Satu ekor kucing yang kabur dari rumahnya menjadikan pemilik pening mencarinya. Sudah dua putaran kakinya keliling komplek, tetapi masih belum ada keberadaannya. Dia bingung sekaligus khawatir jika kucing kesayangannya justru di ambil orang.
"Komplek elit begini apa mungkin ada maling?" gumamman mulai terdengar resah, dia menghela napas halus masih menatap sekelilingnya.
Bulu putih dan tubuhnya yang berisi tidak pernah sekali pun berkeliaran di luar rumah, apalagi saat ini keluar tanpa sepengetahuannya. Bagaimana tidak berprasangka jika sudah kejadian?
"Gue cari kemana lagi ini."
Hari sudah mulai sore, terlihat sekali matahari yang indah di hari itu. Kedua kakinya mulai di gerakan lagi walau pelipis sudah di banjiri keringat tidak menjadikannya lelah dan pasrah menemukan kucingnya.
"Lah." dia melihat ada satu kucing yang sedang di elus oleh sosok lelaki yang berada tidak jauh di hadapannya saat ini. "Itu kan kucing gue. Bener – bener ga bisa di biarin." dia mendekati dan langsung merebut paksa kucing itu dari kedua lengan orang tidak di kenalnya.
"Heh, heh. Lo apaan, sih? Itu kucing gue!"
"Eh, ini kucing gue! Lo maling, ya?"
Orang yang di tuduh melebarkan kedua mata. "Enak aja lo! Nuduh gue tanpa bukti lagi."
"Tadi buktinya lo elus – elus kucing gue, udah jelas lo mau lakuin sesuatu ama kucing gue!" hardiknya tersulut emosi.
Lelaki itu mencoba kembali merebut kucing tadi. "Udah jelas ini kucing gue kali!"
"Kucing gue!"
Mereka berdua mulai saling menarik kucing yang sudah merasa pening di buatnya hingga kucing itu mengeong keras dan mencakar salah satu lengan dari mereka.
"Noh, rasain! Lo cewek ngeselin amat lagian."
Dia meringis pelan sambil menatap lelaki itu dengan sorot tajam. "Itu kucing gue! Cek aja di kaki kanannya ada gelang nama … pussy."
Cowok itu menautkan alis sambil mendecak kesal. "Eh, ini kucing gue lo ngeyel banget pake ngaku – ngaku."
Dia menghela napas panjang. "Lo cek aja dulu. Lagian cowok punya kucing juga?"
"Eh, lo pikir cowok di larang punya kucing? Bebas kali mau pelihara apaan, terserah gue lah."
Cewek itu mendelik. "Nanya gitu doang nyolot amat lo."
"Bentar gue cek."
Sebelum cowok itu memastikan dan memeriksa kucing yang ada di lengannya, dia memiringkan kepalanya ke kiri melihat ada sesuatu yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka berdua.
"Yang di belakang lo apaan?"
Cowok itu melirik sekilas namun kepalanya kembali menolehkan ke belakangnya dengan kedua mata yang melotot lebar.
"Kucing lo, kan? Tandanya emang lo niat maling kucing gue!" dia mengambil kucingnya dari lengan lelaki itu sebelum mencecarnya lagi. "Makannya jadi cowok jangan maen nyambar aja! Sampe salah dan lupa ama perliharaan sendiri, apalagi ngakuin kucing gue sampe keukeuh tadi. Cowok ga tahu malu lo!"
=========
"Gio." panggilan dari luar kamar membuat sang empu mendengus kasar. Cowok itu sedang malas dan tidak ingin keluar.
"Kamu ada di dalam, kan? Sana temui, Ana."
Dengan tubuh lunglai dan malas dia berjalan untuk membuka pintu. "Gio, lagi ga mau nerima tamu, Ma. Bilangin sama dia kalau, Gio, ga mau di ganggu!"
"Dia kan pacar kamu, kalau di usir nanti yang ada maksa buat ke sini gimana? Mama, lebih tidak ijinin dia masuk ke dalam kamar kamu."
Gio mendecak sebal. "Mama, usir aja dia ga pa-pa. Gio, ikhlas ridho pokoknya."
"Mama, tidak ingin mendengar suara cempreng dia. Kamu saja sana yang temui. Mama, mau pergi ke tempat arisan, bye." Mama nya melongos pergi dengan cepat saat baru saja Gio akan mencegah untuk meminta bantuannya.
"Nasib jadi … playboy."
Gio mengusap kepala belakangnya merasa tidak ada pilihan lain, dengan paksaan dia justru menemani cewek yang sedang duduk di atas sofa.
"Ngapain ke sini tanpa gue suruh?" Gio bertanya dengan nada tidak ada semangat.
Cewek itu jelas berdiri untuk mendekati. "Aku kangen sama kamu. Kenapa ga bisa di hubungi? Aku nunggu kamu dari tadi pagi loh."
Gio memalingkan wajah. "Gue sibuk, lo mending balik lagi aja, dah. Gue mau lanjut tidur, ngantuk ini." dia mulai beralasan.
Ana memanyunkan sudut bibirnya merasa pacarnya tidak ada perhatian sama sekali. "Gio, kamu kenapa jadi berubah ketus gini, sih? Jangan bilang ada cewek lain, ya?"
"Lah, tahu gue suka mainin cewek lo kenapa mau?"
Ana terdiam. Gio sama sekali tidak mengelaknya, namun kenapa di dalam hatinya begitu sakit dan teriris? Ana merasa saat pertama mereka jadian tidak pernah ada kendala apapun dalam hubungannya.
Gio tidak ketus dan judes seperti sikap yang sekarang ini di tunjukkan.
"Kamu ada yang hasut apa gimana?"
Cowok itu menarik napas. "Udah lo pulang aja, ya. Gue pusing mau istirahat."
"Gio." Aina memegang lengan Gio cepat sebelum pergi meninggalkannya di ruang tamu. "Please, ijinin aku di sini nemenin kamu. Seenggaknya aku bisa mastiin kamu istirahat dengan baik."
Cowok itu mendecak kecil. Susah sekali menjauhkan Ana dari sampingnya jika sudah manja seperti itu. Gio menyesal juga bisa menjadikan cewek itu pacar untuk kesekian kalinya. Semakin hari tingkah dari cewek itu semakin menjadi, Gio merasa geli dan tidak sudi.
"Lo apaan, sih. Pintu keluar ada di sebelah kanan, tuh. Lo ngerti, kan? Pulang jalan sana." Gio masih berusaha mengusir.
Ana menggeleng cepat. "Engga mau, Gi. Aku maunya di sini aja sama kamu."
Gio dengan terpaksa menepis lengan Ana kasar. "Lo ga ngerti banget sama keadaan gue, ya?"
"Bukan gitu, Gi. Tapi aku beneran mau nemenin aja, engga ada maksud lain." Ana masih membela diri agar Gio dapat mengijinkannya di sana.
"Ga!"
"Gio."
Cowok itu mulai jengah kini menatap tajam. "Pergi sendiri atau perlu gue tarik?"
Melihat hanya gelengan dari Ana membuat Gio sangat terpaksa mencekal dan menarik lengan cewek itu agar bisa keluar dari rumahnya.
"Gio, lepasin!" cewek itu mulai meronta, sedangkan Gio tidak mendengarnya dan tetap mencekal sampai ke luar rumah.
"Lo pergi aja, ya. Besok juga ketemu di sekolah." kata Gio, saat Ana akan menjawab mereka berdua di kejutkan oleh suara dari rumah seberangnya.
"Eh, ada si maling kucing!"
Gio jelas merasa ucapan itu tertuju padanya. Baru saja dia akan keluar dari satu masalah, kini di hadapkan lagi dengan satu perempuan pemilik kucing yang manis yang sempat dia temukan di dekat pagar rumahnya sampai di kira bahwa dia adalah cowok yang maling kucingnya.
Padahal Gio juga kehilangan kucingnya yang pergi dari rumahnya.
"Jahat amat narik cewek, situ beneran laki bukan?"
Gio mengepalkan kedua lengannya merasa tersulut emosi. Ana yang masih berada di sana menatap keduanya bingung.
"Kalian saling kenal? Dia apa tetangga baru kamu, ya? Aku baru lihat sekarang soalnya."
"Eh, mbak. Hati – hati ama cowok macem dia. Ga modal amat, masa suka nyuri kucing penghuni komplek sini! Hahaha …"