Keheningan menyelimuti mereka. Wajah Victor terasa lebih dingin dari angin malam. Bersama Reigan dia duduk di ruang tamu rumah yang dihuni Park Sun-Hyung. Setelah mendengar cerita Victor tentang Nara, Reigan tak bisa tenang. Tetua Alban itu benar-benar tertekan oleh jati diri Nara yang sebenarnya.
Maka mereka berdua memutuskan untuk datang menanyakan secara langsung pada Nara. Tapi gadis elf itu tampaknya tak tahu apa-apa. Hal ini semakin membuat Reigan frustasi. Mereka bertiga terdiam sejenak, kalut dalam pikiran masing-masing.
"Nara, apa kau yakin tentang keluargamu?" tanya Reigan sekali lagi. Dia ingin memastikan sesuatu.
Nara mengangguk pelan. "Iya, Tuan. Saya berkata jujur. Keluarga saya berasal dari kelas bawah dan selalu menjadi pelayan para tetua."
Mata Nara yang bermanik biru terlihat sangat yakin saat mengatakan hal itu. Gadis elf itu benar-benar tak berbohong, tapi Reigan merasa ada sesuatu yang ganjil. Begitu pula dengan Victor.
"Yang saya tahu selama ini hanyalah, darah saya yang berbeda. Selama ini keluargaku telah menyembunyikan itu. Mereka sangat hati-hati dalam membesarkan saya. Setelah paham, saya juga waspada. Sebisa mungkin menghindari kegiatan yang bisa menimbulkan luka."
"Maafkan saya dan keluarga saya jika telah menyembunyikan ini dari para tetua dan penduduk Alban."
Terlihat sekali tubuh Nara bergetar. Dia tak berani menatap mata dua orang di hadapannya. Sejak pertama kali Reigan bertanya gadis elf itu langsung tertekan dan hanya tertunduk.
Tiba-tiba Victor terkekeh. Membuat Nara dan Reigan tersentak.
"Ini sangat menarik! Hua-hahaha …."
Sontak Reigan melirik Victor dengan aura yang sangat menakutkan. Vampir barbar itu langsung terlihat kikuk dan pura-pura tak peduli.
Pandangan Reigan kembali pada Nara.
"Ini hanya perkiraanku saja, Nara." Ucapan Reigan yang terdengar sangat serius membuat gadis elf itu mengangkat wajahnya. Dia penasaran, begitu pula dengan Victor yang diam-diam menyimak.
"Kau memang terlahir dari elf kelas bawah. Rambutmu yang berwarna merah membuktikan itu. Kamu sendiri pasti sudah tahu tentang garis keturunan elf itu seperti apa. Semakin terang rambut kita, maka garis keturunan kita semakin murni. Tapi dalam kasusmu ini berbeda. Kau memiliki ciri fisik dari garis keturunan elf yang jauh dari kata murni, tapi darahmu adalah sebuah bukti bahwa kau adalah keturunan para pendahulu."
Reigan berhenti sesaat untuk melihat respon Nara sambil meminum tehnya.
"Darah birumu itu sangat berharga, karena besar kemungkinan kamu akan melahirkan anak yang akan mewarisi kemurnianmu."
"Ta-tapi … kenapa keluarga saya tak memiliki darah itu?"
Reigan menghela nafas. "Aku juga sedikit bingung, tapi yang pasti kau bukanlah elf biasa, Nara. Besok pergilah, temui keluargamu. Suruh mereka menemuiku. Aku akan memastikannya sendiri."
"Ba-baik, Tuan Reigan. Keluargaku sangat menghormatimu, pasti mereka akan merasa senang."
Mendengar itu Reigan langsung bangkit berdiri, begitu pula dengan Victor. Mereka tersenyum dan berpamitan dengan sopan. Nara hanya mampu tersenyum kaku dan membungkuk memberikan hormat.
—
Semakin malam, udara semakin terasa dingin. Di atas atap rumah Park Sun-Hyung, Nevar berdiri menyapukan pandangan ke sekitar. Memastikan tak ada yang mencurigakan. Tubuhnya hampir membeku, tapi dia masih saja melakukan tugasnya.
Tiba-tiba Nevar menghilang dan kembali muncul di bagian depan rumah. Di sana beberapa bawahannya tengah menikmati cemilan dan minuman hangat. Mereka terlihat begitu menikmati suasana malam.
Begitu melihat Nevar, mereka langsung berdiri memberikan sikap hormat.
"Kalian boleh makan, tapi jangan sampai meremehkan tugas ini. Mengerti?!"
"Siap, Tuan!"
"Ambil posisi penjagaan. Kita akan bergilir setiap tiga jam sekali. Aku akan ke atas atap lagi."
"Siap, Tuan!"
Melihat satu persatu bawahannya mulai pergi, Nevar menghela nafas. Di hadapannya tersisa empat orang yang bersiap untuk tidur. Mereka akan bergilir setiap tiga jam sekali. Ini sudah mereka lakukan selama sepuluh hari lebih. Beberapa sudah merasa kelelahan, begitu pula dengan Nevar sendiri. Dia tampak seperti kurang tidur.
Nevar membuat segelas teh panas lalu melompat ke atas atap lagi. Dia terduduk menatap langit dengan kedua tangan menggenggam cangkir tembikar. Udara dingin menerpa wajahnya, seperti sebuah tanda.
Tiba-tiba dia merasakan sesuatu. Sebuah hawa kehadiran yang sangat samar dan terasa jauh.
Disisi lain, jauh dari rumah Park Sun-Hyung. Seseorang dengan pakaian serba hitam tengah berdiri menatap lurus ke satu titik. Wajah sosok misterius itu ditutupi lilitan kain hitam dan hanya menampilkan sepasang matanya. Dengan tatapan tajam dia terus memperhatikan pada satu titik di mana itu adalah rumah Park Sun-Hyung.
Tepat saat Nevar memalingkan wajahnya, sosok misterius dengan jarak sangat jauh itu tiba-tiba menghilang. Nevar menghela nafas, dia merasa seperti sedang mengalami halusinasi.
"Mungkin hanya perasaanku saja."
—
Dengan tubuh yang sudah terasa lelah, Gael masih berjalan santai menyusuri jalan setapak menuju Alban. Di tangan kanannya dia menggenggam seutas tali tebal yang terikat pada leher seekor rusa. Gael menyeretnya sepanjang jalan pulang. Tak banyak yang dia temui di area sekitar Alban. Dia hanya bertemu beberapa kawanan rusa dan serigala liar. Berburu memang sudah menjadi hobinya. Pulang selarut ini pun tak masalah, lagipula dia juga berencana menyapa Nevar yang sedang berjaga di area rumah Park Sun-Hyung.
Sudah beberapa kali Gael melakukan ini. Berburu dan pulang larut, lalu menyapa Nevar –atau lebih tepatnya agar dia bisa menikmati daging panggang.
Tiba-tiba Gael berhenti. Dia merasakan sesuatu, sebuah hawa kehadiran yang sangat samar.
Di atas sana bulan dengan cahaya peraknya mulai terselimuti awan hitam. Udara di sekitar Gael pun terasa semakin dingin.
"Cih!" decak Gael kesal.
Dia merapal mantra, membuat matanya memancarkan cahaya keemasan. Tak ada yang bisa bersembunyi jika Gael telah mengaktifkan sihir matanya. Dia bisa melihat apapun yang memiliki roh dan energi kehidupan. Tapi kali ini dia tak menemukan sesuatu yang tadi sempat dia rasakan.
Aura gelap dan hawa membunuh yang sangat kuat. Gael yakin itu adalah hawa kehadiran dari elf yang pernah dia kejar. Tak sedikitpun dia melupakan kejadian memalukan itu. Bukan tanpa alasan, Gael cukup kesal telah dipermainkan dengan kecepatan yang dimiliki oleh sosok elf misterius itu.
Tapi rasanya jika dia benar-benar keluar dan menunjukkan diri di hadapan Gael. Pasti sudah kurang kerjaan, karena Gael sendiri tahu pasti perbandingan kekuatannya dengan sosok itu. Memang kalah dalam hal kecepatan, tapi di luar aspek itu Gael lebih unggul.
Gael teringat sesuatu. Dia buru-buru mengaktifkan sihir komunikasi dengan Nevar.
"Hati-hati, aku merasakan seseorang sedang berkeliaran di sekitar Alban. Sekarang ini aku dalam perjalanan pulang. Tetaplah waspada sampai aku datang."
"Dimengerti." Suara Nevar terdengar lemah. Dia mungkin sudah dilanda kantuk yang mendalam.
Tiba-tiba tubuh Gael diselimuti aura merah. Dia mengaktifkan kemampuannya, lalu mengangkat rusa itu dipundaknya. Satu detik kemudian tubuh Gael sudah melesat cepat karena lompatannya yang sangat kuat.
Walaupun terkadang kesal, tapi Gael sendiri juga tak akan membiarkan Park Sun-Hyung dalam bahaya lagi.
***