nama klan Ootsutsuki kalau dia sudah bertaubat. Dia hanya akan menyentuh yang halal saja sekarang. Entah kalau nanti, tak ada yang tahu takdir. (Eh!)

"Apa yang bisa ia beri untukmu? Tidak ada! Dia hanya gadis kecil yang menjadi beban untukmu! Hanya karena janjimu pada Hiashi-sensei, itulah yang membuatmu menikahinya, 'kan?"

"Kendalikan dirimu, Kaguya!" Toneri mengingatkan.

"Aku tidak terima! Harusnya akulah yang menjadi istrimu Bukan gadis Hyuuga yang tidak bisa apa-apa itu! Menjaga tubuhnya saja dia tidak bisa!"

"Apa maksudmu dengan tidak bisa menjaga tubuh, Ootsutsuki Kaguya?"

Kaguya terkesiap. Ia tahu benar kalau Toneri sedang di ambang kemarahannya. Pupus sudah harapannya untuk kembali mendapatkan hati sang pujaan hati.

*****

Toneri merasa aneh dengan sikap tak biasa istrinya. Sejak ia menjemput gadis itu, ia selalu saja murung dan menunjukkan sikap tak sukanya pada Toneri. Dan itu sangat kentara. Mata elang Toneri tak bisa ditipu tapi juga tak bisa menebak apa yang sebenarnya menjadi penyebab tingkah istrinya.

Biasanya, Hinata akan merasa senang dengan rona kemerah-merahan di kedua pipinya jika melihat wajah Toneri. Ia akan tersipu jika mendapati sang suami tersenyum padanya. Ia akan segera berjingkrak saat mendengar nama cokelat dan makanan manis. Gadis itu juga pasti akan memberi pelukan hangat untuk menyambut anak Ootsutsuki Indra. Namun kini, tidak. Malah sebaliknya. Murung, dingin dan sikap yang bukan seperti anak bungsu Hyuuga Hiashi.

"Kamu ada masalah?" Toneri tidak tahan. Hingga malam, Hinata masih merajuk tapi tak tahu apa yang menjadi penyebab rajukannya.

Hinata tidak menjawab tetapi kepalanya menggeleng lemah. Toneri tahu itu tidak benar. Namun, ia memilih untuk berpura-pura percaya saja.

"Ayo!" Toneri tangan Hinata dari meja belajarnya menuju satu-satunya kamar tidur di apartemen itu.

Hinata menurut walau enggan. Toneri mendudukkan Hinata di atas ranjang empuk dengan sprai warna biru bergambar tokoh manganime Doraemon. Lalu ia mengeluarkan beberapa paper bag yang berisi hadiah untuk Hinata.

"Aku tidak tahu kenapa kamu marah padaku." Toneri membuka pakaian atasnya di depan Hinata. Jika dalam kondisi normal, Hinata akan berteriak karena malu melihat badan atletis suaminya. Namun ia yang tidak fokus hanya melihat ujung sandal Hello Kitty-nya yang berwarna ungu muda senada dengan warna piyama yang ia kenakan.

"Pakaianku masih ada di sini, 'kan?" tanya Toneri.

Hinata mendongak. Ia menutup matanya sambil berteriak. Bukan cuma pakaian atas suaminya saja yang sudah tanggal. Gespernya juga sudah terbuka berikut kancing atas celananya. Selanjutnya Toneri tertawa terbahak-bahak. Menggoda remaja itu memang menghibur.

"Jahat!" Hinata protes sambil mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia sungguh malu melihat Toneri hampir tak berbusana. Namun sekarang ia sudah berpakaian lengkap.

Di apartemennya, Hinata memang menyimpan beberapa pakaian Toneri untuk digunakan jika sewaktu-waktu suaminya itu datang menginap. Biasanya hanya seminggu sekali.

"Kamu sih, murung melulu. Aku jadi kesepian."

Wajah Hinata memerah sempurna. Dadanya bagai panggung orkestra.

"Aku cu-cuma ri-rin-ndu nii-chan." Hinata berujar gugup.

Toneri menghela napas kasar. Hyuuga Neji adalah nama kakak sepupu Hinata yang sengaja ayahnya kirimkan ke luar negeri atas permintaan almarhum ayah mertuanya dalam wasiat terakhir.

"Neji masih belajar di Jerman." Toneri menanggapi walau memang agak tidak nyambung.

"Aku tahu," Hinata menjawab seadanya.

Tak mau istrinya larut dalam kesedihan, Toneri menawarkan pelukan hangatnya.

"Jangan bersedih, bukankah ada aku?"

Hinata tak bisa menyembunyikan senyumnya karena terlampau senang. Dia bahkan melupakan kejadian siang tadi, yang bisa saja nanti dia ingat kembali karena memang begitulah cara kerja ingatan perempuan.

"Oh ya, identitas barumu sudah keluar. Sekarang kamu adalah Ootsutsuki Hinata , bukan lagi Hyuuga Hinata. Hm?"

Hinata menguraikan pelukan Toneri. "Apa di sekolah juga?"

"Tidak. Nanti saat kuliah, barulah nama di identitasmu jadi Mrs. Ootsutsuki Toneri Hinata,"

Hinata bersemu. Ia kembali menenggelamkan wajahnya pada pelukan Toneri.

"Tidak marah lagi, 'kan?" tanya Toneri mengelus surai sepunggung berwarna biru legam khas gadis itu.

Dalam pelukan Toneri, ia menggeleng. Toneri senang karena Hinata kembali pada dirinya, meski ia penasaran hal yang membuat perubahan signifikan pada gadis usia 16 tahun itu selama beberapa jam yang lalu.

"Yang kamu lihat itu, bukalah suamimu, tetapi Ootsutsuki Toneri yang ingin memberi penjelasan pada mantan kekasihnya dengan cara yang agak aneh."

Hinata menguraikan pelukannya. Menatap lekat pria yang beberapa belas tahun darinya. Ia juga sedikit merengut karena mengingat kejadian pada siang tadi.

"Uhm,"

Hinata tidak tahu harus merespons apa lagi. Akhirnya hanya itu yang ia suarakan.

"Aku milikmu dan kamu milikku.¹"

Hinata diam. Jika Toneri miliknya, kenapa digrepe-grepe juga oleh Kaguyalanak itu, pikirnya.

"Nee ... Nata-chan, kamu belum membuka hadiah dariku."

Hinata masih merajuk. Ia tetap diam.

"Hinata Koibito, jangan salah sangka, maafkan aku ya,"

Toneri menjerit dalam hati ketika Hinata tak memberi reaksi apa pun. Lebih dari itu, sulitnya mengatakan cinta pada istrinya membuatnya makin frustrasi.

Menurut hasil analisa tentang lelaki di Jepang mengatakan bahwa ketika seorang lelaki mengucapkan "aku cinta kamu", "aku suka kamu", "terima kasih", maka dia sedang menyatakan kekalahannya di hadapan istrinya. Takluk! Padahal kekalahan adalah hal yang paling tidak disukai oleh makhluk ini. Karena itu kata-kata melankolis adalah kata-kata yang kadang dihindarinya. Untuk itulah ia memberikan hadiah.

Sesuatu yang dicintai oleh Toneri, akan dia hadiahkan pada Hinata yang dicintainya. Sesuatu itu adalah syal dengan benang wol kualitas terbaik yang ia pesan langsung dari penjahit profesional. Hinata tahu itu, ia tahu kalau Toneri adalah pengoleksi syal.

"Bukankah ini barang kesayangan Anda?" Hinata lumayan terkejut ketika Toneri malah memberinya syal kesukaannya yang baru sampai beberapa jam yang lalu. "Kenapa dihadiahkan kepadaku?"

"Hadiah adalah tanda cinta. Memberi hadiah sesuatu yang disenangi pada yang tercinta adalah secinta-cintanya cinta.²"

Hinata bersemu. Ia menunduk, lalu ia juga memberikan cokelat manis pada Toneri sebagai balasan atas hadiah tersebut. Hinata adalah penggila cokelat. Baginya cokelat adalah cinta keduanya setelah Toneri.

"Cemburu itu tanda cinta. Hinata cinta padaku, makanya cemburu. Itu wajar. Aku juga cemburu ketika Hinata dekat-dekat Naruto."

"Tapi tadi kulihat kalian saling cium!" Hinata kembali merajuk.

"Tidak lagi. Ini yang pertama dan terakhir. Dan selamanya, Ootsutsuki Toneri cuma punya Hinata."

Bujukan Toneri membuat senyuman indah mengembang. Kemudian pria Ootsutsuki itu pun tertular senyuman sang istri.

Selanjutnya, mereka berpelukan kembali.