Semua serangan yang dilakukan oleh Nevar tak bisa melukai Victor sedikitpun. Memang hal yang wajar, karena Victor sendiri adalah vampir dalam tingkatan yang berbeda. Dia telah hidup selama berabad-abad, bahkan jauh sebelum para elf menghuni Hutan Nuv.
Seperti ras elf, ras vampir pun bisa dikatakan hampir punah. Sudah banyak sekali dari mereka yang mati oleh perburuan yang dilakukan para manusia dari beberapa kerajaan di luar sana. Sedikit tragis memang, tapi semua itu adalah kenyataan.
Bagi Victor yang menyandang gelar vampir tertua dan terkuat, tak membuatnya bertindak gegabah. Dia sudah muak dengan konflik yang diciptakan para manusia. Sederhananya saat ini dia lebih senang mencari hiburan. Tapi tampaknya dia juga sudah keterlaluan. Rasa haus akan darah yang ditahan selama beberapa tahun tiba-tiba saja muncul tak terkendali.
Darah manusia yang dia cium sangatlah berbeda. Memiliki aroma khas tersendiri, sungguh sesuatu yang sangat berharga.
"Sudahlah ā¦"
Perlawanan dari Nevar yang tak berarti apa-apa membuat Victor bosan. Dia menghentikan pergerakan Nevar dengan satu cengkraman kuat yang sangat tepat. Seakan dia bisa membaca pergerakan cepat Nevar dengan mudah.
Leher Nevar kini telah tercekik oleh tangan dingin Victor. Wajah Nevar memerah, dia sama sekali tak bisa bernafas. Jika tak cepat melepaskan diri, maka sudah tamat riwayatnya.
Tiba-tiba tubuh Victor dilempari dengan kue dari arah samping. Tentu saja itu adalah ulah Park Sun-Hyung. Entah mendapat keberanian dari mana, tapi sekarang ini dirinya terlihat sangat serius.
"Woi kau!" Teriakan Park Sun-Hyung langsung membuat Victor seperti terhasut.
Sekuat tenaga Nevar mencoba menggerakkan lehernya untuk menoleh ke arah Park Sun-Hyung. Bibirnya bergerak tanpa suara, seperti mengatakan 'lari'.
"Namamu traktor atau apa, hah?! Menyebalkan sekali kau ini."
Entah iblis apa yang telah merasuki Park Sun-Hyung. Dia benar-benar terlihat keren, tapi tetap saja kakinya masih gemetar.
"Hahaha ā¦ ternyata boleh juga nyalimu. Aku jadi tak sabar untuk mencicipi darahmu."
Belum ada satu detik setelah berucap, tapi Victor sudah melempar tubuh Nevar dengan kekuatan penuh. Park Sun-Hyung hampir saja berlari mengejar Nevar, tapi arah langkahnya langsung dihadang oleh Victor.
Sangat menyebalkan. Melihat Nevar dihempaskan begitu saja membuat Park Sun-Hyung naik darah. Emosinya membara, membakar seluruh ketakutan yang ada. Melupakan isyarat dari Nevar. Park Sun-Hyung memilih mati jika itu akan membawa kedamaian, karena yang membuat Victor datang ke Alban adalah dirinya. Secara tak langsung Park Sun-Hyung merasa bertanggung jawab atas ini semua.
Rasa bersalah di hatinya cukup besar sekarang. Apapun yang akan terjadi dia tak akan mundur lagi. Dia juga sudah cukup muak dipermainkan oleh kematian. Jika Victor bisa membantunya menemukan kematian, maka dia akan bersyukur. Seluruh penderitaannya selama ini akan segera berakhir.
Tapi bukankah sama saja dengan menyerah? Tidak. Ini lebih tepat disebut pengorbanan yang terhormat. Park Sun-Hyung yakin akan hal itu, dia tak ragu.
Victor hanya butuh seperlima detik untuk muncul di hadapan Park Sun-Hyung. Aura kegelapan mulai menyentuh tubuhnya. Dia membeku di tempat, nafasnya hampir terhenti karena tekanan udara mulai turun pada titik paling rendah. Park Sun-Hyung sama sekali tak berdaya. Hanya dengan menatap wajah Victor saja dia sudah merasakan sebuah kematian. Sungguh ini hal sangat mengerikan selama hidupnya.
"Penilaianku selalu benar, aroma darahmu sangat khas."
Suara Victor terdengar mencekam. Tubuh Park Sun-Hyung seperti tertusuk seribu jarum ketika mendengarnya. Keringat dingin menetes mengalir di wajahnya, dia ingin menelan ludah tapi terlalu takut untuk melakukannya. Park Sun-Hyung hanya mampu diam, mencoba bertahan dengan segala kengerian yang merasuk ke dalam jiwanya.
Disisi lain Nevar yang tadi terhempas kini mulai sadar. Tubuhnya yang berlumuran darah sulit digerakkan. Terlalu banyak luka fatal. Tapi dia tak menyerah begitu saja. Sekuat tenaga dia mencoba bangkit.
"Sial!" Dia berdecak kesal, lalu meludahkan darah.
Darah segar masih mengalir dari kepala, hidung dan bibirnya yang robek. Nevar mengatur nafasnya sesaat. Di depannya terlihat lorong bangunan-bangunan yang rusak tertembus oleh tubuhnya.
Nevar langsung bangkit berdiri ketika mengingat sosok anak konyol itu. Ini bukan waktunya untuk mengeluh karena sakit, dia harus cepat sebelum terlambat.
Tapi sayangnya dia benar-benar terlambat sekarang. Setelah berjalan sempoyongan dia mendapati sosok Victor yang sudah menusukkan tangannya pada bagian vital Park Sun-Hyung. Tepat pada jantungnya.
Mata Nevar terbelalak. Dia lemas seketika. Dari kejauhan muncul sosok Reigan yang berjalan tenang menuju arah Park Sun-Hyung dan Victor. Lalu datang lagi tiga tetua dan Gael. Mereka semua berjalan serempak dengan wajah penuh amarah.
"Ini akan jadi masalah panjang." Nevar menghela nafas. Dalam hatinya dia merasa bersalah karena telah angkuh untuk menghadapi Victor seorang diri. Tak bisa dipungkiri, jika Park Sun-Hyung memang telah berkorban demi Nevar.
Beralih pada Victor. Setelah dia menusuk jantung Park Sun-Hyung dengan tangan nya. Terlihat sosok vampir itu tengah menikmati darah segar yang menetes dari jemarinya. Begitu tahu rasa darah itu, wajahnya langsung berubah semakin mengerikan. Victor tertawa seperti iblis yang menemukan kesenangan.
"Kau terlambat, Reigan. Maaf jika dia mati begitu saja, tapi darah ini benar-benar luar biasa. Membuatku gila, seakan seluruh kekuatanku kembali pulih."
Tubuh Park Sun-Hyung yang sudah tak bernyawa dihempaskan oleh Victor dengan kasar. Nevar bertindak, dia menangkap tubuh Park Sun-Hyung dengan gerakan cepatnya.
Di baris belakang Gael sudah melepas seluruh segel kekuatannya. Tubuh prajurit terbaik di Alban itu membara sangat dahsyat. Aura yang dikeluarkan jauh berbeda saat dia mengejar elf yang menjadi umpan tadi.
"Victor ā¦" Gael dipenuhi emosi. Tempatnya berpijak mulai hancur dan terbang melayang mengikuti alur kekuatannya.
Tapi tiba-tiba Reigen merentangkan tangannya. Memberikan isyarat pada Gael yang sedang hilang akal.
"Kau bisa mati jika kepalamu terlalu panas. Victor bukanlah tandinganmu, apalagi setelah dia mendapatkan makanan."
Ucapan Reigan membungkam semua orang. Para tetua lainnya pun juga tertegun, mereka berpikir tentang seberapa besar kekuatan yang dimiliki Victor.
Nevar juga terkejut. Jika Gael, gurunya yang sudah dia anggap sangat kuat saja tak mampu, lalu seberapa besar kekuatan sejati Victor? Atau sejak tadi dia hanya bermain-main ketika melawan Nevar. Sungguh ini bukan lagi masalah berkunjung karena kebetulan mencium bau darah manusia. Mungkin ini akan menjadi kepunahan ras Elf Putih jika Victor menginginkannya.
Bukan tanpa alasan. Jika dianalisa dari tingkat kekuatan, seharusnya Gael tidak berada jauh dari Reigan. Mereka berdua sudah seperti pertahanan utama Alban. Lalu para tetua lainnya, walaupun mereka menyandang sebagai tetua, tapi sebenarnya kekuatan mereka masih di bawah Gael.
Melihat respon Reigen yang tampak sangat waspada itu memberi Nevar sebuah kesimpulan. Reigen pasti akan mencoba berdiskusi dengan Victor, menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Itulah ciri khas Reigan.
"Hei sahabatku, kenapa orang-orangmu ini sangat sensitif? Tak ada salahnya bukan berbagi sedikit denganku."
Reigan menghela nafas berat. Dia tahu ini akan sulit, tapi dia memikul tanggung jawab yang besar sekarang. Sebisa mungkin mengalah, memberikan toleransi dan berdamai.
"Maafkan kami, Tuan Victor Sin-Nestia. Dengan kerendahan hati, kami mohon, mari bicarakan ini secara baik-baik."
Tepat seperti yang dipikirkan Nevar.
"Ya ampun, Reigan. Kau ini seperti tak mengenalku saja. Kita hanya tak bertemu beberapa puluh tahun. Kenapa terlalu formal. Kita sahabat, kan?"
Seluruh noda darah yang ada di tubuh Victor mengeluarkan asap. Seperti terbakar dan hilang. Nevar menelan ludah, menahan seluruh ketakutannya.
Sedetikpun Gael tak menurunkan intensitas kekuatannya. Dia siap menyerang kapanpun jika musuh melakukan hal yang mencurigakan.
***