Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Sweet Vivian: Dreams and Love

AidaHanabi
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.3k
Views
Synopsis
"Wahai Cinderella, di manakah gerangan kau berada? Ini sepatumu. Sudah waktunya kau memiliki sepasang sepatu kaca baru," seru seorang pemuda mengejek sembari mengacungkan sebuah sepatu kecil yang lusuh dan rusak ke sana-kemari. Di luar pesta, Vivian berdiri di sudut jalan, dengan air mata letih dan kesal, serta berdoa agar temannya Giselle dapat menyelamatkan sebelah sepatunya yang menjadi bahan olok-olok, sekaligus menyelamatkan rasa malunya sebagai gadis miskin. Sepatu lusuh itu adalah sepatu dansa terakhir miliknya. Dan kini, ia harus memupuskan mimpinya untuk ikut serta pada pertunjukan tari di festival yang akan disaksikan oleh seluruh penduduk London. Bagi Vivian, membelikan cat lukis serta perkakas reparasi jam untuk Devian, kakak lelaki satu-satunya yang cacat jauh lebih penting. Bagaimanapun, Vivian bukanlah gadis kecil yang mudah menyerah. Meski terkadang ia merasa nasibnya sungguh tak adil, namun ia percaya jika suatu saat akan ada keajaiban untuk dirinya dan Devian. .... Di sisi lain, Lucas, karena masa lalunya yang kelam, ia tak pernah berpikir untuk membangun sebuah keluarga. Baginya, itu semua hanya akan menjadi beban yang akan mengekangnya, hingga dia bertemu gadis itu. Ia tahu bahwa ia telah mulai jatuh ke dalam apa yang ia anggap sebagai "beban" dan diam-diam berharap semua ini tak pernah berakhir. Akankah Lucas mampu mengatasi masa lalunya? Akankah ia bisa melepaskan kebebasannya demi bersama kekasih hatinya? ----------------------------------- Support the author: https://ko-fi.com/aida_hanabi https://trakteer.id/aidahanabi https://www.paypal.me/aidahanabi ----------------------------------- Discord link https://discord.gg/pdgv65wXbG ----------------------------------- Instagram: Aida_Hanabi
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1: Kakak-Beradik Ross

Vivian membulatkan matanya yang indah saat menatap lekat sepasang sepatu dansa cantik yang terpajang di kaca depan sebuah toko sepatu. Sepasang bola mata berwarna spektrum itu tampak berkilau senang sebelum akhirnya meredup sedih. Bagaimana tidak, sepasang sepatu itu sangat cantik namun ia tak mampu membelinya.

{Lupakan Vivian.} Ucapannya dalam batin sembari melirik lagi sepasang sepatu itu dengan pandangan mendamba.

{Hah ….} Vivian menghela napas dan memejamkan mata selagi berusaha menenangkan diri dari godaan duniawinya itu. Saat ini, tak ada yang jauh lebih penting selain membelikan Devian cat lukis serta perkakas reparasi jam. Vivian sedang berusaha memutar otaknya demi menemukan cara agar uang satu pound, lima shilling yang ia tabung itu cukup untuk membeli sebuah sepatu baru untuk dirinya sendiri serta keperluan sang kakak. 

Sekitar satu tahun lalu, kakak beradik ini adalah anak-anak kesayangan seorang pria bangsawan kecil yang cukup kaya. Tetapi ayah mereka wafat dan mereka pun ditinggalkan dalam kemiskinan. Sedangkan ibu mereka? Sang ibu telah 'tertidur' untuk selamanya setahun lebih dulu sebelum kepergian sang ayah.

Awalnya, kakak beradik ini tak lah semiskin sekarang. Namun, tiga bulan setelah kepergian sayang ayah, Devian, sang kakak yang berusia empat tahun lebih tua dari Vivian ini mengalami sebuah kecelakaan di tambang, ketika sedang memeriksa proses pekerjaan di sana, yang menyebabkan dia lumpuh. Vivian yang mendengar berita ini pun sempat kaget ketakutan. Bak terkena petir di siang bolong. Devian adalah satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa setelah kepergian kedua orang tua mereka. Ia tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika sesuatu juga terjadi pada sang kakak tercintanya.

Beruntung Tuhan masih menyelamatkan nyawa Devian, meskipun pemuda itu kini menjadi orang cacat. Bagi Vivian tak ada yang lebih penting selain kenyataan bahwa sang kakak masih hidup. Namun, dia tahu jika ini juga akan menjadi pukulan berat untuk kakaknya. 

Menyadari fakta bahwa ia lumpuh dan cacat. Devian sempat hampir tak bisa menerima kenyataan ini. Jika ia lumpuh, bagaimana dengan adik kecilnya yang manis? Vivian baru berusia 15 tahun! Apa yang akan terjadi pada mereka? Bagaimana bisa ia membiarkan sang adik menanggung semuanya sendiri?

Keluarga Ross memang hanyalah keluarga bangsawan rendah, akan tetapi mereka memiliki lebih banyak aset untuk ukuran keluarga sekelas mereka. Devian tahu, setelah kepergian sang ayah, banyak 'burung-burung bangkai' serta tikus-tikus serakah yang tak sabar ingin melahap semua yang tersaji di depan mata mereka. Ketamakan orang-orang itu membuat Devian khawatir akan segalanya, khususnya akan adik perempuannya yang cantik. Sekumpulan hewan buas dan sampah-sampah itu sempat mundur ketika melihat bahwa Devian bukanlah lawan yang mudah. Ia memang baru berusia 19 tahun saat itu. Namun ia seorang pemuda yang berbakat dalam mengurus serta mengatur semuanya.

Hanya saja, dengan datangnya kabar buruk ini, ini justru menjadi kesempatan lagi bagi orang-orang itu untuk kembali memamerkan taring serta cakar mereka pada aset keluarga Ross dan Vivian.

Setelah insiden malang tersebut, Devian harus terbaring lemah tak berdaya di tempat tidur tanpa bisa berbuat apapun selama hampir 4 bulan lamanya. Mengakibatkan para binatang itu mengincar adiknya yang terlihat seperti sasaran empuk yang lezat. Mereka terus saja mengganggu Vivian dan membujuk gadis itu agar menyerahkan hak asuhnya kepada mereka. Membual bahwa mereka akan membantu mengurus segala harta peninggalan sang ayah untuk Vivian, yang lalu akan diserahkan kembali pada kedua kakak beradik itu jika kelak Vivian sudah cukup siap untuk mengurus segalanya. Mereka bahkan mulai merayu gadis itu untuk segera bertunangan dengan calon yang telah mereka tetapkan.

Vivian sebenarnya tak tahan dan muak dengan semua perbuatan para kerabatnya tetapi dia berusaha menahan diri demi melindungi sang kakak. Lama kelamaan, sikap keras kepala Vivian tentu saja membuat mereka kesal. Mereka yang sudah tak bisa bersikap sabar atau pun berpura-pura baik lagi mulai menggunakan tekanan dan ancaman yang keterlaluan, membuat Kakak beradik itu marah namun tak dapat berbuat apa-apa. Devian bahkan hanya bisa menatap dari tempat tidur sembari menahan segala emosinya. 

Mereka menjadikan kecacatan Devian sebagai alasan di mana ia tak lagi layak untuk menyandang gelar Baron serta Vivian yang masih terlalu muda untuk menggantikan sang kakak, ditambah fakta bahwa Vivian seorang anak perempuan. Hal ini mengantarkan Devian pada keputusan pahit di mana dia akhirnya terpaksa memenuhi ketamakan orang-orang itu sebagai ganti atas keselamatan adiknya. Mereka berjanji tak akan mengganggu Vivian serta Devian lagi jika keduanya mau menyerahkan hak waris atas harta serta gelar bangsawan tersebut.

Walaupun keluarga Ross memiliki beberapa saudara dan kerabat, mereka telah menyinggung perasaan salah seorang paman mereka yang kaya dan berkuasa. Beliau menawarkan tempat tinggal dan perlindungan kepada Vivian, tetapi Vivian menolak karena tak ingin berpisah dengan Devian. Devian cacat dan tak seorang pun yang menginginkannya. Vivian tidak akan pernah meninggalkan Devian, jadi mereka tetap bersama dan tinggal di sebuah kamar sederhana milik almarhum ayah mereka dulu.

Sementara rumah besar mereka serta harta-harta yang lain, mau tak mau harus mereka relakan kepada gerombolan binatang itu. Devian sebenarnya tak ingin melakukan hal tersebut, namun keselamatan adiknya jauh lebih utama baginya.

Sekarang, mereka berdua berupaya mencari sesuap nasi hanya dengan mengandalkan kemampuan yang mereka miliki. Devian sebenarnya sangat berbakat dalam melukis. Tetapi akibat kelumpuhan itu, ia mengalami kesulitan untuk menggerakkan tangannya dengan mahir lagi. Setelah terus berusaha berlatih dan berkali-kali gagal, akhirnya ia mulai bisa menjual lukisan-lukisan kecil sederhananya yang indah. Bakat Vivian adalah menari. Gurunya yang dulu, seorang wanita Perancis yang baik hati, menawarkan posisi sebagai asisten guru di kelas tari anak kepada murid kesayangannya itu.

Demi Devian, Vivian menerima tawaran itu dengan rasa syukur. Ia berusaha rendah hati dan harus sabar menemani para anak laki-laki dan perempuan yang bodoh berputar-putar di atas lantai licin yang dulu juga sering ia gunakan untuk menari riang selama masih menjadi bintang kelas.

Dua bersaudara ini menanti datangnya musim dingin yang panjang dan berat dengan rasa cemas yang mereka sembunyikan dalam hati masing-masing. Devian takut jatuh sakit. Jika ia sakit, bagaimana lagi nasib adiknya yang muda dan cantik? Ia sudah cacat dan tak ingin lagi semakin membebani adiknya. Keduanya sama-sama bekerja keras, bercanda gurau di waktu luang, sambil menanti penuh harap sampai nasib baik menghampiri mereka. Kadang-kadang hati mereka terasa berat sampai mereka menangis.