Chereads / The Loser Of Love / Chapter 10 - Sosok Bapak

Chapter 10 - Sosok Bapak

"Keindahan di depan mata, adakalanya klise. Sementara sebuah fatamorgana membelenggu rindu tiada bertepi." ~ Nanda Kyra

Bagas dan Audrey tidak membantah pertanda setuju dengan awal ide perjodohan ini, tapi entah bagaimana caranya akhirnya ia sanggup menuntaskan semua permintaan pihak mempelai perempuan. Orang tua sangat berambisi dan tenar dengan resepsi pernikahan anaknya. Berbagai cara telah ditempuh, akhirnya terlaksana juga acara penuh meriah.

Sementara Audrey sendiri, ia tak punya pilihan lain selain patuh. Mama dan Papa memaksanya habis-habisan untuk mencari solusi di mana perusahaan mulai tidak menguntungkan. Awalnya mengingatkannya tentang kebaikan keluarga Bagas sampai membahas kecantikan perempuan yang pas-pasan. Dalam hal ini, kecantikan bukan jaminan perkawinan langgeng. Setidaknya kalau menikah dengan orang kaya, cantik atau ganteng akan memperbaiki keturunan bebet, bibit dan bobot, masa depan lebih cemerlang. Keluarga juga tak akan khawatir nantinya, begitu kata papa.

"Halaahh....papa tuh masih kuno. Menikah yang penting cinta. makan gak makan yang penting kumpul, papa." protes Audrey suatu hari berdebat sama papanya.

"Eihh....nak!"

"Cinta bisa diatur seiring waktu bakal mencintai pasanganmu. Kayak papa dengan mama, mana ada cinta-cintaan. Sekali cinta langsung jadi." Haha gelak tawa papa Audrey memekakkan telinga.

"Makan, tuh cinta." Orang tua diajak tanding.

"Ciak...ciaakk" Papa Audrey meloncat kegirangan seperti latah.

Tatapannya papa terlalu dingin. Secara naluriah, ia merasa kehilangan putri tunggal yang sangat dicintainya.

Tetapi setelah dipikir-pikir, ia merasa bahwa telah tepat anaknya mendapatkan sang pujaan hati tempat berlabuh dunia dan akhirat kelak.

Namun, mengapa perasaan papa tidak enak dan mondar mandir seperti ada yang ingin diungkapkan pada Audrey, hingga pandangan kosong menatap begitu dalam.

Audrey belum pernah melihat papanya gelisah seperti ini jauh sebelumnya, jadi Audrey merasa khawatir tentang kondisi papanya.

"Papa, ada apa ini? papa sakit, ya?" Papa menjawab pertanyaan anaknya dengan jujur. "Tenang, anakku. Papa baik-baik, saja."

Papa lalu, mengernyitkan alis hitamnya itu, seraya berguyon "Apakah Audrey merasa kehilangan, Papa? Andainya papa tiada, kamu udah ada pelindung, Nak!?" papa mengungkapkan perasaan dirinya yang sudah ngawur entah kemana-mana.

Setelah mengobrol dengan Audrey, Papa merasa kelelahan dan izin tidur lebih awal. Mama pun udah menguap dari tadi, segera pamitan pada tamu keluarga yang masih temu kangen antar mereka.

Cerita-cerita lama masih hangat terdengar, saat Audrey kecil sangat lincah. Banyak disukai oleh sepupu dan tante-tantenya, tapi sayang ada uang mereka baik, tak ada uang Audrey pun jadi bahan bully-an.

Detak jantung papa Audrey semakin cepat.

"Aku takut, papa bertambah sakit," keluh Audrey pada suaminya.

Papa menatap Audrey lekat-lekat, dan nadanya begitu perlahan. "Audrey, kau anakku satu-satunya, andainya bapak sakit, kau rawat dan jaga ibumu, ya, nak?"

"Papaa, jangan pernah putus asa, Audrey akan jadi anak yang berbakti, pa?!"

"Aku pasti akan memenuhi janjiku pada papa.

Aku akan menjaga papa dan mama selama sisa hidupku, pa!" bantu aku Bagas untuk mewujudkan cita-cita orang tuaku. Diiringi isakan tangis pilu, di malam pengantin keduanya penuh kesedihan dan penuh drama.

Wajah menawan Audrey itu benar-benar sangat panik, mendengar omongan papa Audrey yang melangkolis.

Bagas diam-diam bergeser sebentar, menelepon orang tuanya.

"Bu, gimana kabarmu malam, ini?"

"Sehatkah bapak dan ibu?" lanjut Bagas setelah mengetahui keduanya baik-baik saja. Adik cheryl gimana, bu? masih bandel kalau dinasehatin? Cubit aja bu, bilangin aku yang nyuruh, hehe." Bagas berseloroh karena ia tahu cheryl kebiasaannya nguping di telepon.

Setelah beberapa saat, ia tertawa dengan ibu, lantas mengakhiri obrolannya malam itu. Bagas kirim salam jewer buat Cheryl, bu?!

Setelah berhenti sejenak, Bagas pun berkata, "Baiklah, bu.... Bagas Pamit dulu!"

" Assalamualaikum...."

Setelah usai menelepon, Bagas menemui sang istri yang sedang dalam kegundahan hati. Ia sedikit menyesali kegaduhan saat acara resepsi telah membuat kesehatan jantung papanya kumat. Namun setelah diobati oleh dokter keluarga , semuanya terasa mendingan kembali.

Audrey adalah istri yang berbakti pada suami dan mama, papanya.

Anak tunggal pewaris harta kekayaan perusahaan Abim Wicaksono group. Semua itu tidak membuatnya sombong dan bergaya layaknya anak orang kaya yang glamour.

Bapaknya adalah seorang pemilik perusahaan bonavid karena itu, sudah sepantasnya Bagas memilihi istrinya adalah audrey, laksana mempersunting ratu idaman satu-satunya.

Mobil putih mutiara itu meluncur dengan kencangnya. Bagas tidak bisa fokus. Ia dan Audrey buru-buru membuka pintu mobil dan bergegas memasuki pelataran UGD.

"Suster! Ruang operasi ada di sebelah mana? Apakah pasien kecelakaan barusan udah di operasi?" tanyanya penuh kekhawatiran.

"Iya, Pak!

Pak Bagas lurus aja jangan belok-belok. Ada tertulis ruang operasi. Bapak bisa menanyakan langsung pada perawat di nurse station," tukas suster seraya tersenyum ramah.

"Bapak dan ibunya Audrey mengalami kecelakaan kritis. keduanya mengalami patah tulang hebat. Beberapa jam penantian, operasi pun usai. Perawat ruang operasi memindahkan papa ke ruang bedah Paviliun. Bagas dan Audrey mengikuti dari arah belakang perawat itu.

"Audrey, Drey...!" mama Audrey memanggil anaknya begitu tersadar dari reaksi obat bius.

Iya, yang kuat, Ma! Bagas dan Audrey akan menjaga, Mama.

"Makasih. Nak! Entahlah Drey. Mama juga enggak tau kenapa bisa begini. Cuma kepikiran aja sama papa. Ia lagi kumat sakit jantung.

"Astaga aku lupa."

Bagas lupa memberitahu Gabriel agar meng-cover segala urusan kegiatan kantor. Gabriel pasti udah nunggu lama nih, menunggu kabar dari aku.

"Bentar, ya Drey? Aku ke kantor dulu ada yang penting ingin aku serahkan pada Gabriel. Senyum yang tadi selalu Audrey pancarkan kini perlahan luntur.

Ia menatap Bagas dengan pandangan yang kabur, sekian waktu tatapan Audrey pun mulai berkabut, karena Audrey khawatir ditinggal sendirian di rumah sakit.

Bagas mendatangi kantor dan melakukan serah terima dengan Gabriel dan beberapa pihak karyawan kantor untuk tetap stay tugas masing-masing. Dengan secepat kilat Bagas pun kembali ke ruangan ICU. Ia kembali untuk harus selalu siaga di rumah sakit.

Beberapa kali Bagas bolak balik mengurus resep obat dan harus membelinya di apotik yang ternama di kotanya. Ia pun tersenyum miris memaksakan dirinya sendiri, di saat kelelahan menerpa jiwa yang kian ambruk. Raga yang penat ditambah berbagai problema perusahaan serta hutang piutang yang makin terlilit, Bagas akhirnya terkapar pingsan.

Audrey begitu panik mendapati sang suami pingsan dan harus dilarikan ke UGD, lunglai sendi anggota hingga tak mampu berdiri lagi. Kata-kata yang diucapkan Bagas sangat terharu dan menusuk ulu hati.

"Astaga Bagas, anakku...Dengar ya, sayang, semua itu maksudnya apa? ibu nggak habis pikir sampai tumbang seperti ini. Bagas sakit apa kau, Nak?" Duh, kasian banget, kau nak!

"Entahlah, bu....

"Mungkin Bagas kecapean, atau kurang istirahat." Bagas menatap ibu penuh perasaan kangen dan terharu.

Ibu merangkul Bagas penuh rasa cinta, mengusap rambut ikalnya dan mendekatkan bibir ibu dengan berbisik lembut, sabar ya nak!" Kecemasan ibu beralasan dan berpikir yang tidak-tidak.

"Baiklah. Tapi hari ini Bagas fokus istirahat, ya? enggak boleh capek. Untuk hari ini Bagas nyantai, aja. Biar orang sehat mikir extra, Gas!" lanjut ibu dengan ekspresi serius.