Tubuh Kasturi sedang terbaring malas di atas kasur lipat. Matanya masih terpejam rapat belum jua terjaga. Namun bola matanya seperti tengah memperhatikan sesuatu. Bola mata kasturi walau tertutup kelopak terus bergerak tak beraturan.
Bahkan keringat dingin mulai mengucur deras di dahi dan dada. Sehingga membuat kaos oblong yang dikenakan tampak basah kuyup. Seakan selaras dengan malam yang kelam. Lelapnya Kasturi kali ini membawa sebuah mimpi buruk.
Sebuah mimpi tentang putra pertamanya Bagus. Dalam mimpinya Kasturi melihat Bagus tengah bermain dengan sosok kuntilanak buruk rupa memakai baju berwarna hitam. Sosok kuntilanak sangat menyeramkan dari wajah yang tak beraturan. Bahkan terlihat matanya hendak jatuh andaikan saja tak tertahan oleh urat saraf mata.
"Anakku Bagus kemari sayang, lekas kemari anakku. Jangan kau bermain dengan setan laknatullah. Ini Bapak Nak, kemarilah?" Kasturi terus mengajak Bagus untuk menghampirinya. Namun sesering itu Kasturi berusaha membujuk putranya. Sesering itu pula Bagus bergeleng kepala menolak ajakan Sang Bapak.
"Anakku...!" teriak Kasturi terbangun dengan posisi setengah terduduk di atas kasur lipat di dalam kamar kos yang ia sewa bersama beberapa teman.
Nafas Kasturi begitu tersengal tak karuan. Dadanya seakan berdetak kencang tak beraturan. Embusan nafasnya semakin memburu serta keringatnya semakin deras mengucur. Dengan mimik wajah tegang bercampur ketakutan. Kasturi sedikit melamun mengingat mimpi tentang anak lelakinya.
"Syukurlah Cuma mimpi bukan kenyataan," gerutu Kasturi sambil mengusap keningnya yang penuh akan cucuran keringat.
"Kenapa Kas, mimpi buruk kau?" Abdi teman satu proyek di mana mereka bekerja ikut terbangun gara-gara teriakan Kasturi. Abdi menatap Kasturi dengan perasaan kasihan tapi tetap penasaran tentang mimpi buruk Kasturi.
"Cuma mimpi Abdi hanya bunga tidur," jawab Kasturi meraih sebungkus rokok yang sedari tadi malam iya letakkan di samping ia terbaring.
"Tapi kamu sering loh Kas mimpi buruk akhir-akhir ini. Jangan-jangan mimpi itu satu pertanda. Memangnya mimpimu sama terus berulang-ulang atau bagaimana?" ucap Abdi kembali bertanya tentang mimpi buruk yang dialami Kasturi.
"Eh benar loh Abdi apa katamu, bahkan satu hari ini saja. Aku sampai bermimpi tiga kali tentang anak dan istriku di kampung. Anehnya mimpi itu serasa bersambung, seperti berkaitan satu mimpi dengan mimpi satunya. Semacam mimpi berseri, menurutmu bagaimana Di. Apakah memang mimpiku sebuah pertanda, kalau memang benar demikian adanya lebih baik aku pulang saja hari ini," ucap Kasturi menerka-nerka tentang mimpinya.
"Menurutku sih hari ini kamu izin saja untuk pulang. Sebab berdasarkan pengalamanku, jikalau mimpi itu satu hal sama di dalam mimpi terus berlanjut bahkan ada yang terus diulang. Berarti mimpimu itu kenyataan bukan hanya mimpi atau bisa jadi sebuah pertanda. Pulanglah cek keadaan dan kondisi keluargamu. Jangan sampai nanti kau menyesal dikemudian hari," ucap Abdi mulai menyulut rokok sebatang dari sebungkus yang iya letakkan di atas bantal.
"Benar juga Di, kalau begitu aku pulang saja hari ini. Tolong izinkan aku pada Bos ya Di, bilang saja ada urusan keluarga mendadak," pinta Kasturi pada Abdi untuk mengatakan pada Bos proyek tempat mereka bekerja. Bahwa iya meminta izin libur sehari.
"Beres itu bisa diatur, sudah cepat sana mandi kau. Mumpung masih pagi benar jalanan tentu masih lengang," Abdi rupanya teman yang pengertian akan kesusahan temannya. Bahkan Abdi sosok teman sejati ada dikala susah maupun senang bersama Kasturi.
Kasturi bergegas menuju kamar mandi. Handuk yang tersampir di depan kamar mandi iya raih dengan cepat. Lalu sambil membawa peralatan mandi, Kastuti memasuki salah satu kamar mandi untuk lekas membersihkan badannya sebelum berangkat pulang ke Jombang.
Setelah usai mandi dan masih dibalut handuk sepinggang. Kasturi mulai memasukkan apa-apa yang akan dibawa pulang. Termasuk Al Quran dan kitab-kitab Shalawat yang biasa ia amalkan setiap malam.
"Ini minum kopi dulu Bro. Biar fokus nanti kalau berkendara dan ingat walau pikiran sekalut apa pun. Jangan sampai kau melamun saat menyetir sangat berbahaya. Nanti sampai rumah kabari aku ya, Bagus sudah aku anggap seperti keponakanku sendiri loh," ucap Abdi yang sudah seperti saudara dengan Kasturi. Sebab iya sudah begitu lama berkawan dengan Kasturi. Sejak mereka sama-sama masih membujang dan kini mereka sama-sama sudah beristri serta memiliki anak satu.
"Terima kasih Di, kau memang kawan sejatiku selama ini. Selalu ada untukku baik suka maupun duka," ucap Kasturi memegang pundak Abdi dengan rasa berterima kasih begitu tulus akan tali persaudaraan yang tercipta. Walau mereka dipertemukan di alam rantau.
"Halah jangan lebai kayak anak kemarin sore saja. Sudah lekas minum kopimu dan lekas pulang. Jangan lupa kabari aku, semoga saja mimpimu memang bukan kenyataan. Hanya bunga tidur penghias dikala kita terlelap terlalu lelah seharian bekerja," ucap Abdi beranjak pergi meninggalkan Kasturi menuju kamar mandi.
Satu-per satu pakaian telah iya kenakan. Celana jin dan jaket Jam per warna biru laut telah menempel di badannya. Tas ransel berukuran sedang jua telah digendong di punggung belakang. Sekilas Kasturi menyahut helm SNI miliknya sejenis helm teropong yang iya letakkan di atas almari pakaian. Lalu bergegas menuju depan kos mengambil motor yang terparkir malas di sisi depan kosnya.
"Abdi aku balik dulu ya, jangan lupa bilang sama Bos hari ini aku izin," teriak Kasturi sambil menstater motor bebek pabrikan negeri bunga sakura tahun 2005.
"Ya Kas tenang saja, hati-hati kamu di jalan. Jangan lupa kabari aku kalau sudah sampai rumah," sahut Abdi berteriak dari dalam kamar mandi.
Cek, cek, cek,
Brem, brem,
Motor telah berbunyi dari penekanan jempol Kasturi pada tombol starter. Roda dua motor bebek lama telah melaju perlahan meninggalkan kos yang di sewa Kasturi dan beberapa temannya di daerah Surabaya selatan. Tepatnya di daerah bantaran sungai Jagir bernama desa Semolo waru.
Dalam berkendara kasturi masih terpikir akan mimpinya. Otak dan hati bersahut dengan sebuah pertanyaan. Apakah benar adanya tentang mimpiku, apakah benar akan terjadi apa yang ada dimimpiku? Atau hanya sekedar penghias lelapku sebagai bunga tidurku.
Ruas-per ruas panjangnya jalanan beraspal terus dilalui oleh Kasturi dengan laju roda dua motor bebeknya. Perempatan dan pertigaan telah iya libas begitu saja. Hanya demi satu tujuan melihat anak lelakinya Bagus yang masih berusia kurang dari dua tahun tiada apa-apa.
Beberapa saat berlalu sampailah ia pada sebuah daerah bernama Ciwi area kota Mojokerto. Karena matanya sudah mulai mengantuk kembali. Kasturi memutuskan berhenti sejenak disalah satu warung yang berjajar sepanjang jalan. Memang Ciwi adalah tempat di mana warung-warung berjajar kanan dan kiri.
Kasturi mulai duduk di salah satu sudut warung seraya memesan segelas kopi. Demi menghilangkan kantuknya, agar tetap fokus dalam berkendara. Sesekali ia melihat jam yang tertera di HP yang ia bawa. Masih pukul 03:00 WIB. Masih terlalu pagi bahkan azan subuh belum berkumandang.
"Buk kopi hitam satu, tolong gulanya sedikit saja ya Buk?" ucap Kasturi pada Ibu pemilik warung memesan kopi hitam sedikit gula kesenangannya.
"Baik Mas, sabar ya airnya masih dimasak," jawab ibu pemilik warung seraya memasak air di atas kompor LPG miliknya. Lalu mengambil satu gelas untuk meracik kopi hitam sedikit gula pesanan Kasturi. Tampak Ibu pemilik warung tengah memperhatikan Kasturi yang sedang melamun. Dengan pertanyaan dibenaknya. Ada apakah orang ini begitu murung tampak di wajahnya? Biarlah nanti aku tanyakan.