Rintihan hujan yang jatuh membasahi seluruh tubuhku, dan diiringi dengan suara gemuruh yang berkecamuk, membuat ku hampir mati kedinginan.
"Dinginnya.." kata ku dalam hati.
Aku sangat mencintai hujan, derasnya yang menenangkan ku, gemuruh yang membuat ku seolah dihibur oleh seseorang. Makanya ketika hujan, orang-orang berlarian untuk mencari tempat beteduh, aku malah pergi ke luar untuk menikmati salah satu fenomena alam tersebut.
Seperti malam ini, aku duduk di taman sambil menikmati hujan yang jatuh membasahi tubuh ku, dan melihat pertunjukan gemuruh yang berada di langit.
Namun, semua itu sirna setelah hp ku tiba-tiba saja berdering.
"Tsk." kata ku kesal, karena ketenangan ku diganggu.
Aku pun menjawab panggilan tersebut.
"Halo.." kata ku.
"Halo, Nat." kata si penelpon.
Nata Putra Lintang, itu adalah nama ku. Saat ini aku adalah mahasiswa semester akhir. Aku kuliah di salah satu universitas yang ada di kota Forhes.
Aku berada di jurusan hukum, jurusan paling laris setiap tahunnya. Tapi, jangan terlalu berharap bahwa aku tahu banyak soal hukum.
"Halo.." kata ku. Telepon yang ku gunakan sudah di beri pelindung agar ketika aku berada di antara curahnya hujan, aku masih tetap bisa menggunakan telepon ku.
"Nat, kau dimana?"
"Aku, aku lagi di luar, ada apa?"
"Tidak, ini, aku cuman mau bilang, si Andi bentar lagi nikah, kau datang?"
"Gak tau."
"Ha? Bentar, kau ada dimana sih? Ribut banget anjir."
"Oh ini, aku lagi mandi."
"Mandi? Ini udah tengah malam, dan kau baru mandi?"
"Oh, bukan mandi itu maksud ku."
"Terus?"
"Aku sedang mandi hujan."
"Astaga.. Eh, centong nasi. Ini udah malam loh. Aku tahu kau suka dengan hujan, tapi gak gitu juga dong."
"Hehe.., kau datang ke acara pernikahan Andi?"
"Aku datang kalau kau datang."
"Bah, apa-apanya kau, mana bisa kayak gitu."
"Bisa lah, pokoknya kalau kau gak datang, aku juga gak datang."
"Eh, kalau kau gak mau datang, jangan jadikan aku tumbal dong, gak asik banget sih."
Tiba-tiba..
Duarr!!
Di saat aku sedang asik mengobrol dengan teman ku lewat telepon, tiba-tiba saja suara guruh mengagetkan ku.
"Aaaa!" karena sangkin kagetnya, aku pun menjerit.
"Mampus!" kata teman ku meledek.
"Dih, gak ada otak. Temannya hampir kesambar malah bilang mampus."
"Biar, biar kena sambar kau. Tengah malam begini, malah mandi hujan."
"Tega sekali anak muda satu ini. Asal kau tahu ya, mencari teman yang lucu, baik hati, dan sekaligus tampan ini, payah lo nyarinya jaman sekarang."
"Jijik.."
"Bodo."
"Udah, pokoknya kalau kau gak datang, aku juga gak datang. Udah dulu ya, aku mau teleponan dulu sama cewek ku, Bye." teman ku pun mematikan teleponnya.
"Oi, oi... Gak ada otak." kata ku kesal.
"Gimana ya? Apa gua harus pulang?" kata ku bingung.
Andi adalah teman ku waktu Sma, dan kami sangat dekat dulu, kemana-mana selalu bersama. Kalau bukan teman dekat, mungkin aku akan langsung menjawab tidak. Tapi, masalahnya yang mau nikah adalah teman dekat ku.
"Aduuh, gimana ya?" kata ku bingung.
Tempat tinggal ku berada di desa Serven, desa tersebut berada di dekat kota Forhes. Kalau aku naik kereta api, aku hanya perlu empat jam perjalanan untuk sampai ke sana.
Tapi, karena sekarang sedang masa pandemi, aku tidak bisa naik kereta api, karena aku belum di vaksin. Aku tidak di vaksin bukan tidak percaya dengan vaksin, atau virus yang sedang menyerang dunia saat ini, aku cuman takut dengan jarum suntik. Hanya jarum suntik.
Kenapa mereka harus memakai suntik, kenapa mereka tidak menggunakan pil saja. Jika mereka menggunakan pil, mungkin aku sudah vaksin dari dulu.
Kalau naik kereta api, aku harus sudah vaksin, minimal satu kali. Jika tidak, maka aku dilarang naik kereta api.
Kalau aku pulang menggunakan motor, aku bisa-bisa tidak sampai ke tempat ku, karena aku tidak pernah pandai mengingat jalan.
Namun, ada satu kendaraan yang bisa ku naiki, cuman.. Aku tidak bisa karena aku memang tidak bisa.
Ketika aku naik kendaraan tersebut, tiba-tiba ada sesuatu yang berusaha keluar dari mulut ku. Itulah kenapa, aku tidak ingin naik kendaraan itu.
Malam itu pun, aku memutuskan untuk tidak pulang, dengan kata lain, aku menolak untuk datang ke acara pernikahan Andi karena berbagai alasan.
Aku pun mulai masuk ke dalam kos ku, karena gemurunya mulai tidak asik, dan ditambah, aku sudah tidak sanggup menahan dinginnya.
Di dalam kos, aku langsung mengganti baju ku. Aku adalah tipe orang yang tidak mandi lagi, ketika aku habis bermain hujan.
Orang-orang sering mengatakan kalau selesai habis bermain hujan, aku harus mandi agar aku tidak sakit.
Dan aku sangat tidak percaya dengan kata-kata tersebut. Kenapa? Mari kita telaah. Jika aku harus mandi setelah selesai bermain hujan.. Hujan adalah air, air yang ku mandikan biasanya, adalah air. Jika mereka meragukan air hujan, aku malah lebih meragukan air yang biasanya ku mandikan.
Aku tahu air hujan datangnya dari mana, tapi aku tidak tahu, air yang biasa ku mandikan datangnya dari mana.
Pada saat aku selesai mengganti baju, perut ku tiba-tiba saja memberi sinyal kalau dia perlu pemasukan makanan.
"Kenapa harus sekarang sih? Di luar hujan, makanan yang tersisa hanya.. Tidak ada, tidak ada yang tersisa.." kata ku bingung.
Aku mulai meraba kantong celana ku untuk memastikan uang ku saat ini ada berapa.
"Uwah, 15 ribu." kata ku.
Aku bukan berasal dari keluarga kaya, aku berasal dari keluarga yang sederhana. Jadi uang yang dikirim orang tua ku tidak menentu.
Orang tuaku terakhir mengkirim dua hari yang lalu, senilai 400 ribu. Kenapa? Apakah kalian berfikir aku orangnya boros? Ah, ya. Aku memang boros, kenapa emangnya.
Itulah kenapa aku tidak berani meminta uang ke orang tua ku. Ditambah, saat ini, orang tua ku paling banyak mengeluarkan uang kepada ku. Soalnya, abang (kakak laki-laki) ku sudah mulai bekerja, adik saat ini masih berada di sekolah dasar. Itu membuatku semakin menolak untuk meminta.
Tapi..
"Bodolah.." kata ku. Aku mulai memakai jaket, dan beranjak keluar kos ku dan pergi ke warung yang ada di dekat kos ku berada.
Itulah aku, aku tidak bisa menahan sesuatu. Aku pernah membeli sebuah celengan, agar aku mempunyai tabungan seperti anak-anak muda seusia ku. Namun, celengan itu berakhir tiga hari setelah aku membelinya, karena pada saat itu, uang ku sudah habis dan perut ku lapar. Walaupun pada saat itu aku bisa saja membeli mie instan, tapi sayang, perut ku lagi tidak ingin makan mie.
Aku pun beranjak pergi ke warung yang berada di dekat kosan ku. Aku pun pergi ke bagian rak yang berisi mie.
"Em.., mie apa ya?" tanya ku.
"Em..., ini aja deh."
Aku pun mengambil mie yang rasanya ayam kecap. Aku pun mengambil dua butir telur, dan dua buat es batu. Karena warungnya lagi ramai, aku harus antri.
Beberapa menit kemudian..
Es yang ku pegang menggunakan tangan kanan ku, sudah mulai mati rasa. Namun, karena aku adalah pemuja harga diri, walaupun tangan ku sudah mulai mati rasa, wajah ku tetap terlihat tenang seperti tidak terjadi apa-apa.
Kalian tahu apa yang ku benci ketika aku ke warung, melihat ada ibu-ibu. Mereka tidak membeli banyak, namun.. Mereka kebanyakan mengobrol sampai melupakan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Aku tidak ada masalah dengan sebuah obrolan, cuman.. Alangkah baiknya, ketika melakukan sesuatu, jangan pernah merugikan orang lain.
Aku tipe orang yang tidak melihat benar atau tidaknya, aku hanya melihat dampak yang mereka berikan. Berpengaruh atau tidak kepada orang lain, jika berpengaruh, dan pengaruhnya buruk, aku akan langsung menyalahkan orang tersebut.
Aku tidak peduli alasannya, aku hanya peduli hasilnya, jika hasilnya buruk, maka aku akan anggap itu buruk. Mau sekecil apapun dampak yang diberikan, aku tidak peduli.
"Au.." kata ku.
Semua orang pun melihat ku, dan aku hanya tersenyum tipis.
"Eh, buk sumir, jangan ngobrol disitu lah, kasihan lo dia, udah mereka tuh tangannya." kata ibu-ibu yang sedang mengambil sayuran.
"Oh maaf ya dek, lagian kamu gak bilang soalnya." kata ibu-ibu tersebut.
"Gak papa kok bu." kata ku.
Setelah selesai belanja, aku pun kembali ke kos ku. Dan..
Krek, Krek, Krek.. (bunyi cetekan kompor).
"Jangan bilang habis.." kata ku sambi meram..
Aku pun mulai membuka sedikit mata ku..
"Ah shit.." kata ku kesal.
Uang yang tersisa hanya 5 ribu saja, dan tidak mungkin harga gas elpiji 5 ribu. Aku pun memilih untuk merebusnya saja.
Dan..
"Heh, apaan nih, apa aku sedang dikerjai? Ha!" kata ku kesal.
Galon minuman ku sudah tidak berisi lagi.
Tidak beberapa lama.. Akhirnya mie ku sudah selesai di rebus, dan siap untuk di santap.
Sebelum makan, aku pun mencari tontonan di Ice Tube. Ice Tub adalah sebuah aplikasi video.
Dan aku sudah menemukan videonya dan aku pun mulai makan ditemani minuman kopi dingin sambil menonton video yang ada di Ice Tube.
Oh iya, pasti kalian bertanya bukan, mie ku direbus menggunakan apa? Padahal gas dan air ku tidak ada? Mana aku punya kopi dingin lagi?
Dimanakah aku menumakan air? Di kamar mandi. Aku memasak membuat minuman dan merebus mie ku, menggunakan tempat masak nasi. Pintar bukan? Tidak? Ya.. Sudahlah.
.
.
.
Bersambung