Siska alias Roni menunduk di depan pria itu, sementara Eveline masih berjalan jauh di belakangnya, Pria tambun itu tampak menunjuk ke arah Eveline, sontak membuat pria itu berbalik menatapnya.
"Wow … dia benar-benar tampan," Eve terlihat tersenyum sambil bersyukur dalam hati.
Eveline sudah berada di dekat mereka, tapi anehnya pria muda itu terlihat menunduk memberikan hormat padanya.
"Kenapa pria sesopan ini ada di tempat seperti ini? Apa dia baru ingin coba-coba?" Eveline tampak penasaran dengan pria yang sedang berdiri di hadapannya itu.
"Halo nona Eveline …." Ia mengacungkan telapak tangannya, membuat Eveline membalas jabat tangannya walau pun dengan sedikit ragu.
"Hai …." Senyuman Eveline terlihat sangat menggoda.
"Berhubung aku sudah mengurus semua perjanjian dengan Siska, sekarang kamu bisa langsung ikut denganku," bicara pria muda itu juga terdengar lembut.
Eveline menatap pada mucikari itu. "Lihatlah, dia bahkan sudah menerimanya tanpa bertanya padaku." Ia yang bicara dalam hati lanjut dengan kepala mengangguk.
Eveline mengekor pada pria muda yang ada di depannya itu. Mereka sudah ada di basement tempat sebuah mobil mewah telah terparkir. Pria itu tampak membukakan pintu penumpang untuknya, sementara ia terlihat menyetir sendiri.
"Dia menyetir? Orang kaya yang tidak menyewa jasa supir? Tapi … dia tidak terlihat seperti pria yang pelit." Ia duduk sambil memandang punggung pria yang sibuk mengemudi di jalanan itu.
"Apa aku boleh bertanya?" tanya Eve terdengar tiba-tiba.
"Tentu saja," jawabnya dengan begitu ramah.
"Dimana kita akan bermain?"
"Kita?" Pria itu tampak sedikit menahan tawa, dan Eve terlihat malu.
Suasana mendadak hening.
"Maksudku di hotel mana?" tanya wanita itu sekali lagi.
"Sebelum aku memberi jawaban, aku ingin meluruskan sesuatu." Pria itu terlihat ramah dengan senyuman selalu tergambar di wajahnya.
Eve membalas senyum dan ucapannya. "Boleh saja."
"Sebenarnya … bukan aku yang ingin memakai jasamu, tapi … bosku."
"A-aa." Ia bicara terbata dengan ganggukkan sedikit kecewa.
"Pantas saja dia sangat sopan, ternyata bukan dia. Aku curiga pria kali ini jelek atau cacat, tapi berhubung dia tidak punya kekasih jadi minta jasa seperti ini." Ia bicara dan menduga-duga dalam hati.
Mereka saat ini sudah tiba di sebuah hotel mewah berbintang 5, dan mungkin hotel yang cukup terkenal di kota Jakarta. Eveline mengekori pria ini hingga ke puncak hotel. Sebuah lantai yang di setting secara khusus seperti sebuah hunian tetap yang tampak sangat mewah.
Eveline mengekori sambil mengajak pria itu bicara. "Apa dia tinggal di sini atau menyewanya?"
"Dia pemilik seluruh saham hotel ini, nona."
"Wow … pantas saja Siska bilang dia konglomerat." Eve masih membatin dalam hati.
"Tapi … sebelum itu, aku harap nona bisa menjaga seluruh rahasia ini," lanjutnya tiba-tiba.
Wanita itu lalu menatapnya dengan anggukan.
Mereka terlihat masuk, pintu terlihat sudah sangat canggih menggunakan face lock dan sidik jari.
"Wow …." Eveline kembali kagum dalam hati, karena ini pelanggan terkaya yang pernah dia temui.
Saat masuk, Ia melihat seorang wanita berpakaian santai tengah duduk di sofa.
"Perempuan?" Mata Eveline membulat.
"Aku tidak menyangka dia seorang wanita, Siska benar-benar gila." Banyak pikiran aneh yang terlintas di pikirannya.
Wanita itu lantas berdiri saat pria yang tadi membawa Eve berada di hadapannya. "Nona Eveline … dia dokter yang akan memeriksamu sebelum kamu diputuskan bertemu dengan bosku, itu karena kamu harus benar-benar sehat sebelum bertemu dengannya.
"Ini di lakukan demi mencegah masalah yang mungkin saja hadir di kemudian hari, dan juga … menjaga agar semua tetap berjalan seperti harapan, karena kencan kali ini Tuan tidak ingin menggunakan pengaman." Ia berbicara sembari memandangi pada Eve dan dokter sesekali.
Eveline terlihat menggaruk kening yang ada di atas telingannya. "Gila … tapi semua ini sudah kuduga," batinnya.
"Tapi … apa bukti surat pemeriksaanku yang terakhir kali tidak berguna?" Wanita itu terlihat penasaran memandangi wajah pria yang ada di hadapannya.
Pria itu tampak menggeleng. "Walau pun surat kesehatan anda ada, tapi kami harus tetap memeriksa anda."
Eveline tersenyum masam. "Terserahlah …," gumamnya.
Eve masih berbaring di sebuah ranjang di ruangan khusus untuk pemeriksaan area sensitifnya.
"Aku rasa dia sudah sering jajan sembarangan, lihatlah … dia bahkan membuat ruangan khusus untuk hal seperti ini. Tapi … tidak heran. Orang-orang kaya terkadang memang gila, mereka kehabisan akal karena uang yang mereka punya." Matanya menelisik ke setiap sudut ruangan yang ada.
"Nona Eve, semua sudah selesai." Dokter itu telah bangkit dan berdiri di sampingnya.
Beberapa saat berlalu dan Eve masih duduk di kursi sofa menunggu hasil tesnya. Pria yang tadi mengantarnya terlihat sedang mengobrol serius dengan dokter yang masih berada di dalam ruangan pemeriksaan tadi.
"Dasar … sudah jelas aku sudah professional di bidang ini, dan tidak sembarangan menerima client tapi mereka masih meragukan kesehatan senjataku." Ia menahan kekesalan dan ocehannya dalam hati.
Laki-laki tadi sudah berdiri di hadapannya. "Nona Eve, ayo ikut aku!" ajaknya.
Pria itu mengajaknya ke sebuah ruangan ganti, dan di sana ternyata sudah tersiap sebuah kotak hadiah yang tampak indah.
"Pakai ini di dalam jaketmu sebelum bertemu dengannya." Pria itu lantas meraih kotak dan menyerahkannya pada Eve yang hanya terus tersenyum.
"Baiklah." Eve membuka kotak itu dengan santai.
Ia menatap pada benda yang ada di dalam kotak. "Sudah kuduga, tapi seleranya sungguh biasa. Tapi setelah di pikir-pikir ini cantik juga … dengan warna hitam."
Eve telah menggunakan lingerie itu dan menutupnya dengan luaran jaket. Dia keluar dari ruang ganti dan melihat pria itu masih menunggu di depan pintu.
"Ayo … aku sudah siap," senyumnya sembari menatap punggung orang yang telah berdiri di depannya itu.
Pria itu menoleh lalu mengangguk. "Aku rasa sekarang sudah waktunya anda bertemu dengannya. Ikuti aku dan lakukan sesuai yang aku katakan tadi."
Eve mengingat setiap kata yang tadi pria ini ucapkan. "Pakai ini dan lepaskan jaket saat pintu sudah di tutup, berjalanlah dan peluk punggungnya! Seperti kalian sudah saling mengenal walau pun dia tidak akan menyebutkan namanya, jika dia menyukaimu dia dengan sendirinya akan menyebutkan namanya padamu."
"Kenapa aku tiba-tiba gugup?" batinnya sambil mengangguk.
Mereka sudah melangkah kan kakinya memasukki pintu, Pria itu tampak pamit dan meninggalkan Eve sendiri.
Wanita itu tampak membuka jaket coat yang sedari tadi menutupi tubuhnya. Sekarang yang tersisa hanya ada lingerie yang indah. Tergambar lekuk tubuhnya juga sangat indah dan beraroma manis bagi setiap pemujanya.
"Aku harus menahan rasa gugupku." Ia bicara dan menenangkan diri dalam hati.