"Oh my God..." Amy menggelengkan kepalanya dengan mulut yang penuh dengan bubur ketika melihat apa yang terjadi dengan mobilnya di dalam foto yang ditunjukkan Kai. Beberapa jam sebelum keluar dari rumah sakit, Amy memutuskan untuk menghabiskan makan siangnya. Makan siang terakhir yang diberikan oleh rumah sakit.
Amy ingat kalau sesuatu terjadi dalam perjalanannya pulang dari bandara hari itu. Mobil yang oleng di depannya tiba-tiba membuatnya mengerem mendadak. Kemudian semuanya berubah hitam dan Amy tidak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu.
"Habiskan buburmu pelan-pelan saja. Kita tidak diburu-buru waktu." Kai tersenyum melihat Amy yang makan dengan ceroboh. Ia mengusap mulut Amy yang kotor dengan tisu.
"Tapi, kau tahu apa? Entah mengapa aku senang ini terjadi padaku." Amy mengangkat bahu dan tertawa kecil, tak menghiraukan plester yang melekat di pelipisnya.
"Kenapa?"
"Karena aku tak perlu menunggumu untuk kembali." Amy mengangkat wajah, tersenyum pada Kai. "Rasanya seperti tertidur sejenak kemudian terbangun dengan kau di sisiku."
"Bagiku, rasanya seperti neraka." Kai menarik kursi dan duduk di hadapan Amy. "Jangan... pernah lagi... membuatku seperti itu."
Amy yang duduk di atas ranjang rumah sakit, mendorong meja makannya dan menyentuh wajah Kai. "Ay-ay, Captain! Aku berjanji. Kau belum menceritakan padaku apa yang terjadi di Jepang."
Kai terlalu merasa bahagia karena Amy telah kembali. Kembali tersenyum padanya seperti itu, kembali tertawa dan kembali memandangnya seperti itu. Ia terlalu bahagia sampai-sampai ia lupa kalau ia baru saja pergi ke Jepang beberapa minggu lalu.
"Tak ada yang begitu spesial. Tapi, tentu saja aku sudah kembali dengan jawaban." Kai meraih tangan Amy dan memandang gadis di hadapannya dengan senyuman di wajahnya. "Aku tidak akan meninggalkanmu."
Amy hampir percaya kalau ia sedang bermimpi. Namun ketika ia merasakan jemari Kai mengusap permukaan tangannya, ia tahu ini adalah dunia nyata. Amy lalu tersenyum kecil, "Well, kalau begitu kau harus melakukan sesuatu untukku."
"Apa itu?"
Amy mengendikkan bahunya, "Tentu saja mengajariku bahasa Jepang. Memangnya bagaimana kau pikir aku bisa berinteraksi dengan keluargamu nanti?"
Kai bangkit berdiri kemudian menarik kursi roda yang terletak di ujung ruangan. Ia mendorong kursi tersebut ke hadapan Amy dan membantu gadis itu duduk di sana. "Baiklah. Tapi, sebelum itu, ada satu hal yang harus kulakukan."
"Apa? Jangan menjadi misterius begitu," ujar Amy ketika Kai mendorongnya keluar ruangan sambil menjinjing tas pakaiannya.
"Tidak perlu banyak bertanya."
* * *
Mobil Amy –yang telah diperbaiki– berhenti di depan taman Greenwich Village. Setelah membantu Amy duduk di kursi rodanya, Kai menggiring Amy ke tengah taman, tempat kolam air mancur berada.
"Siang-siang seperti ini kenapa kau mengajakku kemari?" tanya Amy sambil menghalangi wajahnya dari sinar matahari dengan tangan.
"Ada yang ingin kutunjukkan," jawab Kai.
Amy terdiam ketika Kai berhenti mendorong kursi rodanya dan berlutut di hadapannya. Tak lama setelah itu, beberapa orang dengan balon berwarna putih muncul entah darimana dan berdiri tiga meter dari air mancur. Dari tempatnya duduk, Amy tiba-tiba mengenali orang-orang tersebut sebagai rekan kerjanya di Star Square. Dan tepat saat itu, Amy langsung menyadari kalau ada sesuatu yang dipersiapkan oleh Kai.
"Apa yang kau lakukan, Kai?" tanya Amy sambil mengangkat wajah pada Kai.
"Apa? Aku sedang mendorong kursi rodamu," balas Kai, polos.
Amy tersenyum. "Hmm, terdengar mencurigakan."
Kai terkekeh, kemudian berhenti mendorong kursi roda Amy. Tak lama kemudian terdengar suara biola yang merdu dari ujung taman. Sebuah alunan melodi yang menenangkan membuat Amy tersenyum penuh. Dan entah mengapa ia tiba-tiba merasa kedua matanya memanas.
"Amy," panggil Kai yang tiba-tiba berjongkok di hadapannya. "Aku tahu hal ini tidak sepadan dengan apa yang dilakukan semua pangeran Disney pada puterinya tapi, aku ingin melakukan hal yang sama seperti mereka."
"Apa itu?"
"Melakukan keajaiban."
Amy tampak heran. "Keajaiban apa?"
"Aku bisa membuat balon-balon yang mereka pegang di sana melayang tanpa harus melakukan apapun."
"Benarkah?" Amy memiringkan kepalanya dengan wajah penasaran.
"Tapi, aku memerlukan bantuanmu."
Amy mengerjap, bingung.
"Katakan apa yang kau rasakan saat ini."
Amy memandang Kai dalam-dalam. Sepanjang hidupnya, ia tak pernah merasa sebahagia ini. Menatap pria yang berlutut di hadapannya mengalirkan kehangatan ke dalam tubuhnya lewat tatapan mata itu, membuat Amy merasa tenang. Perasaan yang tak bisa ia dapatkan ketika bersama Aaron itu membuatnya tanpa sadar mengucapkan, "Aku mencintaimu, Kai."
Ketika mendengar kalimat itu, Kai hanya dapat tersenyum. Ia tahu Amy akan mengucapkan itu. Tak lama setelah itu, Kai melihat Amy mengalihkan pandangannya pada sesuatu di belakangnya yang bergerak naik ke langit. Lalu Kai berkata, "Lihat? Balon itu melayang sendiri tanpa perintah. Mungkin, itulah yang kau lakukan padaku sejak hari pertamaku di New York, Amy."
Amy berpaling pada Kai.
"Kau membuatku berlari padamu tanpa kusadari. Kau menyihirku. Dan membuatku bahagia."
Ketika mendengar itu, Amy tanpa sadar menarik wajah Kai dan mengecup kening pria itu.
Senyuman Kai mengembang lebih lebar ketika merasakan kehangatan yang disalurkan oleh Amy. Kai mengusap wajah Amy dan membalas ciuman gadis itu. "Terima kasih, Amy."
"Untuk apa?"
"Karena sudah menyelamatkanku." Kai mengusap pipi Amy dengan ibu jarinya. "I love you, too."