Park Sun-Hyung membuka matanya ketika hari sudah gelap. Dia merasa sedikit pusing ketika mencoba bangkit dari tidurnya. Cahaya dari benda yang mirip lilin di atas meja menerpa sosok Nara yang terduduk di kursi. Gadis elf itu tertidur dalam posisi duduk, wajah cantiknya terlihat sangat kelelahan.
"Ini mimpi atau aku benar-benar masih hidup?" Park Sun-Hyung mengedarkan pandangannya ke sekitar dan berhenti pada sosok Nara.
Dia tersenyum sesaat, wajah gadis elf itu benar-benar mempesona ketika tertidur.
"Tubuhku tak terluka sedikitpun. Apa benar ini adalah ulah sistem itu," gumamnya pelan.
[ Proses pemulihan Player telah selesai ]
[ Selamat, Player telah mendapatkan hadiah peti misterius ]
Tiba-tiba jendela notifikasi itu muncul lagi di depan wajah Park Sun-Hyung. Dia tersenyum kecut, perasaannya bercampur aduk, antara kesal dan senang.
[ Apakah Player ingin membuka peti misterius? ]
[ Ya/Tidak ]
Tanpa membuang waktu lagi, Park Sun-Hyung langsung menekan tombol konfirmasi. Sistem jendela notifikasi itu menampilkan animasi peti hitam yang terbuka.
[ Selamat Player mendapatkan 1000 EXP ]
[ Selamat Player mendapatkan item: Death Katana ]
[ Level Up! ]
[ Level Up! ]
[ Level Up! ]
[ Level Up! ]
[ Selamat, Player telah naik ke Level 4 ]
Hampir saja Park Sun-Hyung berteriak karena terlalu senang. Sistem yang dia miliki benar-benar seperti sebuah game MMORPG. Saat tadi di dalam dimensi hukuman, sebenarnya dia tak mengharapkan semua ini. Tapi dia justru mendapat hadiah yang cukup memuaskan. Sebersit senyum muncul, jika dia telah naik level harusnya dia juga bertambah kuat. Jika ini seperti game, harusnya sistem itu juga memberikannya poin stat untuk ditambahkan.
"Profil Player." Suara Park Sun-Hyung terdengar lirih, dia tak ingin membangunkan Nara.
Jendela sistem itu beralih ke menu profil Park Sun-Hyung.
[ Nickname : Park Sun-Hyung ]
[ Level : 4 ]
[ Exp : 0/500 ]
[ Specialist : ? ]
[ Skill : ? ]
[ Kekuatan : 6 ] +
[ Daya Hidup : 5 ] +
[ Pertahanan : 12 ] +
[ Kecerdasan : 12 ] +
[ Sisa poin yang bisa ditambahkan : 20 ]
[ Tekan tombol (+) jika Player ingin menambahkan poin ke ability yang dipilih ]
[ Catatan : Player harus mencapai Level 10 untuk membuka fitur Specialist dan Skill ]
Park Sun-Hyung terlihat bingung. Dia sudah terbiasa dengan sistem game seperti ini, tapi itu saat dia ada di dunianya. Kali ini bukanlah permainan belaka. Dia harus hati-hati untuk menambahkan poin ability, karena dirinya sendiri juga tak tahu apakah poin itu bisa direset atau tidak. Kalau dalam sistem game, pasti ada sebuah item yang dapat meresetnya.
Tiba-tiba Park Sun-Hyung teringat item katana yang dia dapat. Senjata itu secara otomatis telah masuk ke penyimpanan sistem atau bisa disebut inventory.
Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Park Sun-Hyung tersenyum. Dia menambahkan semua poin ability pada 'kekuatan'. Dalam game yang dia mainkan, Park Sun-Hyung selalu membuat karakternya sebagai 'Hitter' atau penyerang utama dengan damage tinggi. Dengan menambahkan semua poin ability pada 'kekuatan' maka sudah pasti dia akan memfokuskan dirinya menjadi seorang prajurit depan atau assasin seperti Nevar.
"Open Inventory."
Jendela sistem beralih ke menu penyimpanan. Di depan wajah Park Sun-Hyung, jendela sistem itu menampilkan ruang kosong yang begitu banyak, berbentuk persegi biru. Ada satu item yang menempati slot awal. Itu adalah katana yang tadi dia dapat.
Karena penasaran, Park Sun-Hyung menekan icon katana itu. Lalu muncul jendela informasi yang cukup rinci.
[ Death Katana ]
————————
[ Lv. 12 ]
[ Damage : 70 ]
[ Element : Dark ]
[ Death Katana adalah milik seorang Samurai legendaris yang telah bersumpah akan membalaskan dendam keluarganya ]
[ Catatan : Player bisa menggunakan perlengkapan ini ketika persyaratan Level item telah terpenuhi ]
Mata Park Sun-Hyung berbinar. Dia sudah tak sabar untuk menaikkan levelnya agar bisa menggunakan katana itu.
"Close."
Sistem jendela itu hilang, menyisakan Park Sun-Hyung yang mulai tersenyum-senyum sendiri. Dia membayangkan dirinya melakukan 'hunting' untuk menaikkan levelnya. Tapi dia juga mulai bingung tentang bagaimana caranya dia bisa naik level lagi. Apa harus masuk ke dimensi hukuman lagi? Tidak, Park Sun-Hyung tak ingin kembali ke tempat itu. Sosok dewa kematian yang menjadi Hidden Boss-nya sungguh menyebalkan. Menggunakan ultimate di saat terakhir memang mengesankan, tapi hal itu juga hampir membunuh Park Sun-Hyung.
Dengan tatapan mantap, Park Sun-Hyung mengepalkan tangan kanannya sambil menatap langit malam. Dia sudah tak sabar menantikan takdirnya di dunia ini. Apakah dia akan menjadi pahlawan seperti di komik-komik?
Tiba-tiba Park Sun-Hyung merasakan sesuatu di dekatnya. Sebuah gerakan kecil. Mata Park Sun-Hyung merespon cepat dan mendapati tubuh Nara yang akan terjatuh dari tempatnya duduk. Entah itu refleks atau apa, tapi Park Sun-Hyung bergerak cepat dan berhasil menangkap tubuh Nara.
Gadis elf itu masih tertidur, bahkan saat berada di dekapan Park Sun-Hyung. Guncangan saat tubuhnya didekap Park Sun-Hyung ternyata tak mampu membangunkannya. Benar, Nara memang cukup lelah hari ini dan mungkin bukan hanya dia saja. Semua orang yang seharian ini berada di rumah Park Sun-Hyung juga sama. Mereka telah berjuang, mencari, memberikan pengorbanan dan mencurahkan seluruh perhatian pada sosok Park Sun-Hyung yang tadi terluka parah.
Seperti halnya Reigan saat ini. Salah satu tetua Alban itu tengah termenung di ruang pribadinya, menatap tumpukan perkamen tua. Seorang Victor menemaninya di meja diskusi, vampir barbar itu terlelap dengan posisi duduk. Sangat konyol, tapi hal itu justru membuat Reigan lega. Sahabatnya itu sudah baik-baik saja dan keadaan Park Sun-Hyung juga telah pulih.
Manik mata biru yang semakin kehilangan warna sejatinya itu kini terlihat sedih. Ada sebuah kegundahan di hati Reigan. Dia merasakan firasat buruk yang cukup dalam. Masalah yang terjadi pada Park Sun-Hyung membuatnya semakin terpuruk dalam kegelisahan yang tak mendasar. Ditemani cahaya temaram dan udara malam yang dingin, Reigan mengingat masa lalunya.
"Tetaplah hidup. Suatu saat nanti akan datang seseorang yang benar-benar harus kau bimbing. Demi kami para pendahulu, tolong bersabarlah sampai waktu itu tiba."
Bayangan seorang elf pendahulu yang menjadi tetua terkuat kala itu muncul di benak Reigan seperti film hitam putih.
"Tapi saya adalah pengikut, Tuan. Jika Tuan akan tidur selamanya, maka saya juga harus mengikuti jejak, Tuan."
Ucapan Reigan kala itu cukup serius, tapi semua tetua pendahulu hanya tersenyum.
"Beberapa tahun belakang ini, kami semua para tetua memimpikan sesuatu yang sama. Mungkin ini adalah sebuah pesan dari Dewa Kehidupan untuk kita semua. Kami sudah sangat tua, tak mungkin bisa menunggu sampai waktu itu tiba. Tapi kamu berbeda, kamu adalah harapan kami. Jadi mengertilah, tabahkan hatimu Reigan."
Perlahan air mata mengalir di wajah Reigan. Sudah lama dia tak menangis tanpa suara seperti ini. Masa lalu yang dia ingat sungguh begitu pahit. Selama ini dia telah menunggu, seratus tahun lebih bertahan demi sosok yang dimimpikan oleh para tetua pendahulu.
Reigan melihat langit malam yang sungguh sunyi dan kelam, seperti dirinya. Dia tak pernah merasakan sebuah ketenangan. Penantian telah membelenggu hatinya. Mengikis suatu harapan sampai dia tak lagi ingat alasannya. Demi ketidakpastian itu Reigan bertahan.
***