Chereads / SUAMI POSESIFKU MANTAN PACAR IBUKU / Chapter 35 - 35. Istriku masih hidup

Chapter 35 - 35. Istriku masih hidup

"Tidak Ayah, aku tidak percaya dengan semua perkataan Ayah, Istriku masih hidup, dia belum meninggal, kalau Ayah tidak percaya cek saja CCTV, dan Istriku juga hanya sedang marah padaku," ucap Daffa dengan yakin.

"Ayah tahu Nak, dan Ayah juga sudah melihat semuanya, dia bukan Istrimu, tapi hanya orang yang mirip dengannya," sahut ayah Tama.

"Jangan bicara sembarangan Ayah, aku yakin kalau aku tidak salah lihat sama sekali, dia memang istriku yang sedang mengandung anakku," sela Daffa yang tetap kekeh dengan pendiriannya.

"Sadarlahlah, Nak, ma sampai kapan kau akan seperti? coba lihatlah kalau dia bukan istrimu, dan ingatlah kejadian satu tahun yang lalu itu," terang ayah Tama.

"Aku tidak mau mendengarkan semua ucapan Ayah lagi jadi, percuma saja Ayah merayuku juga aku tetap tidak percaya pada Ayah," ketus Daffa yang mulai kesal karena ayahnya telah mendoakan istrinya tiada, sedangkan sang ayah hanya tersenyum ketika mendengar kata-kata yang diucapkan putranya.

"Baiklah, ayo ikut Ayah ke suatu tempat!" ajak ayah Tama pada putranya.

"Kita mau ke mana Ayah?" tanya Daffa sambil mengikuti ayahnya dari belakang.

"Ikuti saja Ayah nanti juga kau akan tahu, dan tempat ini juga akan menjawab semua pertanyaan yang ingin kau tahu selama ini," ungkap ayah Tama yang telah masuk ke dalam lift, dan diikuti oleh sang putra.

"Oke, aku akan ikuti Ayah, tapi aku harap Ayah tidak akan mengewakan aku sedikit pun," jawab Daffa.

Daffa, dan ayah Tama melangkah ke arah parkiran setelah keluar dari dalam lift, Daffa mengemudikan mobilnya ke arah tujuan yang telah di tentukan oleh ayah Tama, walaupun Daffa masih tidak mengetahui di mana gerangan tujuan mobil itu berhenti.

"Daffa, setelah belok ke kanan tepikan mobilnya, kita sudah sampai tujuannya, Nak," ucap ayah Tama.

"Ayah, apa tidak sedang bercanda mengajakku pergi ke pemakaman? siapa yang telah meninggal? apa dia sangat penting bagiku? sehingga aku harus melihatnya sendiri," tanya Daffa sambil terus mengikuti langkah ayahnya yang semakin dalam masuk ke dalam pemakaman.

"Ayo Nak, cepatlah sebentar lagi kita akan segera sampai, tapi jangan khawatir kau tidak akan kecewa dengan semua yang akan Ayah tunjukan ini padamu," ungkap ayah Tama.

"Ayah, kenapa aku jadi takut ya? firasatku juga tidak menentu sekali, apa aku boleh pulang saja? sepertinya aku sakit Ayah, dan tidak sanggup meneruskan langkahku lagi," sahut Daffa yang berhenti di tengah-tengah pemakaman, sedangkan ayah Tama yang mendengar perkataan sang putra mengentikan langkahnya secara tiba-tiba.

"Daffa, kau ini jangan seperti itu, Nak, ayo Ayah akan menuntunmu, kalau kau mau pulang itu sudah tanggung sekali jadi, lebih baik kau pegang tangan Ayah, dan kembali melangkah pelan-pelan saja," ajak ayah Tama yang menarik pelan tangan Daffa.

"Oh, kenapa aku semakin tidak nyaman sekali? Ayah juga aneh sekali, biasanya juga selalu mengajak rapat, nah sekarang malah ngajakin ke pemakaman," gerutu sang putra yang kesal karena perasaannya semakin tidak menentu.

"Kau ini hanya bisa menggerutu, apa tidak bisa diam sebentar saja? makamnya juga sudah kelihatan ada di ujung sana jadi, bersabarlah sedikit lagi," sahut ayah Tama yang terus menuntun tangan putranya.

"Ayah, kenapa memilih tempat pemakaman yang jauh banget kayak gini? padahal yang dekat masih banyak yang kosong," ucap Daffa yang telah mengungkapkan kekesalannya.

"Bukankah kau sendiri yang memilih pemakaman ini, kenapa malah bertanya pada Ayah? seharusnya Ayahlah yang bertanya padamu, kenapa kau menempatkannya di sini?" tanya ayah Tama sambil menoleh sekilas pada sang putra.

"Ayah ini sangat aneh ditanya malah bertanya lagi," ungkap Daffa, kemudian dia melanjutkan lagi langkahnya tanpa menghiraukan pertanyaan ayahnya.

Ayah Tama pun yang sudah tahu perilaku putranya tidak mengambil hati, tetapi sebisa mungkin dia akan bersabar, dan menjelaskan secara perlahan-lahan.

Mereka berdua melangkah bersama melewati satu makam sampai makam yang lain, hingga tibalah di salah satu tempat pemakaman yang terdapat hanya dua makam saja.

"Ayo Nak mendekatlah, dan duduk, kita sudah sampai di makam yang Ayah maksud tadi," ajak Ayah Tama.

"Makam siapa ini Ayah? kenapa hanya terdapat dua makam saja?" tanya Daffa yang duduk berjongkok di dekat sang ayah.

"Inilah makam anak, dan istrimu, Nak," ungkap ayah Tama yang membuat Daffa tertawa terbahak-bahak.

"Ha ha ha aha ha ha ...."

"Kenapa kau tertawa begitu? apa ada yang lucu dengan kata-kata yang Ayah ucapkan itu?" tanya ayah Tama yang mulai bingung.

"Jelas ada dong Ayah, karena sudah anak, dan istriku itu ada, tapi Ayah bilang kalau mereka sudah tiada, bahkan mereka sekarang ada di hadapanku ini," jawab Daffa.

"Coba kau lihat dulu tulisan yang ada di nisan ke dua makam ini, setelah kau baca, dan lihat baru kau boleh tidak percaya serta berkomentar lagi," ucap ayah Tama sambil menunjuk ke arah makam.

"Tidak Ayah, aku tidak percaya, kalau yang ada di dalam makam ini anak, dan istriku, Ayah pasti berbohong padaku," ucap Daffa yang mulai mengeluarkan air matanya.

"Kau boleh tidak percaya Nak, tapi itulah kenyataan yang sebenarnya kalau yang ada di dalam makam ini isrimu yang sebenarnya," terang ayah Tama sambil mengusap punggung putranya itu.

"Bohong, Ayah pasti hanya tidak menyukai istriku saja makanya Ayah tega mengatakan ini padaku, tidak mungkin istriku sudah tiada, istriku masih hidup, dan aku akan buktikan pada Ayah kalau ucapanku itu benar," ucap Daffa, dia pergi meninggalkan ayahnya sendirian di makam.

"Daffa, tunggu Nak, kau mau ke mana? dengarkan dulu penjelasan Ayah, " teriak ayah Tama yang berlari mengejar sang putra yang sudah jauh meninggalkannya sendiri.

"Ayah pasti berbohong padaku, aku tidak percaya dengan semua ucapan Ayah, Istriku masih hidup, istriku masih hidup," gumam Daffa yang terus berlari sampai terjatuh.

"Aduh ... istriku masih hidup, istriku masih hidup, istriku masih hidup," teriak Daffa sambil menangis, dan mengatakan kata itu berulang-ulang hingga tanpa dia sadari kalau sang ayah sudah ada di belakangnya, dan menyentuh punggungnya.

"Daffa, berdirilah Nak, kalau kau masih belum mau melihat istrimu kita pulang sekarang," ucap ayah Tama yang mengangetkan putranya.

"Tidak Ayah jangan sentuh aku, aku tidak mau percaya dengan ucapan Ayah, istriku masih hidup, istriku masih hidup, istriku masih hidup," tangis Daffa yang semakin kencang karena tidak menerima semua ucapan yang dilontarkan sang ayah.

"Daffa sadarlah Nak, kau tidak boleh seperti ini terus, kau harus terima kenyataan, kalau istrimu sudah tiada, dan sampai kapan pun tidak akan pernah kembali," ungkap sang ayah yang berusaha mengangkat sang putra agar berdiri.

"Cukup Ayah jangan katakan itu lagi, aku tidak mau mendengarnya," sela Daffa yang mulai marah.

"Daffa, kau harus terima kenyataan kalau istrimu sudah tiada," bentak sang ayah dengan berteriak kencang sampai suaranya menggema di semua area makam.