Gladys sedang menunggu bus di sebuah halte. Mendadak ada sebuah mobil yang berhenti dihadapannya. Lalu mobil tersebut kacanya terbuka perlahan-lahan.
" Gladys! "
Gladys menoleh dan melihat Ardan yang sedang mengemudikan mobil tersebut.
" Astaga! Kenapa ini orang datang lagi?" Gladys menggerutu dalam hati kecilnya karena dia tidak ingin sama sekali untuk bertemu dengan seorang pria yang memiliki kelakuan semanis kadal buntung." Mau apa sih kamu ke sini lagi? Apa kamu tidak puas untuk menyakiti aku dengan berselingkuh dengan sahabatku sendiri?"
Ardan menepikan mobilnya lalu dia keluar dari mobilnya. Dia menghampiri Gladys yang sedang berdiri di sebuah halte bus.
" Kamu mau apa lagi di sini? Apa kamu mau menyakiti aku lagi? Udahlah aku capek sama kamu! " Gladys menekan setiap perkataannya dengan penuh penegasan. Dia enggan sekali untuk berhubungan dengan pria semacam kadal buntung seperti Ardan.
"Aku bisa jelasin sama kamu! Kalau aku sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Nadia! "
" Omong kosong apalagi yang ingin kamu ucapkan kepadaku! Semuanya itu palsu! Aku tidak butuh omonganmu yang tidak bermutu bagiku! Kamu dan aku sudah selesai sejak kemarin! " Gladys menekan setiap kata yang diucapkan. Bahkan dia terlihat sangat jutek sekali. Dia memalingkan pandangannya dari Ardan. Dia tidak ingin berhubungan dengan seorang lelaki yang sudah menyakiti dia bahkan berselingkuh dengan Nadia.
"Aku bisa jelasin sama kamu! Apa yang kamu lihat itu tidak sesuai dengan apa yang kamu pikirkan! " Ardan mencoba melakukan sebuah pembelaan. Dia mencoba untuk meraih tangan Gladys namun sayangnya ditepiskan.
"Penjelasan?" Gladys berusaha untuk mengatur pernapasannya. Dia tersenyum kecut seolah Dia sedikit mengejek. " Aku tidak membutuhkan sebuah penjelasan tapi apa yang aku lihat itulah yang ku yakini sesungguhnya! Untuk apa aku mendengarkan sebuah penjelasan yang berisi tentang pembelaanmu atas perselingkuhanmu dengan Nadia. Udahlah! Sebaiknya kamu lupakan aku saja karena aku tidak menginginkan ya sama sekali untuk kembali bersama dengan seorang pria yang tidak bisa dipegang omongannya sama sekali!" Dia terlihat sangat malas sekali melihat Ardan yang berusaha melakukan sebuah pembelaan. Tapi sebuah kata-kata tidak akan mungkin meluluhkan hatinya.
Kemudian Gladys melihat Sebuah bus datang. Dia bergegas segera masuk ke dalam bus karena dia enggan sekali berdebat dengan Ardan. Dia tidak menginginkan sebuah hubungan itu kembali untuk. Karena baginya sesuatu yang sudah dinodai tidak akan pernah kembali seperti semula.
Gladys berusaha untuk mengontrol perasaannya. Dia berusaha untuk melupakan sebuah masa lalunya. Bahkan dia berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya walaupun masa lalu selalu saja memberikan sebuah luka yang tertunda.
Ardan terlihat sangat frustasi sekali ketika dia mendapatkan sebuah penolakan.
*
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kemudian Brahma bersiap-siap untuk segera pulang ke rumah. Dia sudah menyelesaikan beberapa pekerjaannya di sebuah dapur restoran sebagai tukang cuci piring. Ia merasa sangat mudah sekali karena hari ini hanya akan segera terbayarkan dengan upah yang diberikan oleh pemilik restoran walaupun jumlahnya tidak sebanyak waktu dia bekerja di sebuah perusahaan.
Brahma merasakan seluruh tulang dan ototnya pegal sekali. Dia ingin segera pulang ke rumah. Namun dia ingin sekali memberikan oleh-oleh untuk istrinya di rumah yang sedang menunggunya.
"Aku akan mampir ke supermarket dulu untuk membelikan sesuatu." Brahma segera beranjak menuju ke loker untuk mengambil beberapa barangnya. Dia segera berganti pakaian.
"Semangat ya! " seru salah satu seorang teman kerjanya." Kamu harus tetap semangat kalau kerja di sini. Karena mencari pekerjaan saat ini sungguh sulit. Kecuali kalau ada orang dalam baru kita bisa bekerja di tempat yang lebih baik. "
" Aku hanya bisa bersyukur saja, Bro! " balas Brahma menatap rekan kerjanya.
"Kalau begitu aku balik dulu ya, Brahma. Karena aku sedang ada janji dengan seseorang. Jangan lupa besok kita harus semangat lagi untuk bekerja. "
Kemudian rekan kerjanya segera meninggalkan ruangan loker. Sedangkan Brahma sedang mengambil pakaian untuk segera menuju ke ruang ganti. Setelah dia selesai berganti pakaian. Dia segera bergegas untuk pulang. Dia akan mampir sejenak di sebuah supermarket untuk membeli beberapa makanan cemilan.
"Aku akan membelikan makanan untuk istriku. Semoga saja dia menyukai apa yang telah aku berikan kepada dia. " Brahma segera melangkahkan kedua kakinya keluar dari tempat kerjanya.
*
Sepanjang perjalanan Gladys terlihat kesal sekali dengan sikap Ardan yang selalu memaksa. Dia enggan sekali untuk mendengarkan penjelasan dari seorang Ardan yang merupakan mantan kekasihnya. Dia sudah lelah dengan semua penjelasan yang dianggap sebagai makanan basi.
Gladys menatap keluar jendela busnya. Ia melihat kalau Ardan masih mengikutinya. Namun dia terlihat tidak peduli sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh Ardan. Dia tidak akan pernah memaafkan lelaki itu sampai kapanpun karena sebuah hubungan yang sudah dikhianati tidak akan pernah mungkin untuk kembali utuh. Dia tidak ingin kalau semuanya akan terulang kembali ketika dia memaafkan dan memberikan sebuah kesempatan kedua.
" Aku tidak akan pernah mungkin memberikan sebuah kesempatan untuk lelaki yang sudah menghianati aku."Gladys menggumam dalam hati kecilnya lalu dia menutup kedua kelopak matanya sambil mengingat beberapa kepingan masa lalu. Dia masih mengingat sekali bagaimana Ardan dan Nadia memiliki sebuah hubungan perselingkuhan. Dia merasa hatinya cukup sakit sekali ketika dia melihat kejadian itu di sebuah apartemen.
Gladys berusaha untuk mengontrol pernafasannya.Bahkan dia tidak akan pernah sudi untuk memaafkan seorang lelaki yang sudah menghianatinya.
Kejadian perselingkuhan antara Ardan dan Nadia membuat diri Gladys cukup terpukul sekali. Rasa cinta dan kepercayaan itu seakan hancur seketika kepada seseorang yang sudah dianggap sebagai sosok terbaik dalam kehidupannya. Namun mereka berdua telah bermain api di hadapan Gladys.
" Aku sudah berusaha untuk mempertahankan hubunganku dengan kamu. Bahkan aku sudah berusaha untuk mempercayai setiap kata-kata yang telah kamu ucapkan kepadaku. Tapi semuanya terlihat sangat jelas sekali. Semuanya penuh dengan sebuah kepalsuan." Gladys menggumam dalam hati kecilnya dengan rasa penuh sesak dan kesal ketika mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu." Apa semudah itu sebuah kata maaf akan bisa terucapkan dengan sebuah kesalahan yang cukup fatal? " Tanya hatinya.
Gladys mulai mendongakkan kepalanya untuk menahan air mata yang akan terjatuh melewati kedua pelupuk matanya. Dia merasakan kalau sebuah masa lalu cukup menamparnya begitu dalam. "Jika aku bisa memilih, mungkin aku lebih memilih untuk tidak pernah mengenal dia dalam kehidupanku. Kenapa dua lelaki yang ku anggap sebagai seseorang yang berarti, tapi kenyataannya mereka telah menghianati diriku? " Tanya hatinya.
Gladys berusaha untuk menerima masa lalunya. Dia tidak ingin sama sekali untuk terjebak dalam sebuah nostalgia cinta yang menyakitkan. Dia berusaha untuk menata hatinya kembali yang sudah rapuh dan retak. " Ya Tuhan, aku hanya ingin bahagia." Dia mengharap dalam hati kecilnya. Selama perjalanan bus menuju ke halte terdekat kontrakan tempat tinggalnya.