Hari ini adalah hari kepindahan mereka ke rumah baru. Seperti yang dikatakan Rayhan minggu lalu, jika hari ini rumah baru yang dipersiapkan Rayhan sejak satu tahun lamanya, sudah siap dipakai oleh pemiliknya. Dan saat ini, yang mengurus adalah Nara seorang diri. Rayhan akan pulang setelah jam makan siang nanti, dan memilih untuk bekerja setengah hari. Padahal, Nara bisa melakukannya sendirian, tanpa perlu mengganggu pekerjaan sang suami.
Kepindahan mereka berdua ini sudah terlihat seperti akan pergi keluar kota. Ibu mertuanya nampak sangat sedih saat melihat banyak laki-laki yang menaikkan barang-barang milik Rayhan dan Nara ke atas mobil yang disewa oleh Rayhan. Nara juga jadi tidak tega meninggalkan kedua mertuanya. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti ucapan suaminya.
Ketiga orang di sana langsung teralihkan pandangannya saat mendengar suara mobil lain memasuki pelataran rumah. Iya, itu adalah Rayhan yang sudah pulang dari kantornya. Laki-laki itu turun dengan keadaan kemeja yang sudah terbuka tiga kancing, serta lengan kemeja yang sudah digulung sebatas siku. Berdiri tepat disebelah Nara, memperhatikan barang-barang yang diangkut.
Ketika paras rupawan sang suami tengah sibuk melihat orang-orang didepannya, Nara yang tepat berada di samping kanannya hanya bisa menelan ludahnya kesusahan, terdiam dan berkecamuk dengan pemikirannya sendiri. Tangannya hanya bisa bergerak dikedua sisi tubuhnya. Rasanya masih belum berani mengajak suaminya berbicara lebih dulu. Perubahan sikap Rayhan yang semakin dingin, membuat Nara merasa jika ada kesalahan yang ia perbuat. Sayangnya, hingga saat ini Nara masih belum tahu, kesalahan apa itu.
Dalam benaknya, dihari kepindahan ini, seharusnya mereka tidak membawa permasalahan apapun ke rumah baru mereka. Karena itu, Nara mencoba untuk memegang lengan sang suami guna melayani keinginan suaminya saat ini. Hanya saja, saat jari telunjuknya baru saja mengenai kemeja Rayhan, laki-laki bertubuh kekar itu langsung pergi ke dalam rumah. Nara sampai menghela nafasnya dan mengulum bibir. Hari ini gagal lagi.
Kakinya berjalan menuju dalam rumah, dan memperhatikan arah Rayhan berjalan, berharap jika sang suami menuju kamar mereka. Sayangnya, Rayhan malah berada di ruang tamu dengan ayahnya. Tidak mungkin jika dia akan berbicara didepan orang tua. Akhirnya, Nara memilih untuk masuk ke dalam kamar guna merapikan pakaiannya dan juga Rayhan ke dalam koper.
Di dalam kamarnya, Nara hanya memasang wajah tidak bersemangat saat mengambil dua koper. Dia membuka resleting koper itu sebelum berjalan ke lemari. Dengan wajah yang masih tertekuk, tangan kirinya ingin meraih pembuka pintu lemari, namun tak jadi karena Rayhan lewat dihadapannya begitu saja. Tidak tahu kapan suaminya masuk, yang jelas Nara terkejut dengan kejadian Rayhan secara tiba-tiba ini.
Menggunakan ekor matanya, Nara memperhatikan suaminya yang melepas kemejanya, menyisakan kaus putih didalamnya. Tanpa suara sedikitpun, Rayhan langsung mengambil pakaiannya sendiri dan bergerak menuju kamar mandi. Nara terlihat seperti seorang istri yang menyedihkan saja.
"Tidak bisa. Aku harus menyelesaikannya," gumamnya.
Karena suaminya masih berada di dalam kamar mandi, Nara bergerak cepat untuk memasukkan pakaian ke dalam koper. Tak lupa, semua kebutuhan yang Rayhan perlukan juga ia masukkan ke dalam koper suaminya itu. Kedua matanya memindai sekali lagi ke seluruh ruangan kamar, barangkali ada sesuatu yang terlewatkan. Namun, saat dia merasa sudah selesai merapikan semua, Nara langsung bergerak ke depan kamar mandi. Bersandar pada dinding sebelah pintu kamar mandi, dengan kedua tangan yang terlipat rapi didepan dada.
Setelah hampir sepuluh menit lamanya, akhirnya dia mendengar pintu kamar mandi yang akan terbuka. Saat itu juga, Nara langsung mengulurkan tangan kanannya untuk menghalang langkah sang suami. Sempat terkejut juga saat tangannya merasakan sesuatu ketika menyentuh perut Rayhan. Sesuatu yang umum didapatkan oleh laki-laki yang rajin berolahraga.
"Jangan bergerak," cegahnya.
Rayhan yang sedang mengeringkan rambut, seketika terdiam melihat istrinya. Handuk itu dia kalungkan dan berdiri seperti yang diinginkan Nara.
Saat ini, Nara malah kebingungan saat Rayhan sudah terdiam. Dia hampir saja lupa dengan kalimat yang sudah dipersiapkan tadi. Nara memutar tubuhnya dan berdiri tepat dihadapan Rayhan. Mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan kedua manik hitam milik sang suami.
"Mas, apa aku berbuat salah? Sejak hari itu hingga saat ini, Mas Ray masih sedikit berbicara denganku," Nara menelan ludahnya dan bersiap untuk melanjutkan kalimatnya. "Dan juga, Mas Ray tidak mau dibawakan bekal lagi. Memangnya, aku ini melakukan kesalahan apa?"
Rayhan menatap wajah Nara beberapa saat sebelum menoleh ke arah ranjang, mendapati ponsel Nara yang bergetar. "Ponselmu berbunyi," katanya dengan suara kelewat lembut.
Nara ikut melihat ke arah ranjang, dia berdecak karena lagi-lagi dihadapkan dengan kegagalan. Pun Nara berjalan menuju ponselnya guna menerima panggilan dari temannya. Sedangkan Rayhan, dia berjalan ke arah cermin untuk merapikan diri. Dia juga melihat ke seluruh kamarnya ini, jika semua sudah diselesaikan oleh Nara. Melihat Nara masih menerima panggilan temannya, Rayhan langsung bergerak mengambil koper dan tas lainnya yang akan dia masukkan ke dalam mobil.
Sebelum benar-benar menghilang dari kamarnya, dia mengetuk pelan pintu kamar guna memanggil Nara. "Jangan terlalu lama, sebentar lagi kita berangkat," ucap Rayhan dengan lirih.
Nara menjawabnya dengan dua anggukan kecil, dia tetap memperhatikan ke arah pintu, kendati Rayhan sudah pergi dari sana. Dan detik itu juga, Nara menjadi tidak fokus dengan panggilannya bersama temannya. Lantas dia menyudahi panggilan diantara dirinya dan juga temannya. Nara bergegas keluar kamar untuk menghampiri Rayhan.
Suami dan mertuanya sudah berada di halaman depan. Nara dengan cepat menghampiri mereka bertiga. Rayhan yang sudah melihatnya langsung masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Orang tuanya pun juga tidak akan curiga dengan sesuatu yang terjadi diantara Nara dan juga putranya, lantaran sikap Rayhan yang selalu begitu sejak dulu.
"Ibu, ayah, kami pamit," ucap Nara seraya berjalan menuju mobil.
Dua orang tua itu juga mengikuti hingga berada di sisi kiri mobil. Dari dalam, Rayhan sudah menurunkan kaca mobil, agar kedua orang tuanya Nara juga bisa melihat ayah dan ibunya sebelum meninggalkan rumah ini.
"Han, apa kau membawa semua barangmu?" tanya sang ibu.
"Tidak, bu. Semua itu hanya yang aku butuhkan. Sisanya aku biarkan disana," jawab Rayhan.
Disaat mereka berempat saling terdiam untuk beberapa saat, Nara tersenyum dan membuka suaranya untuk berpamitan terakhir kali pada ayah dan ibunda Rayhan. "Ibu, ayah, sampai jumpa lagi," katanya bersamaan dengan mobil yang sudah melaju.
Nara masih melihat ke arah spion, walaupun ia sebentar tinggal disana, dia sudah mulai merasa nyaman. Dan sebentar lagi, Nara harus beradaptasi kembali pada lingkungan barunya.