Chereads / I NEED YOU TO SHINE IN THE LIGHT / Chapter 14 - 14. DI RUANG BAWAH TANAH

Chapter 14 - 14. DI RUANG BAWAH TANAH

Sinar matahari menampar keras pipi Jihan. Dia terpaksa membuka kedua matanya dengan cepat. Tiba-tiba ada kaki di depan matanya. Ia mendongak dan kaget melihat wajah garang itu. Wajah itu bagai singa yang siap menerkam mangsanya.

"Kau tidak bisa lari lagi Jihan," gertak pria berbadan besar itu mendekatkan wajahnya ke Jihan.

Jihan melirik ke arah lain dengan penuh emosi. Ia bertanya dalam hati kenapa dua orang tangan kanan ayah bisa menemukan aku di sini? Sial.

Kedua tangan Jihan segera di pegang oleh dua ora pria itu dengan keras. Jihan sekuat tenaga bergerak agar bisa lepas dari tangan itu. Namun tidak bisa. Kekuatannya sangat sedikit di banding dengan dua pria jahat itu.

Jihan lalu melihat ke rumah kecil milik Julia yang terbuka.

"Kemana Julia dan dua orang anak itu, hah?" tanya Jihan dengan mata melotot.

Dua orang pria itu saling melirik dengan senyum setan.

"Dia sudah kita usir dari sini. Karena dia mencoba menyelamatkanmu,"

"Mereka sama sekali tidak bersalah. Kenapa kalian jahat sekali?" triak Jihan dengan emosi membara.

"Itu adalah tugas kami. Ayahmu yang memerintah kami berdua agar menyingkirkan orang-orang yang berusaha menyelamatkanmu," jawab pria itu tak kalah mendelik.

Jihan hanya bisa terdiam menatap rumah Jihan yang kosong. Semoga dia bisa kembali ke rumah itu. Jihan Semoga Julia tidak marah dengannya.

"Kalian tidak menyiksa julia dan anak-anaknya 'kan?" tanya Jihan khawatir.

"Oh, tidak tenang saja. Yang jelas kita berdua sudah berhasil mengancam mereka,"

"Dasar gila!" umpat Jihan dengan kesal.

Kini Jihan di seret ke mobil dengan cepat. Di dalam mobil Jihan benar-benar merasa sangat kesal. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia sangat ceroboh tidur di luar. Otomatis dua pria itu bisa menemukannya secara mudah.

Jihan hanya bisa menatap jendela. Ia melihat jalanan dan terlintas di benaknya. Kalau mungkin Aslan akan terluka. Karena dia mencoba menyelamatkan Jihan saat itu. Jihan sangat takut ayah akan tahu siapa Aslan dan ayah pasti akan melakukan hal buruk pada Aslan.

Kini mobil berhenti di depan rumah Jihan. Jihan di seret masuk ke dalam rumahnya. Ruang tengah itu terasa mencekam bagi Jihan. Sang ayah bernama Jack berada di tengah kursi. Ia lalu berdiri seolah menyambut kedatangan Jihan.

"Hahaha ... Jihan, Jihan," Jack tersenyum miring sembari melipat dadanya dengan sombong.

Jihan hanya bisa melirik kesal sementara kedua tangannya masih di ikat.

Jack menyuruh dua orang pria itu pergi. Lalu mereka pergi dan kini hanya ada Jack dan Jihan di dalam ruang tengah.

"Apa kau tidak lelah? Selalu kabur dan pada akhirnya kau tertangkap juga kan? Kau tidak lelah?" tanya Jack dengan wajah menyebalkan. Ia tesenyum kecut melihat wajah Jihan.

"Aku tidak akan pernah lelah untuk kabur darimu Jack!" sembur Jihan dengan keras. Ia sudah mulai berani memanggil sang ayah hanya dengan sebutan nama asli.

Jack naik pitam. Wajahnya sangat marah. Otot otot di wajahnya seakan mau keluar. Ia berjalan mendekat kepada Jihan anaknya sendiri. Jack melihat Jihan dengan jijik.

"Dasar anak tidak tahu bersyukur. Kau harusnya bisa bersyukur bisa mendapatkan uang dengan sangat mudah. Itu semua karena aku yang sudah membuatmu menjadi kupu-kupu malam!" Jelas Jack dengan keras. Suaranya menggelegar di ruangan itu.

"Apa kau sudah gila, Jack? Tidak ada satupun seorang kupu-kupu malam yang bahagia di dalam hatinya. Termasuk aku. Aku tidak pernah bahagia karena kau Jack," kata Jihan dengan berapi-api.

"Anak sialan!" Bentak Jack dengan telapak tangannya yang memukul pipi anak gadisnya itu. Entah itu sudah pukulan ke berapa selama Jihan hidup.

Jihan tertawa dengan sangat kencang. Ekspresi wajahnya benar-benar bodoh. Lalu kemudian tersenyum manis ke wajah ayahnya sendiri.

"Pukul aku lagi! sampai mati! Ayo! Lakukan semaulmu Jack!" Jihan tidak tahan lagi dengan sang ayah. Ia seakan sudah mati rasa.

"Sini kau anak sialan!" seru Jack menyeret paksa Jihan. Tangan kekar Jack menarik keras lengan Jihan. Jack berjalan sampai menuju ke belakang rumah.

Jihan sangat ketakutan sekali saat itu. Pikirannya terlintas bahwa sebentar lagi pasti nyawanya akan melayang di belakang rumah ini.

Tiba-tiba Jack menggali sebuah tumpukan rumput. Lalu terlihatlah sebuah besi kotak. Tangannya membuka besi itu.

Jihan sangat kaget melihat apa yang ada di bawah. Sebuah anak tangga muncul.

"Ayo! Cepat masuk!" Perintah Jack tepat di dekat telinga Jihan.

Gadis itu hanya bisa terus berjalan di tangga tersebut. Sampailah mereka berdua di sebuah ruang bawah tanah.

"tempat apa ini?" tanya Jihan melihat sekeliling yang hanya tembok kosong.

"Ini adalah tempat untukmu. Nikmatilah tempat ini. Mengerti?" seru Jack dengan wajah sinis melihat Jihan.

Jihan tidak bisa berkata apapun saat itu. Ia sangat ketakutan sekali.

Jack membuka tali yang mengikat kedua tangan Jihan. Tiba-tiba Jack memperlihatkan pistol yang sebelumnya ada di sakunya.

"Jangan bergerak! Kalau kau bergerak aku tidak akan segan menembakmu," Ancaman Jack begitu keras terdengar.

Jihan hanya bisa terdiam. Ia teringat dengan sang ibu. Kalau ia mati dahulu. Itu berarti ia tidak akan tahu siapa ibunya. Kini Jihan mencoba untuk menuruti perintah sang ayah. Karena ia tidak ingin mati mengenaskan di ruang bawah tanah.

Jack perlahan-lahan memundurkan diri sambil menodong pistol ke arah Jihan. Langkah demi langkah Jack terdengar oleh telinga Jihan. Jihan ingin sekali rasanya pergi dari ruang itu. Tapi tidak bisa terjadi begitu saja.

"Jangan macam-macam denganku kau Jihan." Jack menatap tajam ke arah Jihan. Lalu Jack menghilang dan Jihan bisa mendengar besi itu tertutup rapat.

Tempat itu sangat sunyi dan membuat perut Jihan ingin mual. Susana begitu sepi dan pengap. Kedua mata Jihan melihat dengan detail semua yang ada di sekelilingnya. Kosong tak ada apapun. Kini ia bisa menangkap sebuah tembok dengan tombol dan kini Jihan menekan tombol itu dan terdengarlah suara. Lubang yang kecil kini terlihat. Ia bisa menghirup sedikit udara dari lubang kecil itu.

Jihan lalu duduk dengan mencoba untuk tenang. Ia memeluk diri dengan erat.

"Apakah aku akan di kentalkan dengan cara yang pelan dan sadis?" tanya Jihan dalam hati membuat dirinya merinding sendiri.

Jihan terus melihat ke sudut sudut pojokan yang ada sarang laba-laba. Ia menutup mata dengan keras. Lalu membukanya kembali dan menangis seketika karena yang ada di depannya benar-benar membuat dirinya seakan jatuh ke dasar sumur yang tua. Ia sudah tidak bisa kemana-mana lagi.

Jihan menatap dengan tatapan kosong. Ia membayangkan wajah dulu sang ayah ketika kecil. Bagaimana sang ayah sangat sayang kepada Jihan kala itu. Hampir setiap Minggu Jihan di berikan mainan yang baru.

Jihan menggelengkan kepalanya yang tak kasar. Ia sangat sedih sekali . Kenapa ayahnya sendiri membuat dia hampir frustasi seperti ini.