Brian yang merupakan anak dari seorang Walikota beringsut mendatangi Prince yang masih berdiri mematung di sisi mobil sport-nya.
"Katanya lo gak tertarik sama cewek. Tapi kenapa lo bisa sampe ada di sini, sekarang huh? Lo suka tipe cewek seksi kayak dia?" tanya Brian menunjuk Rebecca yang tengah girang menghitung uang upahnya.
"Ck, gue emang gak tertarik sama cewek. Dan Rebecca bukan tipe gue. Gue ke sini cuma mau mastiin aja, seseorang yang mencoba gue tolong itu punya hati seorang Malaikat ataukah hanya salah satu Iblis yang perlu gue hindari." jawab Prince sembari menatap tajam ke arah Rebecca. "Kalo gak ada hal yang mau lo omongin, mending gue cabut dari sini." Prince baru saja membuka pintu mobilnya, berniat untuk pergi dari pesta jalanan yang tengah Brian selenggarakan itu. Namun satu tangan Brian berhasil menahan tubuh Prince agar tidak dapat masuk ke dalam kendaraan roda empatnya tersebut.
"Eh, lo jangan sok cool, deh! Punya wajah cakep, berduit tapi songong sama temen di Kampus. Itu bikin lo jadi banyak musuh!" ungkap Brian menoyor kepala Prince.
"Punya wajah cakep dan berduit. Itu mungkin udah takdir yang gak bisa diubah. Tapi memilah-milih orang mana yang pantas gue jadiin temen atau musuh, itu hak gue. Bukan berarti gue songong."
Brian Angkasa adalah Mahasiswa populer di sebuah kampus ternama. Selain statusnya yang merupakan seorang anak Walikota, nama Brian tersohor juga karena kecerdikannya dalam merekrut orang untuk masuk ke dalam gengnya. Si Genius, Si Tampan, Si Tajir Melintir, Si Atlet dan Si Pembalap. Beberapa orang yang memiliki bakat briliant ia rekrut untuk menjadi teman. Dan saat Prince datang menjadi salah satu teman kuliahnya, hanya Prince-lah satu-satunya orang yang menolak untuk bergabung dengan gengnya. Mungkin hal itulah yang menyebabkan Prince terus menerus dicecar bahkan diganggu hidupnya oleh Brian CS. Brian tidak terima ajakannya ditolak mentah-mentah oleh Prince yang nampak tak memiliki minat untuk semakin melambungkan namanya di kancah perkampusan bersama gengnya tersebut.
"Gue bakal ngelepasin lo, asal lo mau adu balap sama gue."
"Sorry, gue lagi gak mood balapan."
"Ah ..., gimana kalo gue kasih hadiah dalam balapan ini? Lo mau uang berapa M? Atau lo mau Rebecca jadi taruhannya? Kalo lo menang dalam balapan ini, lo boleh ambil tuh cewek seksi. Dan terserah lo mau apain dia nantinya. Toh, Rebecca pasti bakal seneng banget ngelayanin lo nantinya."
Prince membuang napasnya pelan. Melepas paksa tangan Brian yang semula berada di antara pintu mobilnya, kemudian segera menaiki Lamborghini merah miliknya itu. "Gue gak tertarik."
Untuk yang kesekian kalinya, ucapan Prince yang secara tegas menolak tawarannya tersebut membuat Brian meradang. Tak ingin kehilangan kesempatannya untuk melihat seberapa pandai keahlian Prince di jalanan, Brian kembali membuka suaranya. "Semua tawaran bagus gue, lo tolak. Oke, no problem. Tapi jangan salahin gue kalo gue bakal nyuruh orang nyari tentang latar belakang lo. Dan jangan salahin gue kalo nantinya, seisi kampus bakalan tahu kalo lo itu anak siapa." gertak Brian, berhasil menghentikan kegiatan Prince yang hendak menghidupkan mesin mobilnya.
"Oke. Hanya satu putaran. Setelah itu, lo berhenti nyari tahu apapun tentang gue." sahut Prince yang akhirnya bersedia juga menuruti kemauan Brian.
Anak Walikota itu tersenyum miring, lalu berujar, "Deal!"
Balapan liar pun tak dapat terelakan lagi. Brian dan Prince yang sama-sama menyukai berkendara dalam kecepatan penuh, kini sudah berada di balik kemudi. Suara deruman mesin menggema kala seorang gadis seksi melangkah ke tengah jalan untuk memberikan aba-aba. Riuh gaduh suara para muda-mudi yang menonton ajang balapan itu kian ramai saat Rebecca mengangkat tinggi sebuah bendera motif catur ke udara; yang menandakan bahwa balapan mobil itu telah resmi dimulai.
Brian selaku tuan rumah yang mengadakan pertandingan tersebut, meluncur cepat mendahului Prince dan Lamborgini merahnya yang mengekor di belakang. Jalanan gelap nan lengang yang mereka lalui berubah menjadi terang dan ramai oleh suara mesin mobil sport yang kini tengah saling susul-menyusul. Ketika Prince berhasil menipiskan jarak, Brian yang tak mau kalah sempat menyerempet bagian belakang mobil sport lawannya tersebut, membuat Prince sempat kehilangan kendali, dan arah kemudinya jadi tak menentu. Beruntung Prince segera mendapatkan fokusnya kembali sebelum mobil yang ia kendarai menabrak pembatas jalan. Kesal karena rupanya Brian mulai bermain curang, Prince kian kuat menginjak pedal gas yang berada di bawah kakinya.
"Oh, Shit!" Brian mengumpat kesal, kala tempatnya yang berada di posisi pertama kembali Prince rebut setelah mereka melewati sebuah tikungan tajam. Gengsinya yang terlalu tinggi untuk mengakui bakat luar biasa Prince dalam balap liar itu menciptakan ide jahat yang muncul untuk kemudian Brian aplikasikan dengan secara sengaja menabrakan diri pada bagian belakang mobil lawannya tersebut.
Melihat aksi brutal yang tengah coba Brian arahkan padanya, Prince yang semula hanya mengawasi mobil Brian lewat kaca spion pun balik melawan. Tak ingin dirinya kembali dipojokkan, Prince balas menyerempet mobil Brian yang coba mendahului mobilnya. Kala sisi mobil jaguar milik Brian berbenturan dengan dinding sebuah terowongan yang baru mereka masuki hingga menimbulkan percikan api, barulah Prince menaikan kecepatan mobilnya. Lamborghini merah milik Prince melesat jauh meninggalkan Brian dengan satu ban mobilnya yang meletus; akibat gesekan kuat yang dialaminya.
*****
Lamborghini merah milik Prince tampak berhenti di sebuah pelataran luas dengan lapang di sisi kiri dan kanannya yang dipenuhi rumput dan bunga hias. Setelah mematikan mesin mobilnya, pemuda yang memiliki darah campuran Prancis-Indonesia itu melangkah keluar dari mobilnya lantas mengayunkan tungkainya santai mengikuti susunan batako yang membentuk jalan setapak menuju sebuah bangunan besar nan mewah dengan cat berwarna putih.
Seorang pemuda lain yang tengah sibuk memainkan kesepuluh jemarinya di atas keyboard komputer di depannya menghentikan kegiatannya sebentar, kala mendengar suara pintu utama dari bungalow tempatnya tinggal dibuka oleh seseorang. Pemuda yang mewarnai rambutnya sama dengan warna lensa matanya yang biru tersebut menoleh ke arah daun pintu yang perlahan terbuka, Lalu melepas snack berbentuk stick yang sedari tadi ada di mulutnya; ketika sepasang matanya menangkap ekspresi masam dari sosok yang berjalan mendekatinya. Merasa akrab dengan hal itu, netra William pun kembali ia alihkan pada layar komputer bertepatan dengan Prince yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas sofa putih ruang tamu.
"Ada apa sama wajah lo? Kalah balapan ya?" celetuk William Andrew si pemuda keturunan Inggris yang tak pernah lepas dari komputer tersebut datar.
Bukannya menjawab, Prince yang tampak lelah itu justru mendesah panjang sebelum kemudian ia meletakan dengan asal sepatu ketz milik Sienna yang sempat ia sita di atas meja. "Kalah? Bukan Prince Archa namanya kalo gue bisa kalah dalam balapan liar abal-abal kayak gitu," sahut pemuda berambut hitam legam itu seraya menengadahkan kepalanya menatap atap plafon.
"Terus?" Meski dari mimik wajahnya pemuda yang akrab disapa Liam tersebut tampak tak memiliki ketertarikan dengan jawaban temannya itu, namun untuk berbasa-basi, rasa-rasanya Liam harus menelisik lebih jauh. Lagipula, Liam juga sudah terlanjur penasaran akan sejarah di balik sepatu yang Prince bawa hanya sebelah itu. "Kenapa cuma satu? Mana pasangannya?"
Sadar pertanyaan dari Liam itu ditujukan pada sepatu ketz merah yang dibawanya, Prince mengubah posisi duduknya menjadi tegak. Meraih sepatu usang di atas meja itu lantas menatapnya dengan air muka yang penuh amarah. "Gara-gara pemilik sepatu usang ini nih, mood gue jadi makin kacau!" letupnya yang kemudian melempar keras sepatu ketz tersebut ke arah tembok.