Sejak tadi tak ada seorangpun yang membuka pintu gerbang rumah berwarna putih ini. Padahal, wanita paruh baya ini sudah menekan bel puluhan kali, sampai mengubungi pemilik rumah pun tak ada yang menjawab panggilannya. Sudah tiga puluh menit dirinya berdiri sembari melihat lampu teras yang masih menyala. Mustahil jika pemilik rumah ini sedang pergi tanpa mengamankan mobil mereka yang dapat terlihat jelas dari jalanan depan rumah. Yang jelas, belum ada penghuni yang bangun dari tidurnya.
Terdiam beberapa menit sembari menghubungi lagi, wanita ini membunyikan gerbang itu dengan sedikit lebih keras. Selang beberapa menit, akhirnya seorang laki-laki dengan wajah setengah tertidur dan penampilan yang berantakan berjalan menuju gerbang sembari mengucek matanya. Wanita itu bersiap untuk masuk dan membawa semua barang bawaannya.
"Aduh, kalian ini tidur jam berapa memangnya? Sudah jam setengah sembilan," kata ibunda Nara saat berjalan melewati Rayhan.
Detik itu juga kedua bola mata Rayhan terbuka lebar setelah menyadari suara wanita itu. Agak kebingungan, tapi ia bersikap tenang seperti biasanya. Dengan segera ia menghampiri ibu mertuanya setelah menutup gerbang. Laki-laki itu sedikit bertanya-tanya, pasalnya ia belum pernah memberikan alamat rumah ini pada kedua orang tuanya maupun orang tua istrinya.
Niat awal Rayhan ingin mempersilakan ibu mertuanya itu untuk duduk di sofa ruang tamu, hanya saja setelah melihat ruang tamu yang berantakan, Rayhan tersentak dalam ketenangan. Sesuatu terjadi kemarin yang membuat ruang tamunya berantakan seperti ini. Apalagi saat Rayhan mencoba untuk memperhatikan wajah ibunda Nara yang sama sekali tidak mengedipkan kedua matanya. Kedua bola mata mertuanya itu bergerak mengamati seluruh ruang tamu yang berantakan ini.
Wanita itu menaruh semua barang bawaannya sebelum duduk di sofa yang berukuran paling besar diantara sofa lainnya. Karpet berwarna abu-abu yang berada di bawah meja juga sudah terlipat tidak jelas, bantal-bantal sofa berjatuhan di lantai. Kaus berwarna putih juga tergeletak begitu saja pada sandaran sofa empuk ini. Entahlah, ibunda Nara juga tidak tahu ingin berbicara apa, namun setelah melihat putrinya keluar dari kamar dengan langkah yang terbata, dan tangannya yang merasakan adanya pakaian dalam pada sela sofa, wanita itu menarik tipis kedua sudut bibirnya. Iya, ia rasa tahu apa yang terjadi pada mereka berdua.
"Mama?" Nara terkejut saat melihat ibunya berada di ruang tamu. "Kenapa Mama datang tidak menghubungi dulu?" tanyanya.
Nara ingin berjalan menghampiri sang ibu, namun langkahnya semakin tidak lancar saat merasakan pusat tubuhnya yang masih terasa sakit. Bahkan, dia sampai merintih kesakitan, yang mana membuat Rayhan bergerak cepat menuju istrinya untuk membantu Nara berjalan. Dia sampai memegang erat lengan suaminya saat berjalan menuju sofa.
"Hey, Mama ini adalah mama kalian, kenapa harus memberitahu saat ingin berkunjung ke rumah anaknya," jawabnya dengan kekehan kecil.
Rayhan dan Nara saling melihat beberapa saat, dan saat Nara berpaling, ia terkejut melihat ada pakaian Rayhan dan pakaian dalam miliknya berada di dekat sang ibu. Dirinya langsung mencengkeram kuat lengan sang suami yang berada di belakang tubuhnya. Nara menelan ludahnya kesusahan, lantaran merasa bingung dengan apa yang harus ia lakukan.
Sedangkan Rayhan, ia yang merasakan sakitnya cengkeraman sang istri, hanya bisa menahannya dan mengerti apa yang membuat istrinya melakukan ini. Akan tetapi, manik Rayhan langsung terarah pada barang bawaan ibu mertuanya. Ia lihat dari kejauhan, itu berisi beberapa jenis makanan di dalam kotak bekal. Lantas ia berdiri dan berniat membawa semua barang itu menuju dapur.
"Ma, Mama membawakan apa untuk kami?" tanya Rayhan mengalihkan perhatian ibunda Nara.
Disaat suami dan juga ibu berjalan menuju dapur guna membuka beberapa kotak berisikan lauk-pauk dan makanan lainnya. Nara buru-buru mengambil semua barang bukti yang bisa membuat ibunya memasang wajah curiga. Bukannya Nara tidak ingin ibunya tahu jika dia telah melakukannya dengan Rayhan, Nara hanya meras malu untuk membahasnya—kendati itu ibunya sendiri.
Di dapur, Rayhan mengambilkan beberapa piring dan diberikan pada ibu mertuanya. Ia juga membantu menyiapkan semua lauk-pauk itu untuk sarapan mereka. Ah, dia tidak tahu apakah ibu mertuanya ini sudah sarapan atau belum. Ia menahan pertanyaan itu sampai ibu mertuanya menyelesaikan semuanya.
"Mama belum sarapan juga, 'kan? Kita sarapan bersama, nanti akan Rayhan panggilkan Nara," ajak Rayhan.
Tak mendapat jawaban apapun dari wanita paruh baya itu. Dan saat Rayhan membawa semua piring berisikan lauk-pauk ke atas meja makan, langkahnya terhenti saat suara ibunda Nara merangsek ke rungunya. Itu adalah pertanyaan yang membuat Rayhan harus menelan ludahnya kesusahan.
"Kalian sudah melakukannya, 'kan?"
Laki-laki itu mendesis dengan tangan kanan yang menggaruk kepala belakangnya. Ia berusaha menyimpan senyumannya, hanya saja tidak bisa, lantaran mertuanya ini juga sengaja memasang senyuman menggodanya. Pun akhirnya Rayhan mengangguk beberapa kali untuk menjawab pertanyaan itu.
Ibunda Nara berjalan mendekati Rayhan dan memegang lengan atas milik menantunya itu. Ia tersenyum lembut, ada sesuatu dibalik senyuman wanita paruh baya itu, yang membuat Rayhan sedikit gugup menunggu kalimat yang keluar dari bibir ibu mertuanya.
"Datangi dia, dan ajak untuk mandi bersama. Buatlah dirimu lebih dekat dan nyaman dengannya," titah sang ibu.
Yang tadinya Rayhan sedikit menunduk, ia langsung menegakkan kepalanya dengan wajah yang mendadak berubah segar. Ada senyuman kecil diwajahnya. "Tapi, bagaimana dengan Mama? Tidak mungkin Rayhan meninggalkan Mama sendirian," katanya yang merasa tidak enak meninggalkan ibu mertuanya seorang diri.
"Mama tidak apa-apa," dirinya berjalan guna merapikan lauk-pauk di meja makan ini. "Mama bisa menunggu sembari merapikan rumah kalian. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan Mama," tambahnya.
Bola mata Rayhan sempat bergerak acak, dan detik berikutnya dia tersenyum lebar dan berlari menuju kamarnya guna mengajak Nara untuk mandi bersama seperti yang dikatakan oleh ibu mertuanya.
Ibunda Nara hanya tertawa kecil melihat menantunya yang sangat bersemangat untuk mendapati kesenangannya lagi. Ya, dirinya sengaja karena kedatangannya ini membuat suasana canggung diantara mereka bertiga. Ibunda Nara hanya ingin membuat Rayhan dan Nara merasa santai dan nyaman, meskipun harus membahas hal seperti itu. Apalagi mereka adalah pasangan pengantin baru, menurut dirinya yang sudah berpengalaman, seharusnya Nara dan Rayhan sering melakukannya. Disamping membuat keduanya semakin erat, semakin cepat juga membuat dirinya mendapatkan cucu pertama.
Aduh, membayangkan mereka saja membuat ibunda Nara tidak bisa mengontrol senyum kebahagiaannya. Rasanya senang sekali mendapat menantu seperti Rayhan. Mungkin, beberapa hari lagi dirinya akan memberitahu pada orang tua Rayhan tentang anak-anak mereka yang memiliki kemajuan—sebenarnya memang mereka sering berhubungan untuk membicarakan Nara dan Rayhan.
"Dasar anak muda," gumamnya sembari menutup makanan menggunakan tudung saji.